Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mimpi & Co.
MENU
About Us  

Hari minggu pagi, setelah joging dan sarapan, Ami berniat mengunjungi Axel–dia masih merasa bersalah karena menjadikan barang pemberian Axel sebagai alat bayar untuk mimpi. Namun, dia kejutkan dengan keberadaan Pasha di Kafe Dandelion yang tengah mengobrol dengan Axel dan mereka tampak sangat akrab. Untung saja Ami belum masuk dan hanya memperhatikan lewat jendela–dia takut kehadirannya akan membawa malapetaka. Lalu, dia juga melihat Ron yang muncul dari dapur–tampaknya baru membuat kopinya sendiri. Seingatnya, Ron juga mengenal Aidan. Siapa yang menyangka kalau semua mimpinya ternyata saling kenal? Ami memutuskan pergi ke Mimpi & Co. dan menanyakannya kepada Pak Guska.

“Pak, kok bisa mereka semua saling kenal? Barusan aku lihat Kak Pasha, Kak Axel sama Kak Ron lagi bareng. Kemarin juga Kak Ai datang nyamperin Kak Ron,” seru Ami begitu tiba di Mimpi & Co. dan bertemu Pak Guska yang sedang makan ramen di balik meja counter.

Pak Guska terpaksa meletakkan sumpitnya dan menunda waktu makannya sejenak. “Mungkin mereka sedang bersama saat Mimpi & Co. menebarkan mimpi di lingkungan sekitar kamu.”

Ami tidak mengerti.

Pak Guska menjelaskan, “Begini, saat Mimpi & Co. mencari target yang akan dilibatkan ke mimpi kamu, kami akan mencari yang terdekat. Dan mereka semua ternyata sesuai dengan daftar mimpi yang kamu tuliskan? Ini kebetulan yang menarik, menurut saya.”

“Tapi gimana kalau nanti saya ketemu mereka semua di waktu yang sama? Saya takut mereka akan benci saya.”

“Tidak perlu khawatir. Mimpi ini milik kamu. Mereka tidak akan saling kenal saat terlibat denganmu. Apapun yang terjadi di dalam mimpi, kamu tidak akan dibenci oleh mimpi-mimpi kamu–karena mimpi yang kami berikan akan berjalan sesuai yang tertulis: mereka akan mengagumi, menyayangi, menghargai dan membela kamu dalam situasi apapun.”

Akhirnya, Ami merasa sedikit lega. Pak Guska ternyata lebih hafal mimpinya daripada dirinya sendiri. Ami kemudian berterima kasih sekaligus meminta maaf karena telah mengganggu waktu makan Pak Guska. Namun, Pak Guska justru menawarinya ramen. Meskipun sebenarnya Ami sudah sarapan, tapi dia tiba-tiba penasaran dengan makanan buatan Mimpi & Co. Ami pun bersedia lalu Pak Guska mengambilkannya dari lantai bawah. Mereka pun makan bersama. Mencicipi ramen sedikit saja, Ami seketika terlena dengan rasanya.

Ramen buatan Mimpi & Co. bukan sekadar makanan–seperti kenangan yang dimasak perlahan, lalu dihidangkan dalam semangkuk keajaiban. Aroma kaldu tercium dari uap panasnya yang mengepul–perpaduan harum tulang yang direbus berjam-jam, sedikit manis aroma jagung, dan gurih halus seperti bisikan musim gugur. Kuahnya kaya rasa, tapi tidak berlebihan–menyelimuti lidah dengan kelembutan yang nyaris menenangkan hati. Mienya kenyal, tidak terlalu tebal atau tipis, seolah tahu waktu yang tepat untuk patah di mulut. Di atasnya, irisan daging yang empuk nyaris meleleh begitu disentuh lidah, lengkap dengan telur rebus setengah matang berwarna jingga keemasan. Setiap suapan membuat Ami merasa seperti pulang–entah pulang ke mana, tapi rasanya hangat, familiar, dan tidak ingin cepat berakhir. Ami menyeruput kuahnya sampai habis tak tersisa.

“Saya jamin, makan ramen di Mimpi & Co. adalah pengalaman yang tidak akan pernah kamu rasakan lagi di manapun,” kata Pak Guska setelah Ami meletakkan mangkuknya ke atas meja.

Ami mengangguk. “Saya setuju. Ini pertama kalinya saya makan ramen yang rasanya seperti hanya ada dalam mimpi.”

Pak Guska mengangguk setuju. “Anyway, sepertinya perlu saya sampaikan padamu kalau Mimpi & Co. selalu memberi satu kesempatan kepada pemimpi untuk menciptakan tempat fiktif.”

“Oh, ya? Kenapa baru bilang?”

“Informasi ini memang hanya bisa diberitahu kepada pemimpi setelah transaksi. Saya tidak diizinkan memberitahu kalau bayarannya belum jelas.”

Ami mengangguk mengerti. “Tempat fiktifnya bisa apa aja? Bisa kapal pesiar buat dinner? Bisa puncak gunung bersalju?”

“Apapun. Silakan dipikirkan dulu agar tidak menyesal.” Pak Guska kemudian mengeluarkan kertas dan pena dari dalam laci. “Kalau sudah siap, saya akan mencatatnya.”

Ami pun mencoba memikirkannya matang-matang. “Bagaimana kalau … taman hiburan?”

Pak Guska mengangguk seraya mencatat. “Oke. Amusement park. Kamu ingin yang bagaimana?”

“Taman hiburan yang selama ini saya kunjungi … nggak pernah sebagus yang saya bayangkan. Maksud saya, saya mau yang ada tenda sirkusnya yang punya penampilan akrobatik. Atau yang punya panggung tari. Ada banyak wahana yang di luar nalar juga–tapi jangan terlalu aneh biar saya nggak terlalu kaget.”

Seraya mencatat, Pak Guska mengangguk-angguk seolah benar-benar mengerti. “Sekali lagi saya tekankan, Mimpi & Co. mungkin tidak sepenuhnya sesuai harapan kamu, tapi kami janji ini akan jadi pengalaman luar biasa buat kamu.”

Pak Guska lalu meremas kertas yang berisi tulisannya, menggulungnya seperti bola, lalu mengurainya lagi. Saat di urai, kertas itu berubah menjadi sebuah kartu berisi nama tempat dan alamat–lalu ia berikan kepada Ami.

“Sampai jumpa nanti malam,” ujar Pak Guska.

Ami membaca nama tempat yang tertulis di kartu: MC Amusement Park. Alamatnya tampak familiar sehingga Ami tidak kesulitan mencarinya saat malam tiba. Malam ini saat Ami tiba di lokasi, di depan gerbang MC Amusement Park yang megah, Ami terpana kagum melihat betapa besarnya sepasang gerbang yang terbuka. Ada patung kepala badut besar di atas gerbang yang bergerak menoleh ke kanan dan ke kiri kemudian mengangguk di setiap sisinya seakan sedang menyambut pengunjung. Namun, Ami juga heran karena alamat itu seharusnya tidak terbangun taman hiburan, melainkan tempat pemakaman umum di kotanya. Wahana yang paling mencolok saat dilihat dari luar adalah roller coaster dengan rel transparan yang meliuk berkilauan dan komidi putar yang sangat besar dan tinggi penuh cahaya. Begitu masuk, Ami tetap terkejut dengan segala keanehan yang memenuhi ruang hiburan itu. Pasalnya, semua pengunjung yang berjumlah ratusan–mungkin ribuan–termasuk pegawai di taman hiburan, adalah Pak Guska. Ya! Semuanya Pak Guska.

Ami mengerjapkan mata beberapa kali sebelum kembali melihat sekelilingnya yang ramai suara manusia–yang semuanya Pak Guska–dan suara musik. Penjual tiket adalah Pak Guska, penjual permen kapas juga Pak Guska, pembeli es krim yang memakai bando telinga kucing juga Pak Guska, penari balet di salah satu panggung juga Pak Guska, penjual hot dog pun Pak Guska.

“Mana Pak Guska yang asli?” tanya Ami kepada mereka semua.

Pertanyaan Ami seketika membuat semuanya diam. Suasana seketika menjadi sunyi–semuanya berhenti termasuk suara musik bahkan setiap wahana pun berhenti bergerak untuk sesaat. Ami menatap sekeliling lalu terkejut saat mendapati seluruh Pak Guska telah menoleh padanya, lalu mereka menjawab pertanyaan Ami serentak.

“Kita semua asli kok!”

Setelah sahutan itu, musik kembali menyala, semua wahana kembali bergerak dan masing-masing Pak Guska kembali ke aktivitasnya yang berbeda-beda. Ami merasa sedang terjebak dalam kekonyolan Mimpi & Co. dan tidak menyangka kalau Mimpi & Co. akan mengantarkannya pada mimpi yang–sebenarnya bukan mimpi yang buruk, tapi juga bukan mimpi indah. Hanya saja, Ami merasa ini sedikit seram karena Pak Guska ada terlalu banyak. Bagaimana kalau salah satunya adalah penyusup yang berupa monster yang menyamar?

Ami beranjak berdiri kemudian mendekati salah satu Pak Guska secara acak dan tiba-tiba bertanya, “Nama saya siapa?”

Pak Guska yang ditanya menjawab, “Ameeza Genesis.”

Ami pun mendekati Pak Guska yang lain–kali ini penjual hot dog. “Saya bayar pakai apa ke Mimpi & Co.?” tanyanya segera setelah menyerobot antrian yang semuanya Pak Guska.

Penjual hot dog itu tertawa sebelum menjawab, “Hahaha,” lalu ekspresinya tiba-tiba berubah serius saat berkata, “Mawar.”

Jawabannya benar, tapi Ami masih tidak percaya kalau semuanya adalah Pak Guska asli. Sasaran selanjutnya adalah Pak Guska yang bertingkah seperti anak-anak–yang memakai seragam SD sambil berjalan kekanakkan dan sambil makan permen kapas. Ami mencegatnya dan segera memberi pertanyaan.

“Salah satu cowok di mimpi saya yang punya kafe, namanya siapa?”

Pak Guska berseragam SD itu menjawab, “Aseli Ganteng Sekali.” Setelah jawaban itu, dia berlari menghindari Ami seraya berseru, “Mama … !” lalu menghampiri Pak Guska yang mengenakan dress wanita, berambut panjang dan membawa tas tangan.

Ami segera berpaling dari pemandangan super aneh itu dan segera melempar pandangannya ke arah lain–ke arah komidi putar yang berputar dengan indah karena memiliki lampu kelap-kelip yang menghiasi langit malam. Saat Ami akan menuju kesana, Ami mendengar suara seorang pria asing karena yakin bukan milik Pak Guska. Ami pun menoleh lalu menemukan seorang pria yang berbeda–satu-satunya pria yang bukan Pak Guska–di tempat permainan tembak dan baru saja memenangkan hadiah berupa boneka beruang besar.

Ami dikejutkan dengan kehadiran dua Pak Guska di kanan dan kirinya. Keduanya tiba-tiba memberitahu sekaligus memerintahkan Ami sesuatu.

“Habis ini kamu disamperin lho,” kata Pak Guska di sebelah kanan.

Yang sebelah kiri menyambung, “Mimpi kamu yang lain udah muncul. Siapin mental!”

Ami justru menanyakan sesuatu yang berlawanan topik, “Pak, tempat ini kan harusnya kuburan? Kok malah dijadiin kayak gini? Memangnya nggak takut sama jenazah-jenazah yang dikubur di sini?”

Pak Guska sebelah kiri menjelaskan, “Tenang! Sudah dapat izin kok. Semua jenazah di sini udah tanda tangan buat menyetujui Mimpi & Co. memakai tempat ini satu malam aja. Tuh, lihat!” Dia menunjuk sesuatu dengan dagu.

Ami menoleh ke arah yang ditunjuk. Di sebelah kanannya, Pak Guska tengah memegang sebuah gulungan besar yang sangat tebal. Gulungan itu, katanya, berisi tanda tangan para jenazah yang dikubur di sana. Dengan sengaja, Pak Guska menjatuhkan ujung bawahnya ke lantai sementara tetap menggenggam sisi atas. Gulungan itu pun menggelinding, terbuka perlahan seperti karpet penyambut tamu terhormat. Ami tak bisa melihat di mana ujungnya berakhir–tersembunyi di balik kaki-kaki para pengunjung yang semuanya adalah Pak Guska. Ami bergidik ngeri. Mimpinya kali ini terasa berbeda, seperti disisipi nuansa horor yang tidak diharapkan.

“Lho? Kamu Ami, kan?” tanya pria asing yang barusaja memenangkan boneka beruang.

Ami baru sadar kalau pria itu ternyata menghampirinya. Tiba-tiba salah satu Pak Guska mendorongnya agar mendekat kearah pria asing itu. Ami ingin protes kepada para Pak Guska yang mendorongnya, tapi tidak punya kesempatan karena tiba-tiba dia diberi sebuah boneka, boneka beruang besar hasil kemenangan permainan menembak.

“Buat kamu, Ami,” kata pria itu.

Ami bingung. “Kakak kenal aku?” tanyanya.

Pria itu mengangguk. “Kita satu kampus. Sebenarnya dari kemarin aku ada niatan mau deketin kamu, tapi selalu kecolongan. Ada aja kebetulannya–keduluan orang lain terus. Aku pernah mau nyamperin kamu, tapi waktu itu–di perpus–malah Pasha nyamperin kamu duluan. Di halaman kampus juga Ron tiba-tiba bawa kamu pakai motor. Mereka temen aku semua, by the way. Kalau boleh tahu, kamu ada hubungan apa sama mereka? Atau cuma temen aja? Gawat nih kalau mereka naksir kamu–soalnya aku juga udah naksir kamu dari lama.”

Terjadi lagi. Ami terdiam. Mimpinya lagi-lagi saling kenal. Mungkinkah semua mimpinya terhubung seperti rasi bintang?

Diam-diam Ami bertanya kepada Pak Guska terdekat. “Kok dia tahu saya ketemu Kak Pasha sama Kak Ron?”

Pak Guska menjawab dengan bisikan, “Saat sesama mimpi tidak terlibat, mereka akan mengenal siapapun yang mereka kenal di dunia nyata. Tapi kalau keduanya atau bahkan semuanya terlibat denganmu, mereka akan terjebak dalam mimpi dan tidak akan saling mengenal satu sama lain.”

Ami mengangguk mengerti seraya menatap mimpi yang baru didatangkan.

[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Will Gates
1244      740     7     
Short Story
Persamaan Danang dan Will Gates: Sama-sama didrop-out dari sekolah. Apa itu artinya, Danang bisa masuk ke dalam daftar salah satu dari 100 orang terkaya di dunia versi majalah Corbes?
Teman Berakhir (Pacar) Musuhan
740      454     0     
Romance
Bencana! Ini benar-benar bencana sebagaimana invasi alien ke bumi. Selvi, ya Selvi, sepupu Meka yang centil dan sok imut itu akan tinggal di rumahnya? OH NO! Nyebelin banget sih! Mendengar berita itu Albi sobat kecil Meka malah senyum-senyum senang. Kacau nih! Pokoknya Selvi tidak boleh tinggal lama di rumahnya. Berbagai upaya buat mengusir Selvi pun dilakukan. Kira-kira sukses nggak ya, usa...
Praha
302      184     1     
Short Story
Praha lahir di antara badai dan di sepertiga malam. Malam itu saat dingin menelusup ke tengkuk orang-orang di jalan-jalan sepi, termasuk bapak dan terutama ibunya yang mengejan, Praha lahir di rumah sakit kecil tengah hutan, supranatural, dan misteri.
Kesempatan
20128      3209     5     
Romance
Bagi Emilia, Alvaro adalah segalanya. Kekasih yang sangat memahaminya, yang ingin ia buat bahagia. Bagi Alvaro, Emilia adalah pasangan terbaiknya. Cewek itu hangat dan tak pernah menghakiminya. Lantas, bagaimana jika kehadiran orang baru dan berbagai peristiwa merenggangkan hubungan mereka? Masih adakah kesempatan bagi keduanya untuk tetap bersama?
I Found Myself
42      38     0     
Romance
Kate Diana Elizabeth memiliki seorang kekasih bernama George Hanry Phoenix. Kate harus terus mengerti apapun kondisi Hanry, harus memahami setiap kekurangan milik Hanry, dengan segala sikap Egois Hanry. Bahkan, Kate merasa Hanry tidak benar-benar mencintai Kate. Apa Kate akan terus mempertahankan Hanry?
Kaca yang Berdebu
94      75     1     
Inspirational
Reiji terlalu sibuk menyenangkan semua orang, sampai lupa caranya menjadi diri sendiri. Dirinya perlahan memudar, seperti bayangan samar di kaca berdebu; tak pernah benar-benar terlihat, tertutup lapisan harapan orang lain dan ketakutannya sendiri. Hingga suatu hari, seseorang datang, tak seperti siapa pun yang pernah ia temui. Meera, dengan segala ketidaksempurnaannya, berjalan tegak. Ia ta...
Supardi dan Supangat
1781      814     1     
Humor
Ini adalah kisah Supardi dan Supangat si Double S yang Bermukim di Kampung Mawar. Keduanya bagaikan GALIH DAN RATNA yang selalu bersama mengukir kenangan (ceuilehh.. apasih) Terlahir dari rahim yang berbeda tetapi takdir mempertemukan mereka dengan segala ke-iba-an yang melanda
Kainga
1153      680     12     
Romance
Sama-sama menyukai anime dan berada di kelas yang sama yaitu jurusan Animasi di sekolah menengah seni rupa, membuat Ren dan enam remaja lainnya bersahabat dan saling mendukung satu sama lain. Sebelumnya mereka hanya saling berbagi kegiatan menyenangkan saja dan tidak terlalu ikut mencampuri urusan pribadi masing-masing. Semua berubah ketika akhir kelas XI mereka dipertemukan di satu tempat ma...
Crusade
95      62     0     
Fantasy
Bermula ketika Lucas secara tidak sengaja menemukan reaktor nuklir di sebuah gedung yang terbengkalai. Tanpa berpikir panjang, tanpa tahu apa yang diperbuatnya, Lucas mengaktifkan kembali reaktor nuklir itu. Lucas tiba-tiba terbangun di kamarnya dengan pakaian compang-camping. Ingatannya samar-samar. Semuanya tampak buram saat dia mencoba mengingatnya lagi. Di tengah kebingungan tentang apa...
Segitiga Sama Kaki
588      415     2     
Inspirational
Menurut Phiko, dua kakak kembarnya itu bodoh. Maka Phiko yang harus pintar. Namun, kedatangan guru baru membuat nilainya anjlok, sampai merembet ke semua mata pelajaran. Ditambah kecelakaan yang menimpa dua kakaknya, menjadikan Phiko terpuruk dan nelangsa. Selayaknya segitiga sama kaki, sisi Phiko tak pernah bisa sama seperti sisi kedua kakaknya. Phiko ingin seperti kedua kakaknya yang mendahu...