Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mimpi & Co.
MENU
About Us  

Saat akan berangkat kuliah keesokkan harinya, Ami mendapati ada sebuah payung merah jambu di teras rumahnya. Saat itu juga, dia baru sadar kalau di luar ternyata gerimis. Seingatnya, dia tidak punya payung berwarna merah muda. Mungkinkah payung baru yang dibeli orang tuanya? Tanpa pikir panjang, Ami membawanya berangkat kuliah karena coraknya cantik dan dia menyukainya.

Setelah memasuki area kampus, Ami tanpa sengaja menjatuhkan tasnya ke dalam genangan air. Ia buru-buru memungutnya sebelum air sempat meresap ke barang-barang di dalamnya. Sebelum masuk kelas, Ami menyempatkan diri ke kamar mandi untuk membersihkan tas sekadarnya dan mengeringkannya dengan tisu. Saat tiba di kelas, seorang koordinator kelas tiba-tiba menghampirinya dan menyerahkan sebuah tas selempang yang modelnya mirip dengan milik Ami. Tanpa banyak bicara, Ami menerimanya, meski tak mengerti maksud sebenarnya.

“Kok lo bisa kenal Kak Ron juga sih? Kemarin juga ajaib banget. Kok bisa cewek kayak lo kenal sama Kak Axel?”

Ami bingung. “Ron siapa?”

“Yang ngasih lo tas ini.”

“Ini? Buat gue? Ron siapa sih?”

“Sumpah lo nggak tahu Kak Ron? Kak Ronin Fannan? Anak teknik yang jadi anggota band juga.”

Ami tidak tahu, tapi ia mulai menduga bahwa lelaki itu adalah salah satu mimpinya. Dugaan itu semakin kuat ketika saat jeda kuliah, Ami merasa haus dan berniat pergi ke kantin. Namun, sebelum sempat melangkah jauh, seorang lelaki datang dari belakang dan tiba-tiba meraih tangannya–memaksanya menerima sekaleng kopi, lalu berlalu begitu saja tanpa sepatah kata. Ami terpaku. Ia memang haus, tapi pikirannya bukan tertuju pada kopi. Tak lama kemudian, lelaki itu kembali, mengambil kopi dari tangan Ami, dan menggantinya dengan sebotol air mineral. Lalu ia pergi lagi, sama cepatnya. Apa dia Ron? Pikir Ami.

Sepulang kuliah, Ami duduk sendirian di taman, memikirkan Ron yang tiba-tiba muncul dan memenuhi setiap keinginannya. Mantap! Bisa baca pikiran. Mimpi & Co. memang luar biasa, batinnya. Tapi, tak ada salahnya jika Ami sedikit mempermainkannya, bukan? Toh ini hanya mimpi dan dia hanya perlu membayangkan apa pun yang ia inginkan.

Akibat ulahnya, Ron terus bolak-balik membawa berbagai hal: burger saat Ami merasa lapar, jaket saat Ami kedinginan, dan jus saat Ami tiba-tiba ingin minum. Bahkan ketika Ami meminta dipesankan ojek online, Ron malah muncul mengendarai motor besarnya. Ami sempat pangling–wajah Ron tersembunyi di balik kaca helm–namun pakaian yang dikenakannya tidak berubah: kaos hitam dan celana jeans lusuh dengan robekan kecil di lutut kanan. Itu cukup untuk membuat Ami yakin bahwa itu Ron.

“Naik!” perintah Ron.

Ami yang berdiri yang di tepi jalan masih kebingungan. “Aku mintanya ojol kok.”

Mendengar ucapan Ami, Ron buru-buru melepas helmnya. Rambutnya yang menutupi tengkuk seketika berantakan, lalu ia merapikannya seadanya dengan tangan dan jari-jarinya. Ami tertegun. Ia tak mengerti–kenapa penampilan berantakan seperti itu justru membuat Ron terlihat semakin keren? Ami pun bersiap mendengar kalimat-kalimat manis seperti yang biasa dilontarkan Axel atau Pasha. Namun, tatapan tajam Ron justru membuatnya ciut sehingga tanpa sadar mundur selangkah. Saat Ron akhirnya bersuara, Ami nyaris terperanjat. Ia kesulitan menebak–apakah nada suaranya itu tegas, atau justru ketus?

“Berhenti ngrepotin gue!” kata Ron disertai sorot mata tajam penuh penghakiman.

Mendapat tuduhan seperti itu, Ami tidak ingin diam. Selain menyebalkan, Ami juga tidak suka terus dihakimi.

Ami melawan. “Aku dari tadi nggak minta! Kak Ron yang datang sendiri bawain ini-itu!”

“Lo lahir juga udah salah!” ketus Ron.

Kalimat itu hampir membuat Ami menangis. Ami sangat sensitif dengan kalimat-kalimat semacam itu, tapi Ron mengatakannya di muka umum, di tepi jalan dimana banyak orang berlalu-lalang.

Ron melanjutkan, “Gara-gara lo lahir ke dunia, gue jadi jatuh cinta! Dunia gue jadi lebih indah! Tapi nyatanya nggak cuma gue kan yang jatuh cinta sama lo? Lo kemarin nge-date sama siapa? Ngaku!”

Itu sangat di luar dugaan. Ami terhenyak. Ami juga sensitif terhadap kalimat semacam itu, tapi dalam konteks yang berlawanan. Ada sedikit celah cahaya dari mimpi yang diberikan Mimpi & Co.–yang sempat Ami pikir sangat jahat karena tidak nyata dan menyeret manusia asli ke mimpinya. Namun, Ami jadi tahu rasanya dihargai dan dicintai. Dengan Mimpi & Co., Ami merasakan menjadi seseorang yang begitu diinginkan oleh orang lain. Mungkin mimpi ini konyol dan tidak nyata, tapi sarat makna dan pelajaran. Ami menangis di tempat. Dia menunduk menitikkan air mata, tapi Ron tidak menurunkan nada bicara meskipun perempuan yang ditaksirnya tengah menangis di hadapan.

“Cengeng banget deh heran gue.”

Hari ini, Ami bersedia diantar pulang oleh Ron. Hal tersebut membuat Ron mengetahui alamat Ami. Sehingga keesokkan harinya, sebelum berangkat kuliah, Ron datang lagi untuk menjemputnya. Ami kaget karena Ron sudah berdiri di halaman rumahnya begitu dia keluar rumah.

Ron ternyata menjemput tanpa motor. Saat ditanya Ami kenapa tidak pakai motor, Ron menjawab dengan dingin seperti biasa. Ron memberitahu bahwa membawa motor ke tempat yang berjarak dekat hanya akan membuang-buang bahan bakar. Lagi-lagi Ami tersentil dan merasa tersinggung apalagi kemarin Ron mengantarnya pulang. Namun, karena Ron saat ini sedang dalam pengaruh Mimpi & Co. yang mengisi mimpinya, Ami jadi merasa kalau dirinyalah yang seharusnya merasa berkuasa dalam setiap interaksi mereka. Maka, seketus apapun Ron, Ami akan tetap berusaha melawan.

“Iya nanti aku beliin bahan bakar!” ketus Ami begitu selesai memakai sepatu.

Ron menimpali dengan temperamennya yang menyebalkan. “Bagus tuh. Isi penuh, ya?” Ron kemudian berjalan lebih dulu dari Ami. Karena Ami tidak kunjung menyusul, dia berseru lagi. “Buruan! Lelet amat sih lo! Keong lo? Kura-kura?”

Mendengar seruan itu, Ami secara otomatis berlari seolah dia sudah terbiasa menuruti perintah–meskipun pada akhirnya dia menyesal: Kenapa harus lari? Saat Ami sudah berjalan sejajar di samping Ron, Ami melirik marah. Namun, pria yang dilihatnya saat ini hanya tersenyum miring, menoleh sebentar lalu berpaling. Sikap itu membuat Ami semakin kesal karena Ron justru terlihat semakin memesona.

Di tengah jalan menuju kampus, Ron bertanya heran, “Kalau jarak lo ke kampus sedekat ini, lo ngapain kemarin nyuruh gue pesen ojol?”

Ami menoleh dan mendapati kening Ron tengah mengerut heran. Haruskah Ami menjelaskan yang sebenarnya? Kemarin Ami hanya bermain-main karena Ron adalah salah satu mimpi yang dikirim oleh Mimpi & Co. Jika Ami benar-benar mengatakan itu, memangnya Ron akan percaya? Ami segera mencari alternatif lain.

“Kapan aku nyuruh Kak Ron? Kapan aku bilangnya?” tanya Ami.

Ron turut bingung. “Iya juga, ya? Kapan, ya?”

“Ngimpi kali!” ketus Ami seraya berlari menyebrang jalan yang sudah sepi. “Udah, ya? Makasih udah jemput. Makasih juga kemarin udah nganterin. Aku masuk dulu. Dah!” Ami berlari menuju pintu gerbang universitas di depan mata yang telah terbuka lebar.

“Gue bisa kok nganterin lo sampai ke kelas!” seru Ron yang sudah buru-buru ditinggal.

Di ambang gerbang, Ami berhenti sebentar untuk berbalik menghadap Ron dan balas berseru, “Nggak mau! Nanti teman sekelasku heboh!”

Dan selepas kelas sore, rencana Ami untuk mengunjungi Pak Guska tiba-tiba gagal. Karena di tengah jalan, Ami dikejutkan dengan Ron yang tiba-tiba datang menghadangnya dengan motor dan mengepungnya bersama motor-motor lain yang ternyata teman-temannya–dua di antaranya membawa tas gitar termasuk Ron. Apa ini?

“Oh, ini ceweknya Ron?” tanya seorang perempuan–salah satu teman Ron yang membonceng salah satu motor.

Ami tidak bisa kemana-mana karena telah dikepung oleh sekitar lima motor. Ron tiba-tiba turun dari motornya dan menghampiri Ami seraya membawa helm lain yang kemudian ia pakaikan ke kepala Ami.

“Malem ini lo ikut gue,” katanya..

“K-kemana?” tanya Ami.

“Ikut aja! Nggak usah bawel!”

Tangan Ami diseret menuju motor. Ron naik lebih dulu lalu Ami diminta membonceng. Ami buru-buru menuruti sebelum Ron galak lagi.

Ami dibawa melaju kencang seolah Ron sedang terburu-buru. Ami sampai meremas pakaian di pinggang Ron karena takut pegangannya lepas. Namun, Ron melepaskan tangan kirinya dari stang sekadar untuk menarik satu persatu tangan Ami agar melingkar di pinggangnya untuk berpegangan. Saat Ami menarik tangannya, Ron akan kesal dan menarik tangan Ami kembali. Bohong jika Ami bilang tidak senang diperlakukan begitu–karena ini adalah pertama kalinya Ami merasa sangat diinginkan oleh seseorang.

Dalam perjalanan itu, motor Ron memimpin motor yang lainnya–Ron melaju di barisan terdepan. Ami tidak nyaman karena ia jadi merasa diperhatikan oleh teman-teman Ron yang melaju di belakang. Tampaknya Ron masih bisa membaca pikiran Ami. Ron tiba-tiba menambah kecepatan motornya dan melaju lebih kencang meninggalkan teman-temannya. Tanpa sadar, Ami pun semakin erat berpegangan. Tidak hanya berpegangan, tapi Ami memeluk Ron dari belakang. Sekarang Ami mengerti kenapa mimpi tidak seharusnya menjadi nyata: karena yang adiktif selalu berbahaya.

Lokasi yang menjadi tujuan Ron ternyata sebuah lapangan besar dengan panggung musik yang telah dibangun di salah satu sisi. Ami pikir Ron sedang mengajaknya menonton konser. Ternyata dugaannya itu hanya setengah benar. Ami terperangah saat Ron mengaku kalau band-nya akan berpartisipasi dengan menyumbang tiga lagu.

Ami diajak ke ruang tunggu artis di belakang panggung–tempat band Ron menunggu giliran. Di sana, Ami diminta duduk di samping Ron yang sedang berlatih gitar. Sangat keren, pikir Ami. Meskipun sedikit garang, Ami tidak melihat celah lain yang menjadi keburukan Ron. Sejauh ini, keanehan Ron di mimpinya juga hanya membaca pikiran.

Saat band Ron akan tampil, dua teman perempuan Ron mengajak Ami untuk pergi ke depan panggung dan bergabung dengan para penonton. Ron meminta dua teman perempuannya itu untuk menjaga Ami seolah Ami adalah tawanan yang tidak boleh kabur. Saat musik dari band Ron dimulai, suasana pun pecah. Ami turut berteriak selayaknya penonton. Lagu yang dibawakan sangat menyenangkan sehingga Ami ikut melompat-lompat menikmati musik dan sesaat melupakan dunia. Rasanya benar-benar seperti pesta.

Ron tampak makin keren saat bermusik di atas panggung. Dia menjadi vokalis sekaligus gitaris. Ami mengakui kalau Ron memiliki banyak pesona. Ron bernyanyi sepenuh hati seolah dia telah mengerahkan seluruh jiwanya. Di lagu terakhir yang dibawakan, Ron tiba-tiba meninggalkan gitarnya di panggung lalu melompat turun dari panggung. Penonton semakin berteriak saat Ron berjalan ke area penonton untuk menjemput Ami. Batin Ami terkejut: Hah?

Ron mengulurkan tangan kepada Ami, dan Ami segera berpikir kilat: Haruskah aku menerimanya? Karena sedang disaksikan banyak mata, sepertinya akan terlalu kejam kalau Ami menolak. Jadi, Ami menerima uluran tangan itu dan menggenggamnya. Namun ternyata, Ron menarik Ami ke atas panggung.

Ami tercengang saat tahu kalau dirinya dibawa ke panggung. Ami dibawa ke pusat konser padahal dia sangat tidak siap menjadi pemeran utama–cukup Ron saja. Penonton semakin bersorak begitu lagu berakhir kemudian Ron berlutut di hadapan Ami sambil menatap Ami penuh harapan. APA INI????!!!

Dengan mikrofon, Ron melontarkan sebuah pertanyaan, “Ami, apa kamu bersedia … jadi pacarku?"

TUHAN …! TOLONG …! Ami tidak bisa mengatasi ini. Ami terdiam di tengah suara riuhnya penonton. Penonton yang awalnya hanya meneriakan sorakan-sorakan tak berarti, tiba-tiba beralih menjadi: Terima! Terima! Terima!

Ami bingung–super bingung. Karena mimpi ini terlalu indah? Bukan. Karena mimpinya terlalu rumit? Bukan juga–tapi karena ini hanya mimpi. Mimpinya terlalu sempurna dan berbanding terbalik dengan kehidupannya yang nyata. Ami benar-benar ingin hidup dalam mimpi saja.

Menolak seseorang di hadapan banyak orang juga kejam, bukan? Lalu apa yang harus Ami lakukan? Sudahlah. Lakukan apa saja. Lagipula ini hanya mimpi.

Ami pura-pura pingsan.

[]

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
SEBOTOL VODKA
653      378     3     
Mystery
Sebotol vodka dapat memabukanmu hingga kau mati...
Darah Dibalas Dara
619      351     0     
Romance
Kematian Bapak yang disebabkan permainan Adu Doro membuat Dara hidup dengan dihantui trauma masa lalu. Dara yang dahulu dikenal sebagai pribadi periang yang bercita-cita menjadi dokter hewan telah merelakan mimpinya terbang jauh layaknya merpati. Kini Dara hanya ingin hidup damai tanpa ada merpati dan kebahagiaan yang tiada arti. Namun tiba-tiba Zaki datang memberikan kebahagiaan yang tidak pe...
Catatan Takdirku
1021      658     6     
Humor
Seorang pemuda yang menjaladi hidupnya dengan santai, terlalu santai. Mengira semuanya akan baik-baik saja, ia mengambil keputusan sembarangan, tanpa pertimbangan dan rencana. sampai suatu hari dirinya terbangun di masa depan ketika dia sudah dewasa. Ternyata masa depan yang ia kira akan baik-baik saja hanya dengan menjalaninya berbeda jauh dari dugaannya. Ia terbangun sebegai pengamen. Dan i...
Hamufield
30239      3360     13     
Fantasy
Kim Junsu: seorang pecundang, tidak memiliki teman, dan membenci hidupnya di dunia 'nyata', diam-diam memiliki kehidupan di dalam mimpinya setiap malam; di mana Junsu berubah menjadi seorang yang populer dan memiliki kehidupan yang sempurna. Shim Changmin adalah satu-satunya yang membuat kehidupan Junsu di dunia nyata berangsur membaik, tetapi Changmin juga yang membuat kehidupannya di dunia ...
Rose The Valiant
4243      1432     4     
Mystery
Semua tidak baik-baik saja saat aku menemukan sejarah yang tidak ditulis.
Rumah Laut Chronicles
2674      1136     7     
Horror
Sebuah rumah bisa menyimpan misteri. Dan kematian. Banyak kematian. Sebuah penjara bagi jiwa-jiwa yang tak bersalah, juga gudang cerita yang memberi mimpi buruk.
Panggung Terakhir
362      238     0     
Short Story
Apa yang terlintas dipikiran kalian saat melihat pertunjukan opera? Penuh dengan drama? Bernilai seni yang tinggi? Memiliki ciri khas yang sangat unik? Dimana para pemain sangat berkarakter dan berkharisma? Sang Ratu Opera, Helena Windsor Saner, merupakan seorang gadis cantik dan berbakat. Jenius dalam musik, namun lebih memilih untuk menjadi pemain opera. Hidup dengan kepribadian ceria...
Putaran Waktu
956      603     6     
Horror
Saga adalah ketua panitia "MAKRAB", sedangkan Uniq merupakan mahasiswa baru di Universitas Ganesha. Saat jam menunjuk angka 23.59 malam, secara tiba-tiba keduanya melintasi ruang dan waktu ke tahun 2023. Peristiwa ini terjadi saat mereka mengadakan acara makrab di sebuah penginapan. Tempat itu bernama "Rumah Putih" yang ternyata sebuah rumah untuk anak-anak "spesial". Keanehan terjadi saat Saga b...
Bifurkasi Rasa
138      118     0     
Romance
Bifurkasi Rasa Tentang rasa yang terbagi dua Tentang luka yang pilu Tentang senyum penyembuh Dan Tentang rasa sesal yang tak akan pernah bisa mengembalikan waktu seperti sedia kala Aku tahu, menyesal tak akan pernah mengubah waktu. Namun biarlah rasa sesal ini tetap ada, agar aku bisa merasakan kehadiranmu yang telah pergi. --Nara "Kalau suatu saat ada yang bisa mencintai kamu sedal...
HABLUR
647      343     6     
Romance
Keinginan Ruby sederhana. Sesederhana bisa belajar dengan tenang tanpa pikiran yang mendadak berbisik atau sekitar yang berisik agar tidak ada pelajaran yang remedial. Papanya tidak pernah menuntut itu, tetapi Ruby ingin menunjukkan kalau dirinya bisa fokus belajar walaupun masih bersedih karena kehilangan mama. Namun, di tengah usaha itu, Ruby malah harus berurusan dengan Rimba dan menjadi bu...