Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Yourself for A2
MENU
About Us  

Bab 1
Versi Aku yang Belum Pernah Kudengar 

Sebelum Arlyn memutuskan untuk belajar mencintai dunia, ia juga harus belajar berdamai dengan suara yang selama ini menenggelamkannya. Tidak ada yang benar-benar tahu kapan Arlyn mulai menarik perhatian semua orang. Mungkin saat dia pertama kali melangkah ke aula sekolah dengan langkah pasti dan senyum tipis yang nyaris tak terjamah. Atau mungkin sejak ia duduk di kafe itu setiap sore, membaca buku yang sama berulang kali, seolah menyimpan sesuatu yang lebih dari sekadar halaman-halaman cerita.

Jelas, semua orang menyukainya. Arlyn selalu tampak tenang, nyaris tak tersentuh masalah. Ia ramah, tapi tak pernah terlalu dekat. Hadir, tapi selalu terasa jauh. Di mata banyak orang, Arlyn menjadi sebuah jawaban atas doa terbaik semua guru dan panutan bagi siswa lain. Ia selalu datang tepat waktu, nilai-nilainya nyaris sempurna, prestasinya mengisi papan mading sekolah. Ia bisa menyusun kalimat diplomatis dalam forum debat, tapi juga piawai menyapa guru dengan sopan dan membuat mereka merasa dihargai.

Namun tidak satu orang pun tahu apa yang sebenarnya terjadi dibalik mata yang menatap kosong setiap kali senja datang. Karena Arlyn bukan hanya teka-teki. Ia adalah rahasia yang tak semua orang siap untuk membukanya. Namun disaat Andrea datang akhirnya dia mencoba mengubah segalanya.

Setiap pagi, Arlyn memulai harinya lebih awal dari kebanyakan teman-temannya. Bukan untuk menikmati pagi, tetapi karena ia harus memastikan semuanya sempurna. Mulai dari rambut yang di sisir rapi, catatan yang lengkap, ekspresi wajah yang meyakinkan bahwa ia baik-baik saja.

Ia melangkah ke sekolah dengan punggung tegak dan senyum yang seolah tak pernah patah. Di ruang kelas, Arlyn bukan hanya hadir secara fisik, tetapi juga hadir dalam setiap diskusi, setiap lembar tugas, dan setiap agenda kegiatan OSIS.

“Hebat banget kamu, Ar! Bisa ngatur waktu gitu gimana, sih?” tanya Santi.
Ar hanya tertawa kecil, “Biasa aja, kok. Nikmati aja prosesnya.”

Padahal, di balik meja belajar di kamarnya, ada sticky notes penuh jadwal yang saling tumpang tindih, ada secangkir kopi yang sering kali jadi saksi malam-malam panjang yang tak sempat ia nikmati sebagai remaja. Kadang-kadang, Arlyn memandangi langit-langit kamarnya sambil menahan tangis. Ia ingin berteriak, tapi suaranya tertelan oleh tuntutan-tuntutan yang terus berdatangan, "Kamu kan panitia inti", "Kamu harus jadi contoh", "Kamu pasti bisa", dan yang paling sering "Arlyn, tolong, ya?"

Sampai akhirnya, pada suatu sore di bulan April, tubuh Arlyn menggigil saat baru keluar dari ruang rapat OSIS. Ia menepi ke lorong belakang sekolah, tempat yang sepi, dan untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia menangis. Tangisnya bukan karena satu hal besar, tetapi karena kelelahan yang menumpuk tanpa pernah diberi ruang untuk rehat.

Tapi, berbeda sekali dengan Sanny yang keluar dari lapangan sekolah dengan langkah pelan, headphone terpasang di telinga bukan karena ingin mendengarkan musik, tapi untuk memberi alasan agar tidak harus berbicara dengan siapa pun. Di taman, suara tawa dan obrolan teman-teman terasa seperti gema yang jauh. Ia duduk di bangku panjang, membuka buku pelajaran, tapi matanya tak benar-benar membaca.

Sam datang lima menit setelah bel istirahat. Seperti biasa, wajahnya tenang, rambut sedikit acak, dan tas kanvas yang penuh kertas sketsa di tangan. Ia tak banyak bicara, tapi cukup peka untuk tahu saat suasana Sanny sedang tidak baik.

“Masih mikirin yang kemarin?” tanyanya pelan, cukup untuk didengar hanya oleh Sanny.

Sanny hanya mengangguk.

Tak lama, Eva muncul dengan semangat yang seperti biasa. Rambutnya dikuncir dua, dan tangannya membawa dua roti isi. “Aku bawa lebih. Mau, Ny?” tanyanya sambil duduk di sebelah mereka.

Sanny tersenyum tipis. “Makasih.”

Eva memandang mereka berdua bergantian. “Kita masih lanjut sore ini, kan? Di taman belakang rumah Sanny. Kayak kemarin.”

Sam mengangguk. “Aku mau lanjut gambar.”

“Aku mungkin bakal nulis,” ucap Sanny pelan, tapi lebih yakin dari sebelumnya.

Dan begitu bel istirahat usai, mereka bertiga melangkah ke kelas seperti biasa. Tapi hari itu, Sanny merasa sedikit lebih ringan. Bukan karena masalahnya hilang, tapi karena ia tahu, sore nanti, akan ada dua orang yang menemaninya untuk menjadi dirinya sendiri.

***

Arlyn menyadari bahwa dunia yang dihadapinya terlalu ramai. Terlalu banyak suara yang menuntut, terlalu banyak ekspektasi yang berteriak. Ia tak pernah diajarkan bagaimana cara menolak, karena sejak awal ia dibentuk untuk menjadi "andalan".

Malam itu, ia menuliskan sesuatu dalam jurnal pribadinya. "Apa jadinya jika aku berhenti menjadi Arlyn yang mereka harapkan? Apa aku masih akan dicintai, atau aku akan dilupakan?"

Keesokan harinya, Arlyn datang ke sekolah seperti biasa. Tapi kali ini ada yang berbeda. Senyumnya tidak selebar biasanya. Namun saat Bu Mia memintanya untuk menjadi ketua panitia lomba berikutnya, ia mengangguk pelan dan berkata, “Saya butuh waktu untuk berpikir dulu, Bu.”

Bu Mia seketika tertegun. Begitu pula teman-temannya, tapi Arlyn tetap tenang. Ini pertama kalinya, ia membiarkan dirinya jujur bahwa ia lelah.

Dengan tangan gemetar, Arlyn mulai menulis: "Aku hidup dalam ramai yang tak pernah benar-benar mendengarkanku. Semua ingin aku bicara, tapi tak ada satu orang pun yang mau mendengar apa yang sebenarnya ingin kukatakan. Aku lelah jadi harapan semua orang. Aku bahkan tak tahu siapa aku sebenarnya."

Hari demi hari berlalu. Beberapa orang bertanya-tanya kenapa Arlyn tak seaktif dulu. Ada yang kecewa. Tapi perlahan, satu dua teman mulai menyukainya bukan untuk minta tolong, melainkan untuk bertanya, “Kamu nggak apa-apa, Ar?”

Dan meski jawabannya belum sepenuhnya “iya”, Arlyn tahu, ia sedang menuju ke sana.

"Aku lelah jadi versi Arlyn yang mereka suka," gumamnya, jemarinya gemetar saat meraih cangkir kopi yang sudah terlanjur dingin.

Sekarang, ia tetap menjadi Arlyn, tapi bukan yang sempurna di mata orang lain. Ia adalah Arlyn yang belajar menetapkan batas, Arlyn yang mulai menata ruang dalam dirinya, Arlyn yang tak selalu kuat dan tak apa-apa dengan itu. Karena di dunia yang terlalu ramai, kadang satu-satunya suara yang perlu didengar adalah suara hati sendiri.

#TWM25XBentang

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Trust Me
68      61     0     
Fantasy
Percayalah... Suatu hari nanti kita pasti akan menemukan jalan keluar.. Percayalah... Bahwa kita semua mampu untuk melewatinya... Percayalah... Bahwa suatu hari nanti ada keajaiban dalam hidup yang mungkin belum kita sadari... Percayalah... Bahwa di antara sekian luasnya kegelapan, pasti akan ada secercah cahaya yang muncul, menyelamatkan kita dari semua mimpi buruk ini... Aku, ka...
Reandra
1931      1138     67     
Inspirational
Rendra Rangga Wirabhumi Terbuang. Tertolak. Terluka. Reandra tak pernah merasa benar-benar dimiliki oleh siapa pun. Tidak oleh sang Ayah, tidak juga oleh ibunya. Ketika keluarga mereka terpecah Cakka dan Cikka dibagi, namun Reandra dibiarkan seolah keberadaanya hanya membawa repot. Dipaksa dewasa terlalu cepat, Reandra menjalani hidup yang keras. Dari memikul beras demi biaya sekolah, hi...
Kisah Cinta Gadis-Gadis Biasa
1141      562     2     
Inspirational
Raina, si Gadis Lesung Pipi, bertahan dengan pacarnya yang manipulatif karena sang mama. Mama bilang, bersama Bagas, masa depannya akan terjamin. Belum bisa lepas dari 'belenggu' Mama, gadis itu menelan sakit hatinya bulat-bulat. Sofi, si Gadis Rambut Ombak, berparas sangat menawan. Terjerat lingkaran sandwich generation mengharuskannya menerima lamaran Ifan, pemuda kaya yang sejak awal sudah me...
The Best Gift
42      40     1     
Inspirational
Tidak ada cinta, tidak ada keluarga yang selalu ada, tidak ada pekerjaan yang pasti, dan juga teman dekat. Nada Naira, gadis 20 tahun yang merasa tidak pernah beruntung dalam hal apapun. Hidupnya hanya dipenuhi dengan tokoh-tokoh fiksi dalam  novel-novel dan drama  kesukaannya. Tak seperti manusia yang lain, hidup Ara sangat monoton seakan tak punya mimpi dan ambisi. Hingga pertemuan dengan ...
Only One
1096      751     13     
Romance
Hidup di dunia ini tidaklah mudah. Pasti banyak luka yang harus dirasakan. Karena, setiap jalan berliku saat dilewati. Rasa sakit, kecewa, dan duka dialami Auretta. Ia sadar, hidup itu memang tidaklah mudah. Terlebih, ia harus berusaha kuat. Karena, hanya itu yang bisa dilakukan untuk menutupi segala hal yang ada dalam dirinya. Terkadang, ia merasa seperti memakai topeng. Namun, mungkin itu s...
Finding the Star
1333      956     9     
Inspirational
"Kamu sangat berharga. Kamu istimewa. Hanya saja, mungkin kamu belum menyadarinya." --- Nilam tak pernah bisa menolak permintaan orang lain, apalagi yang butuh bantuan. Ia percaya kalau hidupnya akan tenang jika menuruti semua orang dan tak membuat orang lain marah. Namun, untuk pertama kali, ia ingin menolak ajakan Naura, sahabatnya, untuk ikut OSIS. Ia terlalu malu dan tak bisa bergaul ...
Cinderella And The Bad Prince
1464      992     11     
Romance
Prince merasa hidupnya tidak sebebas dulu sejak kedatangan Sindy ke rumah. Pasalnya, cewek pintar di sekolahnya itu mengemban tugas dari sang mami untuk mengawasi dan memberinya les privat. Dia yang tidak suka belajar pun cari cara agar bisa mengusir Sindy dari rumahnya. Sindy pun sama saja. Dia merasa sial luar biasa karena harus ngemong bocah bertubuh besar yang bangornya nggak ketul...
Lepas SKS
182      157     0     
Inspirational
Kadang, yang buat kita lelah bukan hidup tapi standar orang lain. Julie, beauty & fashion influencer yang selalu tampil flawless, tiba-tiba viral karena video mabuk yang bahkan dia sendiri tidak ingat pernah terjadi. Dalam hitungan jam, hidupnya ambruk: kontrak kerja putus, pacar menghilang, dan yang paling menyakitkan Skor Kredit Sosial (SKS) miliknya anjlok. Dari apartemen mewah ke flat ...
My First love Is Dad Dead
55      52     0     
True Story
My First love Is Dad Dead Ketika anak perempuan memasuki usia remaja sekitar usia 13-15 tahun, biasanya orang tua mulai mengkhawatirkan anak-anak mereka yang mulai beranjak dewasa. Terutama anak perempuan, biasanya ayahnya akan lebih khawatir kepada anak perempuan. Dari mulai pergaulan, pertemanan, dan mulai mengenal cinta-cintaan di masa sekolah. Seorang ayah akan lebih protektif menjaga putr...
Behind The Spotlight
3413      1680     621     
Inspirational
Meskipun memiliki suara indah warisan dari almarhum sang ayah, Alan tidak pernah berpikir untuk menjadi seorang penyanyi, apalagi center dalam sebuah pertunjukan. Drum adalah dunianya karena sejak kecil Alan dan drum tak terpisahkan. Dalam setiap hentak pun dentumannya, dia menumpahkan semua perasaan yang tak dapat disuarakan. Dilibatkan dalam sebuah penciptaan mahakarya tanpa terlihat jelas pun ...