Loading...
Logo TinLit
Read Story - Andai Kita Bicara
MENU
About Us  

Hari yang biasa-biasa saja ditemani oleh rutinitas yang tidak berubah dari hari ke hari. Revan mengharapkan dirinya dapat menemukan perubahan baru dalam kehidupan SMAnya. Apakah memang se-membosankan ini? Maksudnya, bukan soal pertemanan atau kegiatan yang ia lakukan, tapi dia ingin merasakan pengalaman yang dapat diingat sampai nanti dia dewasa.

Revan ingin masa SMAnya berkesan bukan hanya dari teman-teman atau sekolahnya saja, tapi ada pengalaman lain. Pengalaman yang mungkin akan membuat Revan berani melangkah maju dikemudian hari.

 

Saat dirinya sedang bengong memikirkan hal-hal semacam itu, ia dikejutkan oleh salah satu temannya yang melempar gulungan kertas dari samping. 

Dia tertawa setelah melakukan itu padanya, dan Revan hanya nyengir sambil membalas lemparan tersebut.

"Bosen dah," keluhnya pada hari saat guru belum memasuki ruangan kelas waktu itu.

 

Entah karena apa dia memutuskan untuk mengelilingi kelas, tapi Revan yakin hari itu hatinya telah diatur oleh semesta agar ia melihat suatu keajaiban yang bukan dalam bentuk magis, tapi dalam sebuah karya seni dua dimensi.

 

Ia pun mulai berjalan pelan, berkeliling kelas tanpa tujuan. Beberapa bangku dilewati begitu saja, sampai matanya tertarik pada satu sosok di dekat jendela.

Alea.

Gadis itu duduk sendirian, sedikit membungkuk di atas buku gambar. Tangan kanannya bergerak lincah, tak terganggu oleh sekitarnya. Tak banyak yang menyadari kehadirannya pagi itu, dan mungkin memang Alea sedang tak ingin diperhatikan.

Revan tak berniat mengganggu, hanya berdiri beberapa langkah di belakang. Tapi matanya tertuju pada lembaran gambar yang sedang dikerjakan Alea.

 

Gambarnya… aneh, pikir Revan. Tidak seperti gambar manusia yang proporsional atau pemandangan yang jelas. Ini lebih seperti perasaan yang digambar. Garis-garis tak beraturan membentuk sesuatu yang samar—ada sosok di bawah pohon, latar malam dengan bintang berserakan, dan gelombang seperti pikiran yang tak tenang.

Gambar itu tak sempurna, tapi justru di sanalah letak keindahannya. Revan melihat emosi di balik setiap goresannya. Seolah Alea sedang menumpahkan isi kepalanya ke atas kertas.

 

Ia diam, tak menyapa dan tak berkomentar.

Tapi sejak hari itu, ada rasa penasaran kecil yang rasanya tumbuh.

 

Sepulang sekolah Revan mengambil satu lembar kertas HVS yang ia punya, mengambil pensil, dan mencoba untuk menggambar sedikit-sedikit. Hasilnya benar-benar tak memuaskan. Revan berpikir, mungkin ia harus memakai referensi untuk gambarannya. 

"Cari referensi di internet deh," ucapnya sembari mengotak-atik handphonenya. 

 

Ia bertemu satu referensi yang mudah, yaitu gambar buah-buahan dalam keranjang anyaman. Meski simpel, Revan ingin membuat gambarannya detail dan penuh makna— seperti punya Alea. Tapi jarinya tidak terlatih untuk hal menggambar. Garisnya begitu kaku, terdapat banyak bekas penghapus dari tiap coretan yang cacat sehingga menyebabkan kertas itu berbekas, dan tentu saja hasil akhirnya tak sesuai dengan ekspektasi Revan.

 

Dia membuang nafas berat dan meremukkan kertas tersebut, lalu membuangnya ke sembarang tempat. 

"Bodo lah," gumam Revan yang merasa menggambar bukan keahliannya. 

 

Namun meski begitu, Revan masih ingin belajar. Dia masih ingin menghasilkan gambaran seperti halnya Alea. Walau tak bagus dilihat oleh beberapa orang, tapi gambaran itu soal seni. Seni bisa dinikmati oleh mereka yang memahaminya. 

 

Diam-diam Revan mulai menyukai gambaran-gambaran kecil yang ia buat saat tak ada kerjaan. Asal ada pensil atau pulpen, dan kertas, ia akan menggambar apa saja yang ia pikirkan walau hasilnya memang amat buruk.

 

Suatu hari ia menyadari gambarannya yang tak berkembang. Ia merasa kesal, tapi tidak juga. Merasa ingin belajar, tapi tidak juga. Merasa ingin bisa, tapi tidak juga. 

Entahlah, ia pun bingung terhadap dirinya sendiri. 

 

Perlahan Revan tidak menggambar lagi. Ia justru hanya mencorat-coret menggunakan pensil atau pulpen yang ia punya dalam sebuah kertas kosong. Menggambar bola kusut, lengkungan-lengkungan tak jelas, garis-garis tanpa makna, itu semua untuk membantu Revan meredakan pikiran mumet di kepalanya.

 

Sampai entah dari kapan, ia mulai menulis kalimat-kalimat yang ingin ia sampaikan dalam kepalanya, lalu tulisan itu Revan timpa dengan bola-bola kusut sampai tulisannya tak terbaca lagi.

 

Merangkai kata sekarang jadi minatnya— walau hanya sekedar hal iseng untuk menenangkan pikirannya.

Kadang saat tak ada kerjaan di kelas, Revan menulis hal-hal yang ada dalam kepalanya seperti, 

'Lapar...Kapan pulang? Sekolah...besok...tugas...main...' 

Kata-kata yang tak berarti, tapi itu membuat Revan dapat merangkai kata dalam pikirannya. Perlahan ia mulai menyukai tulisan-tulisan yang mengandung makna tersirat. 

 

Lalu, apakah ini adalah minat bagi Revan? Ia tak yakin. Terkadang ia bisa menjadi sangat malas saat membaca kalimat-kalimat itu. Atau terkadang ia merasa aneh saat menulis atau memikirkan kalimat dalam pikirannya. 

"Lebay banget Van." ia berpikir orang-orang akan berkata seperti itu padanya, sehingga Revan tak berani untuk menunjukkan tulisannya pada orang lain. 

Lagi pula, tulisan ini bukan hal yang bisa dikembangkan olehnya, melainkan hanya media pelepasan emosi.

 

------

Sudah satu Minggu terlewati sejak kedekatan Revan dan Alea terjalin. Ternyata, kedekatan mereka hanya sampai sana. Tidak ada perkembangan signifikan. Revan pikir, ia akan bisa menjadi teman lelaki yang bisa dekat dengan Revan seperti teman lelaki lainnya di kelas. 

Ternyata hanya sampai sini.

 

Revan mengetuk-ngetuk pulpennya pada meja yang semakin lama semakin keras. Andre yang berada di sebelahnya merasa terganggu dan menutup telinga dengan kedua tangannya. 

 

"Aku harus apa biar deket lagi?" Pikirannya saat ini hanyalah bagaimana cara untuk dapat menjadi teman yang Alea akui. Apakah kemarin adalah trial kedekatan dengan Alea? Revan sangat kecewa dengan itu. 

 

Pikirannya terus-menerus memikirkan gadis manis yang sekarang tengah mengobrol dengan teman-temannya yang lain. Terdapat beberapa lelaki di sana, yang membuat Revan merasa tak nyaman melihatnya.

Ia pun tak tahu kenapa ia merasa tak nyaman di kelas pada saat itu. Dia berpikir hari itu sedang panas, tapi saat sudah menggunakan kipas angin kecil yang ia pinjam, masih saja ia merasa tak nyaman.

 

"Duh, ngerasa ga nyaman banget cuy," ucapnya sambil memikirkan apa yang membuatnya tak nyaman.

"Celana dalam lu noh, melerot," cetus Andre yang asal bicara namun dianggap serius oleh Revan. 

Ia pergi ke kamar mandi untuk membenarkan celana dalamnya yang sudah benar, lalu kembali lagi ke kelas. 

 

Andre yang penasaran pun bertanya, 

"Ngapain?"

"Benerin celana dalem." 

Andre merasa otak temannya ini ada sedikit konslet sehingga tak dapat menerima lelucon.

"Apa lelucon gua yang kurang lucu ya?" Pikir Andre.

Tak lama kemudian datanglah sobat Revan yang sedang membawa makanan dari kantin. Ia duduk di sebelah Revan dengan menarik salah satu kursi yang paling dekat dengannya.

Zaky memperhatikan Revan yang tengah kebingungan sendiri. Wajahnya seperti bertanya sesuatu yang ia sendiri tak paham.

"Kenapa Van?" tanya Zaky memastikan dia tak kenapa-kenapa.

"Aku ngerasa ga nyaman gitu, kenapa ya?" tanya Revan balik. Zaky dengan bercanda mengatakan,

"Oh, karena udah ga deket sama Alea?"

Revan dengan reflek memukul meja menggunakan telapak tangannya dengan keras, hal itu membuat ia diperhatikan oleh seluruh murid di kelas.

Revan yang diperhatikan hanya cengengesan pada orang-orang yang melihatnya.

"Kenapa dah?" Zaky tertawa oleh tingkah sobatnya itu sebelum sempat menyuapkan makanan ke dalam mulutnya.

"Kagak," timbal lelaki itu menahan malu.

 

Setelah percakapan itu, Revan kembali memperhatikan Alea dari jauh. Ia tampak seperti lukisan indah. Benar-benar indah. Sebuah mahakarya yang diciptakan oleh Tuhan. Bukan hanya dari parasnya saja, tapi juga sifatnya mewarisi malaikat-malaikat. Mungkin ia juga keturunan bidadari— terlihat dari cara bicaranya.

Revan menganggap Alea sempurna seperti itu. Ia tahu semua yang dia pikirkan soal orang yang ia sukai terlihat berlebihan, tapi ia juga merasa memang Alea sudah diciptakan seperti itu. Dan mungkin mata Revan lah yang dapat melihat secara jelas kesempurnaan Alea. 

 

Tapi ntah mengapa, kesempurnaan itu terasa sangat amat jauh. Seperti rasanya tak dapat tergapai oleh dirinya sendiri. Revan bukanlah makhluk sempurna seperti Alea, sehingga dirinya merasa tak pantas untuk berada dekat dengan gadis cantik itu. 

 

Lihatlah, yang berada di sekeliling Alea. Mereka punya sesuatu yang menarik dalam diri mereka sendiri. Sedangkan Revan? Dia tak yakin dengan sesuatu yang ada pada dirinya. 

 

"Bener kan, udah ga deket sama dia?" Zaky bertanya kembali untuk membuat Revan kembali kesal.

Lelaki itu hanya mengeluarkan suara tanpa berbicara 

"Hmm."

"Kenapa tuh udah ga deket?" Zaky bertanya, lagi.

Revan tak menjawab, hanya menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Oh iya, karena dia pacaran sama Damian, ya?"

"Hah?" 

 

Mata Revan terbuka lebar dan alis yang terangkat. Mulutnya terbuka sedikit, seolah-olah ingin mengucapkan sesuatu. Ekspresi wajahnya penuh dengan keheranan dan kebingungan.

"Serius dia sama Damian?" Andre ikut nimbrung mendengar perkataan Zaky.

 

Revan terdiam, ternyata ia memang sudah kalah.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
FaraDigma
1629      769     1     
Romance
Digma, atlet taekwondo terbaik di sekolah, siap menghadapi segala risiko untuk membalas dendam sahabatnya. Dia rela menjadi korban bully Gery dan gengnya-dicaci maki, dihina, bahkan dipukuli di depan umum-semata-mata untuk mengumpulkan bukti kejahatan mereka. Namun, misi Digma berubah total saat Fara, gadis pemalu yang juga Ketua Patroli Keamanan Sekolah, tiba-tiba membela dia. Kekacauan tak terh...
Kelana
879      620     0     
Romance
Hidup adalah perjalanan tanpa peta yang pasti, di mana setiap langkah membawa kita menuju tujuan yang tak terduga. Novel ini tidak hanya menjadi cerita tentang perjalanan, tetapi juga pengingat bahwa terbang menuju sesuatu yang kita yakini membutuhkan keberanian dengan meninggalkan zona nyaman, menerima ketidaksempurnaan, dan merangkul kebebasan untuk menjadi diri sendiri. Selam...
Perjalanan yang Takkan Usai
496      394     1     
Romance
Untuk pertama kalinya Laila pergi mengikuti study tour. Di momen-momen yang menyenangkan itu, Laila sempat bertemu dengan teman masa kecil sekaligus orang yang ia sukai. Perasaan campur aduk tentulah ia rasakan saat menyemai cinta di tengah study tour. Apalagi ini adalah pengalaman pertama ia jatuh cinta pada seseorang. Akankah Laila dapat menyemai cinta dengan baik sembari mencari jati diri ...
GEANDRA
486      386     1     
Romance
Gean, remaja 17 tahun yang tengah memperjuangkan tiga cinta dalam hidupnya. Cinta sang papa yang hilang karena hadirnya wanita ketiga dalam keluarganya. Cinta seorang anak Kiayi tempatnya mencari jati diri. Dan cinta Ilahi yang selama ini dia cari. Dalam masa perjuangan itu, ia harus mendapat beragam tekanan dan gangguan dari orang-orang yang membencinya. Apakah Gean berhasil mencapai tuj...
Senja di Balik Jendela Berembun
29      28     0     
Inspirational
Senja di Balik Jendela Berembun Mentari merayap perlahan di balik awan kelabu, meninggalkan jejak jingga yang memudar di cakrawala. Hujan turun rintik-rintik sejak sore, membasahi kaca jendela kamar yang berembun. Di baliknya, Arya duduk termangu, secangkir teh chamomile di tangannya yang mulai mendingin. Usianya baru dua puluh lima, namun beban di pundaknya terasa seperti telah ...
Merayakan Apa Adanya
577      415     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Batas Sunyi
2145      992     108     
Romance
"Hargai setiap momen bersama orang yang kita sayangi karena mati itu pasti dan kita gak tahu kapan tepatnya. Soalnya menyesal karena terlambat menyadari sesuatu berharga saat sudah enggak ada itu sangat menyakitkan." - Sabda Raka Handoko. "Tidak apa-apa kalau tidak sehebat orang lain dan menjadi manusia biasa-biasa saja. Masih hidup saja sudah sebuah achievement yang perlu dirayakan setiap har...
Langkah Pulang
618      414     7     
Inspirational
Karina terbiasa menyenangkan semua orangkecuali dirinya sendiri. Terkurung dalam ambisi keluarga dan bayang-bayang masa lalu, ia terjatuh dalam cinta yang salah dan kehilangan arah. Saat semuanya runtuh, ia memilih pergi bukan untuk lari, tapi untuk mencari. Di kota yang asing, dengan hati yang rapuh, Karina menemukan cahaya. Bukan dari orang lain, tapi dari dalam dirinya sendiri. Dan dari Tuh...
Konfigurasi Hati
622      417     4     
Inspirational
Islamia hidup dalam dunia deret angka—rapi, logis, dan selalu peringkat satu. Namun kehadiran Zaryn, siswa pindahan santai yang justru menyalip semua prestasinya membuat dunia Islamia jungkir balik. Di antara tekanan, cemburu, dan ketertarikan yang tak bisa dijelaskan, Islamia belajar bahwa hidup tak bisa diselesaikan hanya dengan logika—karena hati pun punya rumusnya sendiri.
Izinkan Aku Menggapai Mimpiku
155      128     1     
Mystery
Bagaikan malam yang sunyi dan gelap, namun itu membuat tenang seakan tidak ada ketakutan dalam jiwa. Mengapa? Hanya satu jawaban, karena kita tahu esok pagi akan kembali dan matahari akan kembali menerangi bumi. Tapi ini bukan tentang malam dan pagi.