πππ
Kita harus percaya, semua akan indah pada waktunya. Karena kebenaran memang akan terungkap dengan sendirinya. Asal, kita selalu berusaha berjalan pada hal kebaikan.
πππ
"Seta?" Januar kaget melihat sosok yang mendatangi rumahnya malam-malam seperti ini. Padahal, dirinya maupun Auretta sudah akan tidur.
Auretta mengerutkan kening, mendengar bila Semesta lah yang datang ke rumahnya. Akan tetapi, ia berpikir sepertinya ada yang penting ingin disampaikan Semesta. Sehingga, meski sudah malam tetap ingin bertamu.
Januari membukakan pintu untuk Semesta. Karena, tak tega bila harus menolak kehadiran adik kelasnya.
"Sori... Kak. Gue harus datang malam-malam ke sini. Soalnya, ada hal penting yang pengin sampaikan ke Auretta. Takut, kalo besok dia nggak ke sekolah. Jadi, gue datang sekarang deh." Semesta memang ingin segera menyampaikan sesuatu yang mungkin bisa membuat perasaan Auretta lega.
Januar mengangguk, mengerti memang Semesta tidak bermain-main dengan permintaannya itu. Apalagi situasinya sudah cukup larut. Sehingga, ia pikir memang Semesta ada urusan maupun pembicaraan penting bersama Auretta. Adiknya.
Auretta mendekat ke arah Januar. Tak sengaja mendengar bila Semesta ingin berbicara penting dengannya. "Masuk aja, Kak. Kita bicara di dalam. Nggak enak kalo ada yang liat."
Pun, Januar setuju bila Semesta masuk ke dalam rumahnya. Meski begitu, sudah cukup malam. Akan tetapi, tidak masalah bila dirinya bisa mengawasinya.
Semesta sudah dipersilakan duduk di sofa ruang tamu Januar. Tak masalah, bila Januar ikut terlibat dalam percakapan atau percakapan itu. Lagi pula, Januar merupakan anggota keluarga Auretta.
"Gue gak akan lama kok, cuman mau bilang kalo hidup lo sekarang udah bisa lega. Soalnya, wanita itu udah ditangani pihak berwajib. Mungkin, bakalan dapat hukuman berat sesuai kelakukan serta kejahatannya." Semesta mulai berbicara sambil menyanggah senyum menatap Auretta. Berharap, gadis itu langsung mengerti maksud dari informasi yang disampaikan. Karena, dia tahu selama ini Auretta hidup dalam tekanan yang disebabkan Helena. Mama tiri Auretta. Kini, wanita itu sudah mendapatkan ganjarannya.
Auretta sejenak, mencoba mencerna kata Semesta. Kemudian, ia menyempatkan diri untuk tersenyum. Merasa lega, orang yang selama ini membuatnya takut serta stres sudah mendapatkan hukuman. Ia harap, itu awal menjadi membaiknya kondisi mental pada dirinya. “Makasih, Kak.”
"Iya sama-sama, Retta. Setelah ini, hidup kita udah tenang gak harus berbaur sama wanita licik itu." Peran Semesta membuat Auretta sedikit terkejut dan bingung. Karena, Semesta seperti mempunyai urusan atau hubungan dengan Helena. Sehingga, sama seperti perasaan lega dengan situasi yang ada sekarang.
Auretta mengangguk, sembari memperhatikan Semesta. Tidak mau berpikir terlalu berlebihan mengenai hubungan cowok itu dengan Helena. Mama tirinya. Akan tetapi, ia cukup penasaran. Sehingga, mungkin tidak ada salahnya menanyakan apa yang membuatnya penasaran. "Kakak ada hubungan sama nyokap tiri gue atau--"
"Wanita itu sudah merusak rumah tangga orang tua gue. Tapi, kayaknya dia belum berubah sampai sekarang. Bahkan, lebih parah masih tetap berhubungan sama bokap gue pas udah punya keluarga baru." Semesta mulai menceritakan apa yang mungkin ingin diketahui Auretta. Tidak ada salahnya, ia memberitahu semua hal yang sudah terjadi. "Gara-gara wanita licik itu, Mama gue mengalami depresi sampai sekarang belum sembuh. Terus, Papa gue benar-benar kayak dicuci otaknya sama nyokap tiri lo. Bahkan, beliau seperti nggak peduli sama gue dan Mama gue, Retta."
Auretta tidak menyangka bila Helena bisa sejahat itu. Bahkan, membuat hubungan rumah tangga orang lain hancur. Menyakiti sesama wanita yang tidak bersalah. Tidak seharusnya mengalami hal yang buruk. Ia tahu, bagaimana perasaan sakit hati serta kecewanya Semesta. "Sori... Kak. Gue jadi--"
"Nggak apa-apa, yang penting wanita licik itu sudah mendapatkan hukuman setimpal. Kita bisa hidup lebih baik dari sebelumnya. Terutama, lo bisa hidup lebih baik sekaligus nyaman. Itu udah cukup bikin gue senang." Semesta tersenyum, sembari tanpa sadar mengelus kepala Auretta. Membuat, gadis itu diam sekaligus kaget mendapatkan perlakuan manis dari Semesta.
Begitupun Januar, kaget melihat apa yang dilakukan Semesta pada Auretta. Sedikit tak menyangka cowok itu berani memberikan sentuhan kepada adiknya.
"Sori ... Gue nggak bermaksud lancang. Apalagi, lo udah punya Javian. Pasti lo ngerasa nggak nyaman sama tindakan gue tadi." Semesta sadar, terlalu bahagia hingga melakukan hal itu pada Auretta. Padahal, ia tahu Auretta sudah memiliki kekasih. Serta, gadis itu tidak terlalu menyukai dirinya. "Kalo gitu, gue pamit aja. Soalnya, cuma emang mau kasih tau tentang nyokap tiri lo udah ditahan sama polisi."
Auretta menahan tangan Semesta, saat akan pergi meninggalkan rumah itu. Karena, ia merasa banyak berhutang budi. Serta, entah kenapa merasa ada sesuatu berbeda dirasakan sejak pertama kali bertemu dengan Semesta. Hanya saja, selama ini selalu berusaha mengelaknya. Ia pun tak tahu perasaan apa yang dirasakan pada Semesta. Akan tetapi, beberapa hari belakangan ini ia merasa nyaman saat berada di dekat Semesta. Seperti, dilindungi oleh cowok itu dengan sepenuh hati. "Tunggu... Kak. Sekali lagi, makasih, ya."
Semesta mengangguk, sembari menyunggingkan senyum. Merasa lega, bila gadis itu sudah terlihat baik-baik saja. Lagipula, urusannya sudah selesai di sana. Kemudian, Semesta benar-benar meninggalkan rumah Januar. Karena, hari sudah mulai larut. Tak enak bila berlama-lama pada tempat itu.
Setelah kepergian Semesta, Januar menatap Auretta seperti sedang memikirkan sesuatu. Entah apa itu, tapi mungkin Auretta memang sudah memiliki ketertarikan pada sosok Semesta. Meskipun, gadis itu baru saja putus dengan Javian. Akan tetapi, Januar sedari awal melihat ada sesuatu berbeda dirasakan Auretta. Terlebih, dari tatapannya bila sedang berhadapan dengan Semesta.
"Kenapa nggak jujur aja kalo lo udah putus dari Javian, Dek. Kayaknya, Semesta jadi canggung ngira lo masih pacaran sama Javian. Padahal, Semesta kalo diliat-liat punya perasaan lebih ke lo. Cuma, dia mikir lo pacarnya Javian. Jadi,--"
Auretta tersipu malu, tapi sedikit tak percaya bila Semesta mempunyai perasaan padanya. Namun, hatinya merasa hangat bila berada dekat dengan cowok itu. Akan tetapi, ia masih ragu pada perasaannya sendiri. Takut, bila hanya sesaat saja. Apalagi, ia baru saja putus dari Javian. "Apaan, sih, Kak. Jangan halu, deh. Mana mungkin, Kak Seta suka sama aku. Udah malam, mending kita tidur aja."
Januar tahu, Auretta takut berharap pada orang lain. Terlebih, gadis itu baru merasakan kekecewaan saat menjalani hubungan bersama Javian. Padahal, sedari awal terlihat manis. Akan tetapi, Javian tidak memiliki perasaan cinta pada Auretta. Itu pasti membuat Auretta cukup insecure.
"Iya. Iya. Mending tidur aja, nanti gampang kalo lo beneran suka Semesta tinggal bilang aja. Siapa tau, dia punya perasaan yang sama. Tapi, gue yakin Semesta punya perasaan sama lo, Dek." Januar masih saja berusaha menggoda Auretta.
Auretta tidak mau terlalu peduli, melangkah pergi meninggalkan Januar. Lagipula, ia tahu Januar memang sengaja menggodanya. Terlebih, ia sudah tidak memiliki hubungan spesial dengan Javian.
Dan, sekarang entah kenapa merasa lebih nyaman bila bersama Semesta. Padahal, sebelumnya ia sering merasa sebal dengan Semesta. Kakak kelasnya. Akan tetapi, kini ia sadar cowok itu sudah banyak membantu sekaligus menjaganya. Bisa menenangkan dirinya saat akan mengalami gangguan kecemasan.
πππ
Semesta benar-benar merasa lega semua masalah sudah bisa diatasi dengan baik. Sehingga, kini sudah bisa memikirkan banyak hal yang seharusnya dilakukan. Meskipun, masih butuh waktu agar semua bisa terlaksana dengan baik.
Entah kenapa, perasaannya memang sedikit berbeda pada Auretta. Hanya saja, ia teringat bila gadis itu sudah memiliki kekasih. Ia tak mau menjadi orang ketiga dalam hubungan orang lain. Sehingga, mungkin ia sepertinya harus menyimpan perasaannya saja. Daripada, menjadi perusak hubungan orang lain.
Ia harus fokus pada kesembuhan Alena. Mamanya. Agar, hidupnya semakin lebih baik ke depannya. Memulai hidup dengan membuka lembaran baru sepertinya akan menjadi pilihan bagus.
Semesta sudah memiliki niat untuk pindah ke apartemen yang sudah dibelinya. Karena, akan lebih baik meninggalkan rumahnya sekarang. Meskipun, tempat itu memiliki banyak kenangan yang tidak bisa dilupakan. Namun, ia ingin memulai kehidupan baru. Berharap, Mamanya bisa secepatnya sembuh bisa hidup normal.
Semesta melangkah memasuki kamar Alena. Mamanya. Kemudian, mulai mengajak wanita paruh baya itu mengobrol. Meskipun, kemungkinan seperti biasa tidak mendapat respon dari Mamanya. Akan tetapi, ia tetap mencurahkan perasaannya.
"Mah... Besok kita pindah dari rumah ini, ya? Soalnya, aku udah siapin tempat baru buat kita. Semoga nanti Mama bisa cepat beradaptasi." Semesta mengatakan itu sembari memegang tangan Alena. Mamanya.
Alena hanya diam seperti biasanya. Itu tidak masalah untuk Semesta. Yang terpenting, ia selalu mencoba mengajak wanita paruh itu berbicara. Agar, ada sedikit interaksi yang mungkin bisa memicu Alena untuk kembali normal. Meskipun, Helena sudah tidak akan menganggu keluarga Semesta. Tetap saja, rasa kecewa dirasakan Semesta pada Papanya.
"Maaf... Mah. Aku belum bisa sepenuhnya maafin Papa. Soalnya, kesalahan Papa udah keterlaluan. Bahkan, bikin kondisi Mama kayak sekarang. Tapi, tenang aja soal wanita idaman lain Papa udah ditangani sama polisi. Jadi, udah nggak bisa ganggu kita lagi." Semesta terus mencurahkan semua yang sudah terjadi.
Alena tetap terdiam, meskipun kadang bisa sedikit merespon dengan menggerakkan jarinya. Atau, menyunggingkan senyum.
"Aku juga senang, Auretta udah bebas dari tekanan sekaligus kejahatan Mama tirinya. Ternyata, wanita yang jadi Mama tiri Auretta itu Helena. Selingkuhannya Papa, Mah. Aku sempat takut kalo Auretta bakalan kayak Mama. Untungnya dia gadis yang kuat." Semesta menyunggingkan senyum, mulai menceritakan sosok Auretta lagi pada Alena. Mamanya. Sebelumnya, ia sudah beberapa kali menceritakan Auretta kepada wanita itu. "Entah kenapa, aku benar-benar lega ngeliat Helena bisa ditangkap polisi. Itu bikin hidup Auretta maupun kita bisa lebih tenang."
Semesta memang sedari awal sebenarnya merasakan perasaan aneh sekaligus berbeda pada Auretta. Namun, ia sadar gadis itu sudah memiliki kekasih. Hanya saja, ia memang selalu ingin berada di dekat Auretta. Meskipun, gadis itu tidak menyukai dirinya. Perasaan itu semakin tumbuh seiring berjalannya waktu.
Akan tetapi, ia harus sadar diri bila sepertinya perasaannya tidak akan berbalas. Sehingga, lebih baik bersikap biasa aja saat dekat dengan Auretta. Tak mau membuat adik kelasnya itu tertekan. Itu bisa memicu gangguan kecemasannya.
"Mah ... Kayaknya aku emang udah jatuh cinta sama Auretta dari pertama kali ketemu di sekolah. Entah kenapa, aku merasa udah kenal sebelumnya. Tapi, mungkin itu perasaanku aja. Dan, sekarang aku sadar nggak mau ganggu hubungan dia sama Javian." Semesta sadar, mungkin itu akan menjadi pilihan terbaik untuknya. Daripada, ia harus mempertahankan perasaan yang mungkin tidak terbalaskan.
Tanpa diduga, tiba-tiba Semesta merasa tangannya digenggam oleh Alena. Mamanya. Ia kaget dengan hal itu. Tak menyangka bila Mamanya akan merespon curahan hatinya.
"Perasaanmu tidak salah, Nak. Jangan menyerah sebelum mencobanya." Alena mulai berbicara pada Semesta. Diluar dugaan, membuat Semesta kaget sekaligus terdiam.
"Mama..." Air mata Semesta mulai keluar sekaligus mengalir membasahi pipi cowok itu. Bukan karena cengeng, tapi itu wujud bahagia Semesta dengan melihat perkembangan kondisi Alena. Mamanya.
"Perjuangin perasaan kamu itu, apapun hasilnya. Ditolak atau terima urusan belakangan." Alena mulai beralih mengelus kepala Semesta. Memberi dukungan moral, agar anaknya bisa berjuang.
"Tapi, Mah... Dia itu pacarnya Javian." Semesta tak mau menjadi perusak hubungan orang lain.
Alena terdiam, lalu kembali menatap Semesta. "Mengungkapkan perasaan itu hak setiap orang. Jadi, nggak ada salahnya kamu ungkapin itu ke Auretta. Nggak akan merusak hubungan yang mungkin sudah ada."
Semesta terdiam, tetap bingung harus bersikap seperti apa. Karena, tak mau terus bermusuhan dengan Javian. "Oke, Mah. Aku bakalan liat situasi sekaligus kondisi dulu, biar nggak salah langkah."
Alena mengangguk, tahu apa yang dirasakan anaknya.
πππ
Auretta tersenyum, mengingat beberapa kejadian momen bersama Semesta. Memang tidak selalu indah. Akan tetapi, ia merasa sebenarnya Semesta selalu bisa membuatnya nyaman. Terutama, saat ia benar-benar down setelah melihat video Javian dengan Caramel.
Meskipun, kini ia sudah mulai mengikhlaskan hubungannya dengan Javian yang penuh kenangan itu. Agar, dirinya lebih lega sekaligus tidak memicu gangguan kecemasannya. Entah kenapa, dirinya memang mulai bisa berdamai dengan segala situasi yang ada. Hubungannya bersama Javian masih terjalin baik meskipun kini tidak berstatus sepasang kekasih lagi. Mereka sudah menjadi teman. Itu lebih baik, daripada tetap mempertahankan hubungan yang tidak dilandasi cinta.
Sepertinya, memang banyak perubahan perasaan pada dirinya. Ia sadar, sedari awal sudah mengelak apa yang dirasakan pada Semesta. Karena, ia masih berstatus kekasih Javian. Padahal, tanpa sadar ada rasa nyaman setiap bertemu Semesta. Bahkan, jantungnya sering berdetak kencang bila berdekatan dengan Semesta.
Akan tetapi, Auretta takut bila harus memulai kembali dekat dengan orang lain. Karena, masih sedikit trauma setelah menjalani hubungan dengan Javian. Namun, ia merasa bila bersama Semesta seperti berbeda.
Auretta merasa Semesta seperti selalu berusaha membuat nyaman sekaligus melindunginya dengan caranya sendiri. Walaupun, kadang itu membuatnya kesal. Karena, tingkah Semesta yang kadang diluar prediksinya. Namun, itu membuatnya lebih bisa tenang serta menikmati kehidupan. Sampai, ia sadar bila ternyata mereka tanpa sadar saling terhubung melalui kasus Helena.
Selama ini, ia tak tahu ternyata Helena menjadi pengganggu keluarga Semesta. Sehingga, keluarga cowok itu tidak harmonis. Kini, Helena sudah mendapatkan hukuman setimpal. Mungkin itu pertanda bila kehidupan mereka akan lebih baik.
Auretta tidak menyangka, bila Semesta mungkin menjadi salah satu alasan hidupnya lebih baik di masa depan. Karena, sudah berhasil mengungkap semua kejahatan Helena.
Pun, menurutnya memang harus banyak bersyukur dengan orang-orang di sekitarnya. Karena, selalu mendukung sekaligus menjadi garda terdepan.
Auretta mulai memejamkan matanya, karena sudah larut malam. Ia membutuhkan waktu untuk beristirahat.
πππ
Hari berikutnya. Seperti biasa, Auretta berangkat bersama dengan Januar. Auretta memang tetap berangkat ke sekolah. Meskipun demikian, hari sebelumnya sempat menjadi korban trauma.
Semesta tersenyum saat melihat kedatangan Auretta bersama Januar. Sebab, memang Auretta sudah mengatakan akan tetap berangkat ke sekolah. Meskipun, telah mengalami kejadian buruk sebelumnya.
“Harusnya, lo istirahat aja di rumah.” Semesta menghampiri Auretta, lalu sadar tanpa langsung mengacak-acak rambut gadis itu.
Auretta menjawab, jantungnya terasa berdetak lebih kencang dari biasanya. Ia harus bisa menetralkan detak jantungnya itu.
"Hai...Retta." Javian tersenyum mendekat serta menyapa Auretta dengan manisnya.
Sadar dengan kehadiran Javian, Semesta menjauhkan tangan dari kepala Auretta. Karena, merasa tidak enak pada Javian yang merupakan kekasih Auretta. "Sori... Tadi, gue refleks memegang sekaligus acak-acak rambut cewek lo, Jav. Gue beneran nggak sengaja."
Javian menyanggah senyum, sambil beralih menatap Auretta yang masih terdiam. Namun, seperti sedang tersipu malu dengan apa yang dilakukan Semesta. Ia tahu, mungkin Auretta sudah benar-benar move on dari dirinya. Namun, tidak masalah bagi Javian. Yang terpenting, Auretta terlihat bahagia. Padahal, kebahagiaan itu bukan bersamanya.
"Tegang banget sih, Ta. Padahal, gue nggak masalah kalo lo mau deketin Retta. Lagipula, gue udah putus sama Retta, kok." Javian sedikit melirik ke arah Auretta yang masih memikirkannya.
Pun, Semesta kaget kata dari mulut Javian. Meskipun demikian, memang ia sempat curiga dengan hubungan Auretta serta Javian sedikit renggang gara-gara kasus video Javian dengan Caramel. Akan tetapi, ia tidak menyangka bila akan mengakibatkan keduanya memutuskan hubungan cinta mereka.
- Akan Dilanjutkan -