πππ
Aku berjanji, akan menyelesaikan semua masalah yang ada. Agar, hidup kita lebih baik dari sebelumnya. Tidak ada pengganggu yang membuat gelisah maupun takut. Karena, masalah akan selesai pada waktu yang tepat. Serta, orang-orang jahat itu akan mendapatkan ganjaran setimpal dengan perbuatan mereka. Sehingga, semua akan berakhir dengan kebahagiaan.
πππ
Helena pikir, dia harus lebih waspada dengan Semesta. Karena, tahu anak itu tidak akan bermain-main. Apalagi bila menyangkut keluarga atau orang terdekatnya. Meskipun demikian, sudah diancam tidak mau mempedulikannya.
"Dasar anak kecil, aku tidak akan menyerah untuk mendapatkan apapun keinginan itu!" Helena masih cukup percaya diri, tahu Semesta mungkin hanya menakutinya tentang bukti kejahatannya. Meski begitu, ia juga harus berhati-hati dengan Semesta. Karena, anak dari selingkuhannya itu terlihat sangat serius dengan perkataannya.
Semesta menyenggingkan senyum, masih tak menyangka Helena tidak mau mendengarkan kata-katanya. Sehingga, ia akan mengungkap semua bukti yang bisa menghancurkan wanita itu sampai tidak akan bisa bangkit lagi. Menikmati hasil yang sudah ditanam. "Anda ternyata masih belum mau menyerah. Sepertinya, saya harus menunjukkan bukti penting yang ada di tangan saya."
Helena menelan ludah, sepertinya Semesta memang serius mengancam dirinya. Sungguh, dari senyuman serta menyertakan anak remaja itu.
Perlahan, Semesta mengambil ponsel miliknya lalu menunjukkan bukti video kejahatan yang dilakukan Helena. Itu cukup membuat Helena membulatkan matanya kaget. Ternyata, Semesta memang tidak main-main dengan kata-katanya.
"Gimana, apa anda masih belum mau menyerah? Ini baru sebagian bukti yang saya tunjukan. Saya masih banyak memiliki bukti kuat lainnya." Semesta serius dengan perkataannya. Apalagi kini dirinya sudah menghubungi polisi untuk menangkap Helena. Karena, ia sudah merasa wanita itu keterlaluan saat bertindak. Terlebih lagi, melakukan tindakan kriminal menculik sekaligus menyekap Auretta.
Helena teringat, mulai merasa ketakutan dengan melihat bukti yang dimiliki Semesta. Ia pikir, anak itu tidak benar-benar memiliki bukti kuat kejahatannya. Namun, ia salah menilai Semesta. Ia lupa, bila keluarga Semesta bukan sembarangan.
Semesta menyenggingkan senyumnya, tahu bila Helena mulai ketakutan serta terpojok. Ditambah lagi, ia memang sudah menyerahkan bukti kejahatan Helena kepada polisi. Ia harap, pihak berwajib akan segera sampai di rumah itu.
"Saran saya, mending anda menyerah sekarang juga. Karena, anda sudah tidak kabur kemanapun. Saya sudah pastikan itu! Sekaligus, hukuman anda akan berat bila terus mengelak." Semesta cukup percaya diri, bila Helena akan menyerah.
Helena masih merenung, sambil mencari cara untuk kabur dari tempat itu. Ditambah lagi, sekitar rumah itu penuh dengan anak buahnya. Itu akan membuat dirinya lebih mudah pergi dari sana. Meski begitu, ia yakin Semesta sudah menyiapkan banyak rencana.
"Anda tidak akan bisa kabur! Walaupun, anak buah anda banyak di rumah ini. Itu semua percuma!" Semesta kembali menyunggingkan senyum ke arah Helena. Karena, ia memang sudah menghubungi pihak polisi. Tak hanya itu, ia sudah meminta bantuan Aksa. Sehingga, mungkin orang-orang Aksa sudah menaklukan anak buah Helena yang berada di rumah itu.
Helena sudah tidak bisa melarikan diri. Pilihannya hanya mengakui serta menyerahkan diri baik-baik ke polisi atau harus ditangkap paksa. Hanya itu pilihannya. Tetap akan membuat Helena ditahan sekaligus menjalani hukuman setimpal dengan apa yang sudah dilakukan selama ini.
Tidak butuh lama, kini pihak polisi sudah datang ke rumah itu langsung menangkap sosok Helena beserta anak buahnya. Semesta merasa lega otak segala masalah dalam hidupnya sudah ditangani pihak berwajib. Ia rasa, hidupnya akan lebih baik dari sebelumnya. Meskipun, ia belum tahu bisa memanfaatkan kelakuan Papanya atau tidak. Terlebih, lelaki paruh baya itu melakukan kesalahan fatal membuat Mama Semesta mengalami depresi cukup parah. Bahkan,, sampai sekarang belum bisa disembuhkan.
Semesta sudah menghubungi Aksa untuk mengucapkan terima kasih karena membantu dirinya. Sehingga, kini Helena sudah ditangkap oleh polisi. Kemudian, ia teringat sosok Auretta yang baru saja mengalami kejadian tidak baik. Pasti, kesehatannya masih belum stabil.
Pun, Semesta ingin menemui Auretta untuk memberitahu semua hal sudah ditangani dengan baik. Akan tetapi, ia harus datang ke kantor polisi dulu memberikan keterangan mengenai kasus kejahatan Helena.
Ia berjanji akan secepatnya mendatangi Auretta. Karena, gadis itu harus tahu bila biang masalah dari semuanya sudah berhasil ditangani pihak berwajib. Sehingga, tidak akan ada lagi yang menganggu kehidupan Auretta. Karena, ia tahu Helena memang selalu memberi tekanan sekaligus menyiksa Auretta sejak kecil. Membuat gadis itu mengalami gangguan kecemasan.
Gue janji bakalan segera nemuin lo, Retta. Gue harap, lo bahagia dengar kalo nyokap tiri lo udah mendapatkan hukuman sesuai tindakannya.
πππ
Auretta kini sudah berada di rumah Januar. Lebih tepatnya, pada ruang tamu memikirkan beberapa hal yang sedikit mengusiknya. Tak menyangka, bila dirinya bisa ditemukan sekaligus selamatkan dari tangan penculik itu. Karena, ia sudah berpikir negatif tidak akan ada yang mengetahui dirinya dibawa pergi paksa orang jahat.
Kemudian, ia teringat ada sosok Semesta ketika dirinya sudah lolos dari penculik itu. Meskipun, yang menolong serta melepaskannya dari penculik itu Januar. Akan tetapi, ia yakin Semesta terlibat cukup banyak dalam penyelamatannya. Sehingga, ia harus kembali mengucapkan terim kasih pada cowok itu.
Tanpa sadar, Auretta menyunggingkan senyum teringat sosok Semesta. Entah kenapa, akhir-akhir ini merasa cowok itu membuatnya lebih tenang. Mungkin, sejak kejadian cowok itu membawa dirinya di aula sekolah. Lalu, mereka pergi ke pantai untuk menenangkan diri. Namun, ia merasa seperti ada sesuatu yang membuatnya nyaman dengan Semesta. Padahal, sebelumnya ia selalu berpikir Semesta cukup menyebalkan.
"Jangan terlalu banyak mikir, Dek. Yang terpenting, sekarang lo udah selamat dan harus istirahat cukup. Masalah pelaku penculikan lo pasti nanti bakalan diurus sama polisi." Januar menasihati Auretta, agar tidak perlu banyak berpikir. Apalagi, memikirkan tentang hal yang sudah terjadi.
Auretta mengangguk, paham apa yang dikatakan Januar. Hanya saja, ia memang sempat mendengar suara percakapan penculik dengan bos-nya. Ia ingat betul suara di seberang telepon itu mirip dengan suara Helena. Mama tirinya. Ia pikir, kemungkinan Helena emang otak dari penculikan itu. Tahu, bila Mama tirinya mengincar harta milik keluarga Auretta. "Kak... Kayaknya, yang coba culik aku tuh orang suruhan Mama Helena, deh."
Januar mengerti, bila Mama tiri Auretta memang jahat. Apalagi, sering menekan sekaligus menyiksa Auretta. Sampai-sampai, Auretta mengalami gangguan kecemasan yang cukup parah. Tidak heran, bila Helena masih mengincar Auretta demi mendapatkan apa yang belum didapatkan karena Auretta pindah ke rumahnya. "Benar-benar keterlaluan banget tuh orang. Belum puas udah selalu bikin lo menderita, Dek."
Auretta terdiam, hidupnya dulu memang penuh dengan tekanan setelah Papanya menikah dengan Helena. Padahal, ia sempat berharap bisa memiliki sosok ibu baru yang baik hati. Nyatanya, ia justru mendapatkan hal buruk membuatnya trauma.
Sebenarnya, Auretta berusaha menerima keadaannya sekarang. Hanya saja, ia masih terbayang dengan apa yang didapatkannya saat hidup bersama Helena. Karena, ia tidak mau kembali merasakan sebuah tekanan atau hal buruk lain. Terlebih, Papanya tidak begitu peduli dengan dirinya. Meskipun, mereka dulu masih tinggal bersama. Sehingga, Papanya tidak tahu apa yang dialami.
"Kak, kok bisa tau aku ada di rumah itu?" Auretta merasa penasaran bisa ada yang menemukan keberadaan dirinya. Apalagi, yang namanya penculikan pasti tidak akan mudah ditemukan tempat persembunyiannya.
"Semesta yang kasih tau. Kayaknya, dia minta bantuan orang buat lacak keberadaan lo, Dek. Soalnya, dia keliatan khawatir banget. Terus, dia juga yang punya ide buat selamatin lo. Dia benar-benar kayak terperinci banget pas coba kasih arahan setiap ruangan di rumah itu." Januar bingung sama seperti Auretta. Terlebih, Semesta seperti bukan orang sembarangan bisa mengetahui lokasi penyekapan itu. Hanya saja, Januar tidak banyak mempertanyakan itu pada Semesta.
Auretta terdiam, berpikir mungkin Semesta memang mempunyai kenalan untuk melacak keberadaannya. Hanya saja, itu terlalu rinci bila dipikirkan. Akan tetapi, ia tak mau berpikir berlebihan mengetahui privasi orang lain. "Kayaknya, aku harus bilang makasih lagi ke kak Seta. Soalnya, dia udah banyak bantu kakak buat selamatin aku."
Januar mengangguk, setuju dengan Auretta. Meskipun, ada Javian juga yang membantu. Namun, tetap yang paling berpengaruh penting dalam misi itu adalah Semesta.
"Ke Seta doang, Javian nggak, Dek?" Januar sembari sedikit menggoda Auretta.
Auretta menyunggingkan senyum. "Apaan, sih, Kak. Kan, aku udah bilang makasih juga ke Kak Javian. Lagipula, aku udah nggak mau terlalu sering interaksi dulu sama dia."
"Okelah. Kalo gitu, mending sekarang lo istirahat aja. Jangan mikirin hal yang nggak-nggak. BTW, gue malah ngeliatnya lo sekarang lebih tertarik sama Seta, Dek. Seta juga lumayan, sih. Baik sekaligus perhatian ke lo. Cuma, emang dia agak petakilan aja." Januar merasa ada perasaan berbeda diantara Auretta dengan Semesta. Meskipun, mungkin itu terlalu cepat bagi Auretta setelah putus dengan Javian.
Pun, Januar sebenarnya sudah merasa ada sesuatu berbeda pada Auretta terhadap Semesta dari sebelum gadis itu mengakhiri dengan Javian. Akan tetapi, mungkin itu hanya perasaannya saja.
"Makin ngaco aja obrolan kita, Kak. Mending, kita istirahat aja udah mulai malam juga." Auretta sedikit mengalihkan pembicaraan. Tak mau, terlalu membahas perasaanya pada Semesta. Karena, ia memang merasa seperti ada perubahan dalam hatinya saat bersama Semesta.
Januar tersenyum, tahu bila Auretta memang sengaja mengalihkan pembicaraan. Padahal, sudah terlihat cukup jelas bila adiknya mulai tertarik dengan Semesta. Hanya saja, mungkin masih butuh waktu mengakuinya. Apalagi, Auretta baru saja putus hubungan spesial dengan Javian. "Ya udah sana tidur. Biar, besok bisa lebih fresh. Jangan masuk ke sekolah dulu, Dek. Kayaknya, lo masih butuh ketenangan. Biar, gangguan kecemasan lo nggak kambuh. Nanti soal urusan izin nggak masuk jadi urusan gue."
"Nggak perlu, Kak. Aku udah nggak apa-apa, kok. Malah kalo di rumah nanti aku bosen. Terus--"
Januar menghela napas, Auretta memang cukup keras kepala. Terlebih, bila berurusan dengan sekolah. Karena, gadis itu tak mau sampai menyia-nyiakan waktu untuk membolos. Pendidikan memang sangat penting bagi semua orang.
Sehingga, Auretta akan tetap masuk ke sekolah. Meskipun, mungkin masih dalam bahaya. Karena, pasti Helena masih mengincarnya. Akan tetapi, lebih baik ada di khalayak umum. Agar, wanita paruh baya itu tidak bisa terlalu dekat dengannya.
"Dasar keras kepala! Sana tidur, gih! Kemalaman nanti, malah nggak bisa tidur." Januar kembali memperingatkan Auretta.
Auretta mengangguk, lalu berdiri hendak pergi meninggalkan ruang tamu. Karena, hari sudah mulai larut menunjukan pukul sepuluh malam.
Akan tetapi, langkahnya terhenti saat mendengar ada suara ketukan pintu seperti ada orang yang akan bertamu.
Auretta maupun Januar saling pandang, bingung siapa yang ingin bertamu malam-malam. Sehingga, perlahan Januari memeriksa ingin tahu siapa orang itu.
"Gue aja yang cek, Dek. Takut, orang-orang jahat suruhan Mama tiri lo yang datang ke sini. Biar, gue ambil barang yang bisa buat mukul. Jaga-jaga aja, sih." Januar mulai mengambil benda panjang yang bisa digunakan untuk memukul. Tentu saja, bila benar-benar orang jahat yang datang ke rumah itu.
Januar mulai melangkah, mengintip lewat jendela pintu samping untuk memastikan siapa orang yang datang. Ia membulatkan matanya, saat melihat orang yang ada di depan pintu rumahnya.
- Akan Dilanjutkan -