πππ
Rupanya, lebih baik menghindari hal yang bisa membuat kesalahpahaman satu sama lain. Namun, hal itu kadang terjadi tanpa diduga. Sehingga, kita hanya bisa berharap bisa menjalani hidup dengan baik tanpa ada masalah yang terlalu berat untuk dijalani sekaligus diselesaikan .
πππ
Semesta sadar akan hal itu, bermaksud ingin menjelaskan bila tidak ada sesuatu antara dirinya dengan Auretta. "Gue--"
Belum sempat berbicara, Javian sudah menarik tangannya sekaligus mengajak Auretta pergi dari tempat itu. Membuat Semesta benar-benar tak enak hati bila mungkin Javian akan salah paham melihat dirinya dengan Auretta. Akan tetapi, mungkin itu hanya ketakutannya saja. Lagi pula, ia bersama Auretta tidak ada maksud terselubung. Hanya tidak sengaja bertemu di perpustakaan.
Harap harap, jangan ada kesalahpahaman lagi.
Semesta memutuskan untuk meninggalkan perpustakaan karena bel istirahat selesai akan berbunyi sebentar lagi.
πππ
Di sisi lain, Auretta masih berjalan bersama Javian. Karena, cowok itu sepertinya akan mengantarkan Auretta sampai ke kelasnya.
"Kak... Tadi, aku tuh nggak sengaja ketemu Kak Semesta. Jangan marah sama cemburu dong. Please... Pokoknya aku kesal banget kenapa harus ketemu tuh cowok di sana." Auretta mulai menjelaskan apa yang terjadi pada Javian. Kekasihnya. Berharap, Javian tidak salah paham dengan ketidaksengajaannya bertemu Semesta.
Javian masih menggenggam tangan Auretta seraya berjalan menuju kelas kekasihnya itu. Jujur, saya merasa kesal kenapa Auretta bisa bersama Semesta. Tak hanya itu, mereka berdua terlihat dekat satu sama lain. Meski begitu, Auretta mengaku tak sengaja bertemu dengan Semesta. Namun, entah kenapa merasa ada sesuatu yang mungkin bisa membuat Auretta maupun Semesta semakin dekat dengannya.
"Nggak apa-apa, kok. Aku nggak marah, tapi cemburu dikit, sih. Lain kali, nggak usah ditanggepin maupun ladenin kalo Seta gangguin kamu, ya." Tangan kanan Javian mengelus kepala Auretta dengan lembut. Menjelaskan apa yang dirasakan. Sedang, tangan kirinya masih menggenggam tangan kekasihnya itu.
Auretta merasa lega, mendengar kata-kata dari Javian. Meski begitu, Javian merasa cemburu saat melihat dirinya bersama Semesta. Namun, itu sangat wajar dirasakan kekasihnya. Ia justru senang mendengar Javian merasakan hal itu. Artinya, cowok itu mencintai dirinya sendiri.
"Aku tidak pernah berniat memuat Kak Setan, tapi dia nya aja yang selalu mencari masalah sama aku, Kak." Auretta memang awalnya tidak ingin menanggapi celotehan Semesta. Hanya saja, kakak kelasnya terkesan terus berbicara seolah mencari perhatian maupun masalah di lingkungannya. Itu yang membuat Auretta kesal. Terpaksa harus meladeni Semesta.
Kepala Javian yang tenang, saat mendengar Auretta salah Menyebutkan nama Semesta. "Lagian kamu ada-ada aja salah sebut nama orang lain."
Tanpa sadar, Auretta memanyunkan bibirnya sadar bila memang salah menyebut nama Semesta. Akan tetapi, ia tidak mau mempedulikan hal itu. "Kan, cocok buat dia, Kak. Lagipula, cuma beda dikit nggak apalah. Dia juga nyebelin banget kayak setan. Jadi, wajar aku panggil dia kayak gitu."
Javian menghela napas, sepertinya kekasihnya memang tidak sengaja memberi sebutan itu untuk Semesta. Sehingga, ia tak perlu lagi mengingatkan. Karena, itu akan terasa percuma. Sadar, bila Auretta cukup keras kepala.
Tanpa disadari, terlalu asik mengobrol mereka sudah sampai di kelas Auretta. Kedatangan Javian bersama Auretta seperti biasa cukup menjadi pusat perhatian.
"Ternyata, udah sampai kelas kamu. Semangat belajarnya, ya. Oh ya... Nanti pulangnya bareng aku. Soalnya, aku mau antar kamu sampai rumah." Javian tersenyum, seraya mengelus kepala Auretta dengan lembut. Membuat hati Auretta terasa berbunga-bunga.
Auretta menganggukkan kepala, tersenyum kepada Javian. Kekasihnya. Lalu, melambaikan tangan pada Javian karena meninggalkan kelasnya.
"Kakak juga semangat belajarnya!" Tanpa sadar, Auretta cukup keras mengatakan itu saat masih di depan kelasnya. Membuat Javian menoleh sembari tersenyum pada Auretta. Kekasihnya.
Auretta sadar, masih menjadi pusat perhatian cukup malu beberapa murid memperhatikan dirinya. Terlebih, ia baru saja berkata cukup keras memberi semangat pada Javian. Kekasihnya.
Akan tetapi, ia harus bisa mengalihkan perhatian. Agar, tidak terus menjadi pusat perhatian. Sehingga, ia berjalan menuju tempat duduknya dengan santai. Berharap, teman-temannya tidak memperhatikan dirinya lagi. Usaha Auretta cukup membuahkan hasil karena temannya sudah fokus pada kegiatan masing-masing.
Senyuman muncul dari bibir Auretta, mengingat perhatian manis yang sempat diberikan oleh Javian. Kekasihnya. Ia senang, cowok itu terasa sangat menyayanginya. Berharap, itu bisa bertahan lama. Kalau bisa, untuk selamanya. Walaupun, itu mungkin terlalu dini memikirkan hal untuk masa depan.
Lima menit kemudian. Setelah bel istirahat selesai berbunyi, guru datang ke kelas memberikan materi pelajaran. Murid-murid terlihat fokus memperhatikan penjelasan dari guru. Begitupun dengan Auretta, yang sudah fokus pada pelajaran di depan kelas.
Beberapa jam kemudian. Jam sekolah sudah selesai. Siswa maupun siswi berhamburan keluar dari area sekolah. Auretta berjalan menuju parkiran. Karena, sudah memiliki janji akan pulang bersama Javian.
Senyum manis Auretta muncul dari sudut bibirnya, melihat Javian sudah berada di depan mobilnya. Sepertinya, cowok itu langsung keluar dari kelas saat bel berbunyi.
Javian tersenyum, sembari melambaikan tangan pada Auretta. Kekasihnya. Agar, gadisnya bisa melihat keberadaannya. Kemudian, Auretta berjalan menghampiri Javian.
"Sori... Kak. Udah nunggu lama, ya?" Auretta mulai berbicara pada Javian. Kekasihnya. Takut bila cowok itu sudah menunggu dirinya lama.
Javian menggelengkan kepala, seraya masih tersenyum manis pada Auretta. "Belum, kok. Kan, tadi keluarnya barengan. Cuma, mungkin aku sampai parkiran lebih dulu."
"Kalo gitu, langsung pulang aja apa gimana, Kak? Aku udah bilang sekaligus izin mau pulang bareng Kakak ke Kak Januar, kok. Jadi, nggak perlu nungguin dia." Auretta memang sudah mengirim pesan pada kakak sepupunya. Agar, tidak perlu menunggu. Karena, mereka terbiasa berangkat sekaligus pulang bersama.
"Oke. Langsung aja, biar kamu bisa istirahat cepat. Soalnya, nanti malam mau aku ajak nonton. Mau, kan?" Javian ingin mengajak Auretta pergi berdua malam hari. Berharap, kekasihnya tidak menolak ajakannya.
"Nanti malam, ya, Kak? Boleh, sih. Aku izin dulu ke Mama, Papa, sama Kak Januar." Auretta tak langsung menyetujui ajakan dari Javian. Lantaran, harus meminta serta mendapat izin dari orang terdekatnya. Agar, ia merasa aman saat jalan bersama kekasihnya itu.
"Nggak apa-apa, kabarin aja kalo emang udah dapat izin. Aku siap nunggu kamu, kok." Javian tersenyum, paham betul bila Auretta memang dalam pengawasan dari orang tua Januar. Sehingga, selalu meminta izin jika akan melakukan apapun. Termasuk, saat akan pergi bersamanya.
Auretta mengangguk sembari tersenyum. Senang, kekasihnya paham dengan apa yang menjadi kewajibannya. "Sori... Kak. Aku harus selalu izin dulu ke orang terdekat. Soalnya, emang udah kebiasaan dari kecil kalo mau kemana-mana gitu."
"Santai aja, aku nggak masalah, kok. Justru, itu bagus karena udah diterapin dari kecil. Biar, orang tua atau keluarga nggak terlalu khawatir pas kita pergi. Jadi, tahu kemana sekaligus pergi sama siapa." Javian tidak mempermasalahkan hal seperti yang terjadi pada Auretta. Karena, itu cukup baik dilakukan orang tua. Asal tidak terlalu dipaksakan pada kehidupan anaknya.
"Oke."
Merasa sudah cukup mengobrol di area parkiran sekolah. Mereka memutuskan untuk pulang.
Dalam perjalanan, Javian selalu menggenggam tangan kanan Auretta. Meskipun, satu tangannya untuk mengemudi. Hal itu, membuat Auretta benar-benar merasa bahagia. Hatinya terasa berbunga-bunga sekarang bisa mendapatkan perhatian ekstra dari Javian. Kekasihnya. Karena, sedari dulu jarang memiliki banyak waktu dengan cowok itu.
Javian memang tipe cowok cukup romantis. Hanya saja, kadang tidak terlalu ditunjukan. Akan tetapi, sekarang perhatian itu mulai terlihat mungkin karena melihat kedekatan Auretta dengan Semesta.
"Kak, aku senang banget kita akhirnya punya waktu berdua kayak gini. Soalnya, selama kita sibuk dengan kegiatan masing-masing." Auretta memulai pembicaraan pada saat masih dalam perjalanan pulang.
Javian merasa memang tidak terlalu bisa meluangkan waktu luang selama mereka sudah menjalin hubungan. Mungkin benar, karena sibuk dengan kegiatan masing-masing seperti yang dikatakan Auretta. Kekasihnya. Sepertinya, kini ia harus banyak memberikan waktu untuk bisa bersama kekasihnya.
"Iya. Maaf... Ya. Habis ini, aku bakalan lebih sering antar sekaligus jemput kamu. Lagipula, sekarang kita udah satu sekolah. Bakalan lebih mudah lakuin hal itu." Javian sembari menatap Auretta.
Auretta mengangguk, bahagia mendengar perkataan dari Javian. Meskipun, tak masalah bila tidak setiap hari bisa berduaan. Lagipula, ia bisa berangkat serta pulang bersama Januar. Kakaknya. Itu tidak masalah bagi dirinya maupun Januar. "Nggak perlu dipaksain buat sering kayak gitu kalo emang waktunya susah, kak. Takut malah nanti aku ngerepotin kamu."
"Nggak masalah, mulai besok aku bakalan antar sekaligus jemput kamu. Nanti, biar aku bilang ke Kak Januar. Semoga aja, dia nggak keberatan buat ngizinin kita bareng." Javian akan berbicara dulu dengan Januar. Karena, cowok itu selalu bersama dengan Auretta ketika ke sekolah.
"Oke. Kalo nggak ngerepotin sih aku setuju." Auretta harap, akan dipermudah bisa ke sekolah bersama Javian.
"Aku boleh minta sesuatu, nggak ke kamu?" Javian dengan tatapan serius kepada Auretta.
Auretta cukup penasaran apa yang diinginkan Javian. Ia harap, bukan sesuatu yang bersifat negatif. Karena, kini mereka hanya berdua. "Kakak mau minta apa?"
"Aku pengin kamu jangan ladenin apapun yang dilakuin Semesta. Sekaligus, jangan terlalu dekat sama dia. Kamu ngerti kan apa yang aku maksud?" Javian mengatakan hal itu, berharap Auretta mau menuruti permintaannya.
Auretta terdiam sejenak, lalu mengangguk sembari tersenyum kepada Javian. "Aku ngerti, kok. Jangan khawatir, aku juga nggak suka dekat maupun ketemu Kak Setan."
"Makasih, ya." Javian tersenyum, lega mendengar perkataan Auretta. Karena, ia takut bila kekasihnya akan tertarik serta terpesona pada Semesta. Ia tak mau sampai hal itu terjadi ke depannya.
Tanpa sadar, karena larut dalam pembicaraan. Baik Javian maupun Auretta tidak sadar bila sudah sampai di rumah Januar. Javian mematikan mesin, lalu keluar untuk membuka pintu mobil Auretta. Tindakan itu terasa sangat romantis bagi Auretta. Karena, ia merasa diperlakukan seperti puteri.
"Aku masuk dulu, ya, Kak. Hati-hati di jalan, kalo udah sampai rumah kabarin." Auretta tersenyum, sembari melambaikan tangan pada Javian. Dibalas anggukan serta senyuman dari kekasihnya itu.
πππ
Semesta sudah berada di meja belajarnya. Tepatnya, sedang fokus menatap laptopnya ada beberapa pekerjaan harus diselesaikan. Tak hanya itu, butuh konsentrasi serta ketelitian ekstra. Namun, sejujurnya ia sedikit masih memikirkan kejadian saat dirinya sedang bersama Auretta tapi Javian melihatnya. Ia sama sekali memiliki niat buruk.
Akan tetapi, ia merasa takut bila akan ada kejadian seperti sebelumnya. Kesalahpahaman yang masih belum menemukan titik terang. Kini, ia harus menyelesaikan pekerjaannya lebih dahulu. Setelah itu, baru memikirkan hal lain.
Memang tidak terlalu membutuhkan waktu lama menyelesaikan semua pekerjaannya. Sehingga, kini Semesta sudah berada di kamar Mamanya. Belum ada perubahan dari kondisi Mamanya. Akan tetapi, saya yakin secepatnya bisa membaik.
Kini, Semesta menggenggam tangan Mamanya. Ia berharap tersenyum Mamanya tahu apa yang sedang dirasakannya.
"Mah... Beberapa hari ini, entah kenapa aku ngerasa nyaman kalo di dekat seseorang. Tapi, dia berbanding terbalik sama apa yang aku rasain. Sebenarnya, aku nggak kenapa bisa begitu pas lagi sama dia. Cuma, aku ngerasa kayak pernah kenal dia sebelumnya." Semesta mulai mengungkapkan isi hatinya. Meskipun begitu, Mamanya diam tidak memberikan respon apapun.
Namun, itu tidak menjadi masalah bagi Semesta. Yang terpenting, ia bisa menceritakan segala hal yang dirasakan maupun alami selama ini.
"Aku kayak pengin bikin ulah terus sama dia. Tapi, bukan rasa suka sih kayaknya, Mah. Lagian, tuh cewek juga udah punya pacar. Pacarnya itu Javian. Mama pasti tau kan yang dulu sering main ke sini sama Caramel, Haikal, Hansean, dan Harlan. Walaupun, sekarang udah nggak temenan sama aku. Soalnya, ada kesalahpahaman diantara aku, Caramel sama Javian." Semesta terus berbicara dengan Mamanya. Karena, ia sekarang hanya bisa menceritakan segala hal kepada Mamanya. "Tuh cewek entah kenapa dari awal udah keliatan menarik, tapi kayak punya sisi yang disembunyikan. Aneh ya, aku cerita orang baru dikenal. Padahal, dia aja keliatan selalu sebal sama aku."
Tanpa diduga, tiba-tiba salah satu jari Mama Semesta bergerak sebentar. Membuat, Semesta kaget tanpa sadar mengeluarkan air mata. Meskipun begitu, itu hanya bergerak beberapa detik saja.
- Akan Dilanjutkan -