πππ
Saya tidak ingin mendapatkan hal yang berlebihan. Apalagi, sampai menjadi pusat perhatian. Akan tetapi, sepertinya hal yang tidak kuingin selalu menyertai seumur hidup.
πππ
"Kamu kenapa sering bertindak semaumu? Kemarin Papa kamu--"
"Ngapain dengerin omongan Papa, sih, Om. Padahal, beliau juga nggak benar-benar khawatir sama aku. Jadi, nggak perlu diurusin lah. Aku juga kemarin ada pekerjaan penting sama Om Aksa, kok." Semesta tak mau bila salah satu anggota keluarga dari Papanya mencampuri urusan pribadinya.
Rudi, kepala sekolah juga saudara laki-laki dari Papa Semesta. Lelaki itu, selalu peduli dengan kehidupan Semesta. Meskipun, tahu bila keponakannya itu terlihat sudah bisa hidup mandiri. Apalagi tak mau bergantung pada apa yang diberikan oleh orang tuanya.
"Om cuma nggak mau terlibat terlalu jauh dengan hal maupun pekerjaan yang berbahaya. Meski begitu, kamu melakukan pekerjaan itu dengan Aksa tapi om tetap khawatir." Rudi masih berusaha menasihati Semesta. Agar, hidup bisa seperti anak remaja lainnya.
Semesta tersenyum mendengar perkataan Rudi. Ia tahu, Om-nya cukup memperhatikan serta memberi perhatian padanya. Hanya saja, dia bisa hidup mandiri. Terlebih dahulu, melihat kondisi Mamanya yang perlu dibiayai. Karena, Papanya sedikit tidak peduli dengan kondisi Mama Semesta.
“Om Rudi tidak perlu khawatir, semua aman, kok.” Semesta mengatakannya dengan santai, sambil mendengarkan perkataan itu seraya mengunyah permen karet.
"Tapi--"
"Aku bakalan hati-hati, kok. Yang penting, Papa nggak perlu tau pekerjaan apa yang sedang kujalani. Karena, dia bisa mencapai pekerjaan yang ada. Juga, aku nggak butuh perhatian ataupun belas kasihan dari Papa. Biarin, dia fokus sama kehidupannya." Semesta memberi pengertian pada Rudi. Karena, pekerjaannya memang bisa disebut tidak boleh diketahui khalayak umum.
Rudi menghela nafas, sudah bisa menduga bila perkataannya tidak bisa menghentikan apapun yang dilakukan Semesta. Meskipun demikian, ia tahu mungkin keponakannya berada dalam lingkungan berbahaya.
"Dan, kayaknya om manggil aku ke sini nggak cuma mau bahas hal itu . Pasti, ada sesuatu lain yang mau disampaikan." Semesta seperti tahu, apa yang ada di kepala Rudi. Om-nya.
"Tau aja, kamu. Nanti ada siswi baru pindahan, tolong antar dia ke kelasnya. Sambil kamu seluk beluk sekolah ini. Pasti kamu bisa kan, Ta?" Rudi tahu, Semesta bisa diandalkan dalam segala hal yang berhubungan dengan sekolah. Karena, cowok itu merupakan salah satu murid aktif serta berprestasi di sekolah itu. SMA Cahaya Pelita.
Semesta tersenyum sambil mengangguk. "Tenang semua aman sama aku, Om. Aku bisa diandalkan."
Baru saja, Semesta berhenti berbicara. Datanglah seorang gadis, yang merupakan siswi baru pindahan dari sekolah lain.
"Izin Pak. Saya Auretta Cyra Anindya Putri. Siswi baru pindahan dari SMA Bakti Abadi." Auretta memperkenalkan dirinya, sambil menyempatkan diri untuk memasang senyum manisnya di depan Rudi serta Semesta.
Diam-diam, Semesta menyunggingkan senyum sembari memperhatikan Auretta. Mungkin, lebih tepatnya melihat penampilan gadis itu dari atas sampai bawah.
Pun, Auretta bisa merasakan bila sedang diperhatikan oleh Semesta. Terlebih, tatapan cowok itu cukup membuatnya berpikir yang tidak-tidak. Akan tetapi, senyuman serta tatapan Semesta memang mencurigakan.
Ngapain nih cowok liatin gue segitunya, sambil senyum-senyum pula. Ngeri banget, takut kalo dia punya jiwa psikopat.
Itulah pemikiran Auretta kepada Semesta. Lagipula, kenapa tatapan cowok itu cukup intens. Padahal, mereka baru saja bertemu satu sama lain.
"Kenalin, ini Semesta yang bakalan nemenin kamu buat keliling buat mengenali area sekolah ini. Dan, akan antar kamu ke kelas kamu." Rudi memperkenal Semesta, serta menjelaskan tugas yang akan dijalani oleh cowok itu.
Auretta mengangguk, berusaha tetap santai. Meskipun, ia tahu sepertinya ada yang tidak beres dengan sikap Semesta.
"Semesta. Panggil aja gue, Seta. Salam kenal, ya. Ayo ... Gue antar lo ke kelas. Kebetulan bel masuk udah bunyi. Soal mengenali lingkungan sekolah bisa kita lakuin nanti pas jam istirahat." Semesta mengulurkan tangan, sembari menjelaskan tugasnya pada Auretta.
Auretta terdiam sejenak, lalu membalas uluran sekaligus jabat tangan dari Semesta. "Auretta. Salam kenal juga, Kak."
Setelah itu, Rudi mempersilakan Semesta serta Auretta untuk keluar dari ruangannya. Karena, bel masuk sudah berbunyi beberapa menit lalu.
Semesta berjalan lebih dulu meninggalkan ruangan Rudi. Diikuti, oleh Auretta yang tampak sedikit tidak nyaman harus berdekatan bersama Semesta.
Kini, Auretta fokus memperhatikan area sekolah sembari melangkah menuju kelas. Sampai, ia tak sadar tiba-tiba menabrak punggung Semesta yang berhenti tepat di depannya.
"Lo apa-apaan, sih? Kok berhenti mendadak kayak gitu. Kan, gue jadi kesakitan gara-gara nabrak tubuh lo." Auretta sembari memegang serta mengelus keningnya.
Semesta berbalik badan, lalu menatap Auretta yang sepertinya sedang merasa kesakitan. "Sori... Tadi tali sepatu gue lepas. Jadi, gue benerin dulu. Lagipula harusnya lo fokus. Gue berhenti nggak liat, kan badan gue lumayan gede di--"
Auretta menghela napas, sedikit tak terima dengan perkataan Semesta. "Apa? Lo mau bilang gue pendek sama kecil gitu? Dasar otak dangkal! Psikopat!"
Semesta menghela napas, paham bila Auretta tersinggung dengan perkataannya. Padahal, ia belum selesai berbicara. Namun, gadis itu sudah menyimpulkan hal yang belum tentu benar.
"Sori ... Gue nggak bermaksud kayak gitu." Semesta merasa tak enak hati dengan Auretta.
"Terserah lo aja, deh. Mata lo bisa biasa aja liatin gue-nya. Lagipula, lo nggak menarik di mata gue. Dan, gue nggak akan tertarik sama lo. Soalnya, gue udah punya cowok yang lebih segalanya dibanding lo. Jadi,--"
"Oke. Buruan cil, kita udah kelamaan di sini. Nanti lo nggak sampai-sampai dimarahin guru." Semesta tak mau bila mereka berdua terkena masalah sekarang.
"Cil... Cil. Sembarang banget kalo ngomong. Gue punya nama bagus masa dipanggil Cil." Auretta cemberut serta mengerut, membuat Semesta diam-diam tersenyum.
Semesta hanya mengangguk, paham bila lawan bicaranya kesal padanya. Akan tetapi, ia menyukai ekspresi Auretta seperti itu. "Kalo gitu, lo jalan di depan. Biar, gue di belakang sambil arahin lo sampai kelas. Adil kan?"
"Oke. Itu lebih bagus." Kini, Auretta langsung melangkah mendahului Semesta. Namun, tanpa diduga ada yang membuat salah fokus Semesta membuatnya senyum-senyum saat melihat Auretta jalan di depannya.
Baru saja berjalan beberapa langkah, Auretta berhenti sejenak. Kemudian, menoleh serta menatap tajam ke arah Semesta.
"Jangan ngerjain gue, ya? Awas aja, tiba-tiba lo ninggalin gue sendirian buat ke kelas." Auretta memperingatkan Semesta. Membuat, cowok itu tersenyum dengan perkataan Auretta.
"Tenang aja kali, Cil. Gue nggak akan ninggalin lo gitu aja." Semesta tak pernah menghilangkan senyum dari bibirnya.
Auretta mengangguk, mencoba mempercayai perkataan Semesta. Kakak kelasnya. "Gue pegang janji lo, Kak Setan."
Semesta menghela napas, saat mendengar Auretta salah menyebut namanya. "Nama gue, Semesta. Dipanggil Seta, bukan Setan, Cil."
"Bodo amat, gue bakalan tetap panggil lo, Kak Setan. Titik." Auretta tak mau kalah dalam perbincangan itu. "Lagipula, lo manggil gue juga nggak benar. Jadi, kita impas nggak usah protes lagi, Kak Setan."
Semesta menggelengkan kepalanya. "Terserah lo aja, Cil. Buruan jalan, biar cepet sampai kelas lo."
"Oke."
Setelah menuruti arahan dari Semesta. Auretta sampai di depan kelasnya. Kemudian, Semesta meminta izin untuk mengantar sembari masuk ke dalam kelas itu kepada guru yang sedang mengajar.
"Ngapain lo masih di sini, Kak? Gue kan udah sampai kelas dengan selamat. Tugas lo selesai, kan?" Auretta merasa heran, kenapa Semesta masih berada di dekatnya. Padahal, harusnya cowok itu langsung pergi dari tempat itu.
Semesta tersenyum, lalu berpamitan pada guru. Akan tetapi, ia masih memperhatikan Auretta sebelum dirinya pergi dari sana. Sementara, Auretta dipersilakan untuk duduk pada kursi yang kosong. Namun, tiba-tiba Semesta menahan tas ransel milik Auretta. Membuat, gadis itu terdiam sembari menatap kesal pada Semesta. Bingung, dengan apa yang dilakukan kakak kelasnya. "Tunggu..."
"Apa lagi sih, Kak?" Auretta dengan nada kesal pada Semesta. "Udah sana, mending lo pergi dari sini. Tugas lo udah selesai."
"Gue mau ngomong sesuatu sama lo." Sontak perkataan Semesta itu menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di kelas X IPA 2.
"Apaan, deh. Nggak jelas banget." Auretta merasa tak nyaman menjadi pusat perhatian di sana. "Pergi nggak lo!"
Semesta, tersenyum melihat ekspresi yang ditunjukan oleh Auretta. Sepertinya, dia benar-benar dengan semua itu. "Ada sesuatu yang ketinggalan."
Auretta mengernyitkan keningnya bingung. Padahal, ia merasa tidak meninggalkan sesuatu saat bersama Semesta. "Nggak usah mengada-ada, Kak Setan. Nggak ada sesuatu atau barang gue ketinggalan. Jadi, mending lo buruan pergi dari sini. Jangan bikin malu. Please."
"Bayangan lo ketinggalan." Lagi-lagi kata Semesta menjadi pusat perhatian seluruh orang di kelas itu. Terlihat, semua bertengkar sambil tertawa dengan apa yang diucapkan oleh Semesta.
Auretta menghela napas, berusaha sabar untuk tidak meledakkan amarahnya. Terlebih lagi, dengan kata kakak kelasnya yang membuatnya sangat kesal. "Bisa serius dikit nggak, sih, Kak."
"Wah... Ternyata, malah bisa diseriusin sama Kak Seta. Mantap banget, baru ketemu lho itu." Salah satu siswa menyeletuk semakin membuat kondisi kelas semakin heboh.
Semesta tertawa kecil, lalu sedikit mendekat ke arah Auretta. Lalu, membisikkan sesuatu pada Auretta. "Tas lo kebuka dari tadi, Cil. Pembalut lo keliatan dan hampir jatuh."
Sontak Auretta langsung memeriksa apa yang disampaikan oleh Semesta. Dan ternyata benar yang dikatakan kakak kelasnya. Lalu, dengan cepat menutup salah satu bagian resleting tas yang terbuka.
Malu banget gue, untung aja gak ada orang yang liat kecuali Kak Setan. Gue salah sangka sama dia.
Auretta sedikit merasa tak enak hati pada Semesta. Akan tetapi, melihat raut wajah kakak kelasnya itu membuatnya kesal.
“Gue duluan, Cil.” Semesta tersenyum sambil menatap Auretta. Sembari mengacak-acak rambut Auretta. "Lain kali, harus lebih hati-hati. Sampai ketemu lagi."
Tindakan itu, kembali menjadi pusat perhatian sebelum akhirnya Semesta meninggalkan kelas Auretta. Auretta sedari dulu, tidak terlalu suka menjadi pusat perhatian. Akan tetapi, kini semua terjadi di luar dugaannya. Gara-gara Semesta, cowok yang baru ditemui serta kenal.
- Akan Dilanjutkan -