Halo.
Kalau kamu sedang membaca bagian ini, artinya kamu sudah menuntaskan perjalanan XIII-A—sebuah perjalanan yang awalnya bahkan tidak pernah kupikir akan selesai.
Aku menulis sebagian buku ini di tengah keadaan yang sangat gelap. Waktu itu, aku merasa hancur. Dikhianati. Kehilangan arah. Semua yang kupegang erat selama ini—impian, teman, masa depan—runtuh begitu saja. Dan yang lebih menyakitkan, tidak ada yang bisa aku salahkan selain diriku sendiri.
Tapi kemudian, sesuatu terjadi.
Aku berhenti mencoba menjadi kuat hanya untuk orang lain. Aku berhenti berpura-pura baik-baik saja. Dan ketika aku berhenti melawan rasa sakit, di sanalah aku mulai benar-benar sembuh.
Aku ingin bilang ini kisah tentang bangkit. Tapi tidak sesederhana itu.
Ini kisah tentang belajar bernapas lagi setelah paru-parumu sempat penuh air. Tentang menerima bahwa beberapa luka tidak bisa sembuh total—tapi kita tetap bisa hidup bersamanya. Dan tentang memaafkan... bukan karena mereka pantas, tapi karena kita layak tenang.
Aku tidak punya ijazah sekolah.
Tapi aku punya cerita.
Dan jika cerita ini bisa menemani satu orang saja di luar sana yang sedang merasa sejatuh aku dulu—maka semua ini layak.
Terima kasih sudah membaca.
Terima kasih sudah ikut bertahan.
– Athariel Pradana
arrghhhhh. aku bacanya ikut frustrasiiiiiii
Comment on chapter BAB 3: TIDAK LAYAK BERTAHAN