Loading...
Logo TinLit
Read Story - When Flowers Learn to Smile Again
MENU
About Us  

Berkat perkataan nenek pemilik bunga azalea, beberapa hari terakhir Jihan selalu menyempatkan diri datang ke fakultas sastra dengan harapan Natha ada di sana dan tidak lagi menghindarinya, tapi usahanya tidak membuahkan hasil. Tiap kali Jihan datang, Natha tidak ada dan entah lelaki jangkung itu bersembunyi di mana.

Tidak ingin menyerah, Jihan berdiam diri di lorong fakultas sastra, yang siapa tahu saja Natha akan tiba. Dan semisal laki-laki itu datang, Jihan tidak akan melepaskannya.

Omong-omong, perempuan itu tidak tahu harus menunggu berapa lama sampai Natha datang dan Jihan pun tidak tahu apakah Natha ada kelas atau tidak sama sekali, tapi meski dirinya sempat bingung, sekali lagi Jihan tidak akan menyerah untuk menunggunya.

Sembari menunggu, sesekali fokusnya tertuju pada ponsel di tangan, takutnya Natha membalas pesannya atau balik meneleponnya, tapi harapan kecilnya itu tidak terwujud, tidak ada pesan maupun telepon.

Sambil bersandar pada tembok Jihan menundukkan kepala menatap ujung sepatunya yang kotor karena menginjak tanah, mungkin jika dirinya tidak lelah saat tiba di rumah nanti sepasang sepatu kotor itu akan dicuci olehnya.

"Hari ini kita jadi ke mal, kan?"

Padahal pertanyaan itu jelas bukan tertuju padanya, tapi kepalanya justru mendongak mendapati keberadaan dua perempuan yang ada di lorong yang sama hanya berjarak tujuh meter saja dari tempat Jihan berdiri, kalau tidak salah ingat kedua perempuan itu adalah orang yang sama saat di gazebo taman beberapa hari yang lalu.

"Jadi dong, sekalian mau beli jam tangan," ucap temannya yang memakai kemeja berwarna abu-abu.

"Eiya, katanya Kak Natha hari ini mau ke Jepang ya?"

Padahal Jihan tidak ingin mendengar percakapan mereka lebih lanjut, tapi mereka yang menyebut nama 'Natha' membuatnya terkejut, karena ingin mengetahui lebih jelas Jihan sengaja menggerakkan kakinya untuk mendekat, agar obrolan mereka yang membahas tentang Natha tidak sedikit pun terlewat.

"Iya, berangkatnya hari ini mungkin sekarang Kak Natha udah ada di bandara." 

Jihan membeku, pantas saja sampai detik ini lelaki itu belum menunjukkan batang hidungnya.

"Boleh nggak sih, kita minta fotoin bunga sakura di sana?"

"Gue rasa Kak Natha pasti nggak keberatan, tapi kayaknya bulan ini belum mekar deh.

Lalu tidak ada percakapan lagi yang didengar karena kedua perempuan itu berjalan melewatinya yang entah ingin pergi ke mana, Jihan tidak peduli karena yang menjadi pedulinya saat ini adalah Natha, Jihan ingin bertemu dengannya sebelum terlambat.

Jihan berusaha untuk tenang meski rasanya ingin menangis, sekali lagi Jihan menelepon Natha dengan harapan Natha mengangkatnya, tapi justru Jihan berdecak sebal lantaran nomor yang dituju tidak dapat dihubungi.

Dia menghela napas dan sekali lagi berusaha menenangkan diri karena sekarang dia harus pergi sebelum penyesalan memeluknya dengan erat.

***

Gelisah? Tentu saja, selama dalam perjalanan menuju bandara taksi yang ditumpangi berhenti sejak tadi, bukan karena mobilnya mogok kehabisan bahan bakar, melainkan karena adanya kemacetan di sepanjang jalan, suara klakson kendaraan saling bertautan. Taksi yang belum bergerak sama sekali membuat perasaannya semakin gelisah.

"Pak, kira-kira sampai ke bandara berapa menit lagi ya?"

"Sekitar lima menit lagi, Mbak."

Jawaban itu telah memberinya keputusan. "Saya turun di sini aja, Pak."

Jihan segera memberi uang pas sesuai argo taksi yang tertera. "Makasih, Pak."

Karena waktu yang dimiliki tidak banyak Jihan segera berlari menyusuri jalan menuju bandara, perempuan itu terus berlari tanpa mengenal lelah.

Dengan napas terengah-engah serta keringat yang membasahi kening, bandara ada di depan mata dan Jihan kembali berlari mengabaikan orang-orang yang menatapnya. Jihan tidak peduli karena yang menjadi pedulinya adalah Natha.

Perempuan itu kebingungan mencari keberadaan Natha sebab tempat ini cukup luas, dia menatap sekeliling berharap keberadaan Natha masih ada di sekitarnya. Jihan yang berusaha untuk tenang mencari papan pengumuman di bandara, layar besar yang dicari terlihat. Layar besar yang menampilkan informasi penerbangan seperti jadwal keberangkatan dan kedatangan, rute, status penerbangan, dan informasi lain yang relevan.

Dan tujuan penerbangan ke Jepang sudah berangkat sepuluh menit yang lalu.

Jihan terlambat, kakinya yang lemas tidak sanggup lagi untuk menopang tubuhnya. Dia tidak bisa menahan tangisnya, mengabaikan dirinya yang menjadi tontonan orang-orang di bandara.

Selama menangis, Jihan mengetahui satu hal yang kenyataannya sulit diterima. Ternyata lelaki itu datang hanya untuk mempermainkannya.

***

Jihan tidak lagi di bandara, perempuan itu duduk di pinggir jalan dengan kepala menunduk. Sudah lebih dari lima belas menit Jihan ada di sana dan enggan beranjak dari tempatnya seakan tidak peduli pada sekeliling terutama pada langit sore yang terlihat mendung.

Sekarang Jihan tidak tahu harus apa, Jihan tidak tahu bagaimana cara menghadapi hari esok. Apakah semuanya akan baik-baik saja setelah hatinya kembali sakit? Apakah perlahan hatinya kembali mengeras seperti batu? Jika suatu saat nanti ada seseorang yang kembali mendekat, Jihan tidak akan membuka hati bahkan menaruh harapan pada siapa pun lagi.

Terus menangis tanpa henti, sampai-sampai semesta juga ikut menangis dengan cara menurunkan hujan. Jihan tidak peduli tentang tubuhnya yang kebasahan karena dia hanya ingin terus menangis.

Kepala yang masih menunduk dengan isak tangis terdengar samar-samar karena hujan, sepasang sepatu berdiri tepat di hadapannya bahkan air hujan yang membahasi tubuhnya tidak lagi terasa seakan ada seseorang yang memayunginya.

Ketika kepalanya mendongak dengan wajah yang kacau, Jihan mendapati keberadaan seseorang yang sedang ditangisi sejak tadi.

Natha datang, tepat di hadapannya dengan sorot mata yang terlihat hangat. "Kalau hujan seharusnya kamu berteduh, bukan duduk di pinggir jalan kayak gini."

Rasanya Jihan ingin sekali memaki lelaki itu, karena siapa dirinya menjadi kacau begini? Tapi Jihan tidak memiliki tenaga untuk mengeluarkan emosinya.

"Kamu nggak jadi ke Jepang?" tanyanya dengan suara parau.

Keningnya mengerut. "Buat apa saya ke Jepang?"

"Pertukaran pelajar, katanya kamu ke Jepang."

Jawaban yang terdengar itu membuat Natha tertawa dan jujur, Jihan sebal melihatnya. Semudah itukah Natha tertawa di saat Jihan masih menangis?

"Kamu salah paham, sebenarnya yang namanya Natha di kelas saya itu ada dua. Dan yang berangkat ke Jepang itu namanya Nathalie Agusta. Kebetulan kami sama-sama dipanggil Natha."

Padahal Jihan sudah mengeluarkan semua energinya dengan cara berlari sekaligus mencari Natha di bandara, tapi setidaknya Jihan merasa lega karena Natha tidak meninggalkannya seperti apa yang dituduhkan olehnya.

Jihan mengusap wajahnya yang terkena air hujan sekaligus air matanya. "Saya mau tanya, kenapa akhir-akhir ini kamu menghindar? Kamu udah nggak mau berteman lagi sama saya?"

Selain menghela napas, Natha merapatkan bibirnya. Melihat diamnya Natha membuat Jihan berdecak sebal. "Ayo jawab, jangan diam aja saya butuh penjelasan dari kamu."

Masih memayungi Jihan yang duduk di pinggir jalan, Natha menundukkan kepala tidak sanggup menatap mata Jihan yang jelas-jelas marah padanya.

"Maaf, saya nggak bisa jawab."

"Kamu nggak bisa jawab? Alasan kamu bikin saya marah tahu nggak!"

"Kamu memang pantas marah sama saya, kalau kamu benci juga nggak apa-apa."

"Tapi sayangnya saya nggak bisa benci sama kamu. Saya butuh penjelasan Natha, tolong jangan jadi pengecut."

Suaranya yang terdengar bergetar membuat Natha memberanikan diri untuk kembali menatapnya. Benar, meski wajahnya dibasahi oleh air hujan, samar-samar air matanya kembali tercampur oleh air hujan. Dan untuk kedua kalinya lelaki itu menghela napas, Jihan yang menangis telah meruntuhkan pertahanannya.

"Malam itu, saya lihat kamu pelukan sama laki-laki di depan rumah kamu. Dan saya pikir kamu kembali menjalin hubungan sama orang itu, jadi saya memilih buat menghindar, biar nggak ganggu hubungan kamu."

Penjelasan Natha membuatnya terkejut, memang sih Jihan yang salah karena membiarkan Albin memeluknya meski hanya sebentar.

"Terus kamu berpikir kalau saya kembali sama orang itu?"

Natha menjawab dengan anggukan singkat.

"Lucu banget, kamu langsung menyimpulkan gitu aja tanpa tahu akhirnya kayak gimana," ucap Jihan sambil tersenyum getir. Memang Albin memeluknya, tapi setelah itu Jihan segera mengusirnya bahkan menyuruh orang itu untuk tidak datang lagi.

"Kalau kamu nggak percaya, kamu bisa kok bantu saya."

Natha bertanya. "Bantu apa?"

Sebelum menjawab, Jihan berdeham sebentar. "Kamu bisa bilang, kalau kamu pacar saya di depan orang itu."

Natha mengerjapkan mata bahkan mulutnya sedikit terbuka, terkejut? Tentu saja, karena perkataan Jihan sama sekali tidak terpikirkan olehnya dan kenapa pula perempuan itu dengan mudahnya berkata seperti tadi? Natha tahu Jihan hanya bercanda, tapi tetap saja lelaki itu tidak bisa menyembunyikan senyum serta debaran di jantungnya, mungkin wajahnya memerah karena malu.

Dan mungkin karena melihat tingkahnya ini, Jihan sampai tertawa. "Pipi kamu merah, pasti karena di sini dingin ya?" Ledeknya masih tertawa lalu ketika tawanya itu mereda Jihan kembali berkata, "Karena saya sudah menjelaskan, kamu jangan menghindar lagi ya?"

"Maaf, Han." Hanya itu yang bisa Natha ucapkan sekarang. Menyesal? Tentu saja, kalau saja dia tidak langsung membalikkan badan dan menyimpulkan sendiri, pasti akhirnya tidak akan begini, hari-harinya tanpa Jihan begitu menyiksanya.

"Saya maafin, tapi kamu harus tanggung jawab. Tenaga saya habis karena lari ke bandara buat ngejar kamu, baju saya basah karena hujan, dan sekarang perut saya lapar," ucapnya dengan wajah memelas seakan minta di kasihani.

Kemudian Natha memiliki alasan untuk tertawa, alasan pertama karena wajah Jihan terlihat menggemaskan lalu alasan kedua karena ucapannya yang terlampau jujur.

"Mau iga bakar bu Titin?"

Tentu perempuan itu mengangguk dengan cepat, karena iga bakar yang bu Titin jual sudah menjadi makanan kesukaannya.

"Kamu masih bisa jalan? Mau saya gendong?" goda Natha yang membuat Jihan mendesis padanya.

"Enggak usah macam-macam!" sahut Jihan galak.

***

Katanya bunga violet cocok untuk menyampaikan permintaan maaf dengan penuh kerendahan hati, karena violet tumbuh rendah di tanah secara tidak langsung mengajarkan tentang sikap rendah hati dan tidak sombong. Lalu warna ungu sering diasosiasikan dengan kesetiaan serta kepercayaan. Violet bisa melambangkan tentang cinta diam-diam, cinta yang setia dan perasaan yang tidak berubah meski dalam keadaan sulit.

Bunga violet memiliki ukuran kecil, memiliki lima kelopak dengan susunan yang terbilang khas yaitu dua kelopak mengarah ke atas, dua kelopak ke samping, dan satunya mengarah ke bawah. Meski namanya adalah violet, bunga itu memiliki warna lain. Daunnya berbentuk hati dengan tepian bergerigi halus. Violet memiliki aroma manis dan lembut yang khas.

Meski bentuknya yang kecil dan sederhana, violet memancarkan aura elegan dengan nuansa klasik yang alami.

Karena bunga itu memiliki arti tentang permintaan maaf, Natha sengaja membelinya bukan dibuat menjadi buket seperti bunga lain, melainkan dibeli bersama pot kecil yang kini dibawa olehnya. Natha sengaja membawanya seperti ini supaya Jihan selalu ingat tentang permintaan maafnya serta cintanya yang tidak pernah mati.

Benar, Natha akan memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaan yang sesungguhnya meski tidak tahu perempuan itu akan menerimanya atau tidak.

Omong-omong, Natha datang ke rumah Jihan lagi setelah mengantar perempuan itu pulang sekaligus membeli iga bakar bu Titin. Saat pergi Natha beralasan ingin membeli sesuatu dan Natha tidak mengatakan jika yang ingin dibeli olehnya adalah bunga violet.

Pintu yang tertutup itu diketuk olehnya lalu si pemilik rumah menyambut kedatangannya dengan seulas senyuman.

"Bunga violet?" tanya Jihan menatap bunga kecil yang ada di tangan Natha.

"Hm, saya beli bunga ini buat kamu sebagai ucapan permintaan maaf saya." Begitu katanya seraya meringis pelan. "Oiya, selain permintaan maaf kamu tahu tentang arti bunga ini?"

Jihan terdiam memikirkan arti lain dari bunga violet. "Kalau nggak salah, artinya tentang cinta diam-diam atau cinta yang setia, kan?"

Natha mengangguk singkat. "Kamu benar, tapi kali ini saya nggak bisa diam-diam lagi."

"Maksud kamu?" tanyanya tidak mengerti.

Dan sebelum mengungkapkan seluruh isi hatinya, Natha berdeham sebentar sekadar menenangkan debaran jantungnya yang berdetak lebih kencang.

"Kamu tahu nggak, Han. Pemeran utama di film picisan yang pernah saya tonton pernah bilang kayak gini. Katanya ada satu cara yang bisa bikin perempuan jatuh cinta, dan caranya itu sederhana banget, buat dia tersenyum atau tertawa dan kamu tahu apa yang terjadi?"

Respons Jihan adalah menggelengkan kepala, dia tidak tahu dan belum pernah menonton film picisan yang Natha ceritakan.

"Malah si laki-laki pemeran film picisan yang semakin jatuh cinta."

Sontak terlihat kerutan di kening Jihan. "Kok bisa?"

"Iya, itu karena tawa si perempuan yang dia sukai punya sihir pemikat yang kuat," jawabnya yang disusul oleh kekehan pelan.

"Dan kalau di pikir-pikir kayaknya saya juga merasakan hal yang sama deh." Mata bulatnya itu menatap Jihan lekat-lekat, Jihan yang ditatap seperti itu merasakan detak jantungnya yang bekerja lebih cepat dari biasanya.

"Di saat saya lihat kamu tersenyum maupun tertawa, justru saya yang semakin jatuh cinta dan kamu harus tahu itu karena saya nggak bisa lagi menyembunyikannya."

Ungkapan Natha yang terdengar santai membuatnya terkejut. Sungguh Natha mengungkapkan perasaannya? Apakah ini tidak terlalu cepat? Atau lelaki itu sedang bercanda?

"Kamuㅡ"

"Iya, saya suka Jihan." Senyum manis yang Natha perlihatkan serta sorot mata yang meyakinkan, perasaan ragu di hatinya perlahan menghilang.

"Saya harus jawab sekarang?" Begitu katanya seraya berusaha menahan senyum karena gejolak di dada terasa menggelitik.

"Kalau kamu butuh waktu, saya nggak masalah."

Benar, Natha tidak memaksa Jihan untuk menjawabnya sekarang. Biarkan dia berpikir terlebih dahulu karena hal itu lebih baik.

Natha terdiam menahan rasa gugup, sementara Jihan yang tidak sanggup menahan senyumnya mengambil bunga violet yang masih ada di tangan Natha.

"Saya ambil bunga kamu, itu tandanya saya membalas perasaan kamu," ucapnya sambil tersenyum.

Natha melongo sebab perkataan yang di dengar membuatnya terkejut bahkan dia sempat berpikir kalau kedua telinganya salah dengar, tapi melihat senyum malu yang Jihan perlihatkan telah membuktinya jika lelaki itu tidak salah dengar.

"Kamu serius?"

Padahal Natha bertanya seperti itu karena benar-benar ingin memastikan, tapi Jihan justru berdecak seraya melipatkan kedua tangan di depan dada. "Menurut kamu, saya lagi bercanda?"

Nada suaranya yang terdengar beda, ditambah dengan senyuman malu-malunya yang menghilang membuat Natha cengengesan. Dia tahu Jihan pasti agak kesal padanya.

"Enggak kok. Saya pikir, saya ditolak," katanya sambil menggaruk kepalanya.

"Makanya jangan asal tebak," cibir Jihan yang di akhiri oleh tawa singkat sedangkan Natha kembali cengengesan.

Mereka memiliki perasaan yang sama, maka untuk menyatukan perasaan itu mereka menjalin hubungan yang semoga tidak pernah renggang.

Dulu Jihan pernah menyalahkan Tuhan karena takdirnya yang begitu menyedihkan, tapi Jihan merasa bersalah setelahnya karena tidak seharusnya dia berpikir seperti itu. Seharusnya dia menerima dengan lapang dada karena setelahnya akan ada kebahagiaan yang muncul dalam wujud manusia bernama Natha.

Jihan tidak memiliki keraguan saat Natha mengungkapkan perasaannya sebab dia tahu bahwa lelaki itu tidak akan meninggalkannya. Dan bunga violet yang ada di tangannya ini akan dirawat dengan baik layaknya menumbuhkan kasih sayang. 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Metafora Dunia Djemima
86      71     2     
Inspirational
Kata orang, menjadi Djemima adalah sebuah anugerah karena terlahir dari keluarga cemara yang terpandang, berkecukupan, berpendidikan, dan penuh kasih sayang. Namun, bagaimana jadinya jika cerita orang lain tersebut hanyalah sebuah sampul kehidupan yang sudah habis dimakan usia?
Cinta Tiga Meter
702      438     0     
Romance
Fika sudah jengah! Dia lelah dengan berbagai sikap tidak adil CEO kantor yang terus membela adik kandungnya dibanding bekerja dengan benar. Di tengah kemelut pekerjaan, leadernya malah memutuskan resign. Kini dirinya menjadi leader baru yang bertugas membimbing cowok baru dengan kegantengan bak artis ibu kota. Ketika tuntutan menikah mulai dilayangkan, dan si anak baru menyambut setiap langkah...
Love You, Om Ganteng
17106      4156     5     
Romance
"Mau dua bulan atau dua tahun, saya tidak akan suka sama kamu." "Kalau suka, gimana?" "Ya berarti saya sudah gila." "Deal. Siap-siap gila berarti."
The Bet
17122      2675     0     
Romance
Di cerita ini kalian akan bertemu dengan Aldrian Aram Calton, laki-laki yang biasa dipanggil Aram. Seperti cerita klise pada umumnya, Aram adalah laki-laki yang diidamkan satu sekolah. Tampan? Tidak perlu ditanya. Lalu kalau biasanya laki-laki yang tampan tidak pintar, berbeda dengan Aram, dia pintar. Kaya? Klise, Aram terlahir di keluarga yang kaya, bahkan tempatnya bersekolah saat ini adalah mi...
Premonition
547      344     10     
Mystery
Julie memiliki kemampuan supranatural melihat masa depan dan masa lalu. Namun, sebatas yang berhubungan dengan kematian. Dia bisa melihat kematian seseorang di masa depan dan mengakses masa lalu orang yang sudah meninggal. Mengapa dan untuk apa? Dia tidak tahu dan ingin mencari tahu. Mengetahui jadwal kematian seseorang tak bisa membuatnya mencegahnya. Dan mengetahui masa lalu orang yang sudah m...
Monday vs Sunday
112      97     0     
Romance
Bagi Nara, hidup itu dinikmati, bukan dilomba-lombakan. Meski sering dibandingkan dengan kakaknya yang nyaris sempurna, dia tetap menjadi dirinya sendiricerewet, ceria, dan ranking terakhir di sekolah. Sementara itu, Rei adalah definisi murid teladan. Selalu duduk di bangku depan, selalu ranking satu, dan selalu tampak tak peduli pada dunia luartermasuk Nara yang duduk beberapa meja di belaka...
Percikan Semangat
904      502     1     
Short Story
Kisah cinta tak perlu dramatis. Tapi mau bagaimana lagi ini drama yang terjadi dalam masa remajaku. Cinta yang mengajarkan aku tentang kebaikan. Terima kasih karena dia yang selalu memberikan percikan semangat untuk merubahku menjadi lebih baik :)
1000 Origami Bangau
387      265     3     
Short Story
Origami bangau melambangkan cinta dan kesetiaan, karna bangau hanya memiliki satu pasangan seumur hidupnya. Tapi, jika semua itu hanyalah angan-angan belaka, aku harus bagaimana ??
Ameteur
82      75     1     
Inspirational
Untuk yang pernah merasa kalah. Untuk yang sering salah langkah. Untuk yang belum tahu arah, tapi tetap memilih berjalan. Amateur adalah kumpulan cerita pendek tentang fase hidup yang ganjil. Saat kita belum sepenuhnya tahu siapa diri kita, tapi tetap harus menjalani hari demi hari. Tentang jatuh cinta yang canggung, persahabatan yang retak perlahan, impian yang berubah bentuk, dan kegagalan...
LINN
13530      2036     2     
Romance
“Mungkin benar adanya kita disatukan oleh emosi, senjata dan darah. Tapi karena itulah aku sadar jika aku benar-benar mencintaimu? Aku tidak menyesakarena kita harus dipertemukan tapi aku menyesal kenapa kita pernah besama. Meski begitu, kenangan itu menjadi senjata ampuh untuk banggkit” Sara menyakinkan hatinya. Sara merasa terpuruk karena Adrin harus memilih Tahtanya. Padahal ia rela unt...