Waktu terus berjalan dan Jihan tengah bersiap untuk berangkat kuliah di pagi hari, Jihan yang sudah sarapan dengan telur ceplok mengambil ranselnya di atas kasur dan segera dia berjalan keluar. Saat pintu rumah dibuka olehnya perempuan berkucir ekor kuda itu menghela napas sebentar lantaran seseorang yang ada di depan rumahnya.
Dan orang yang di maksud tentu saja Natha, padahal Jihan tidak membalas pesan lelaki itu mengenai dirinya yang ingin dijemput atau tidak. Tapi Natha sudah menampakkan dirinya di sini sambil tersenyum lebar, melambaikan tangannya dengan posisi duduk di atas motornya lalu karena keberadaan Natha, Jihan berjalan menghampiri yang sebelumnya telah mengunci pintu rumahnya.
"Saya pikir kamu udah berangkat kuliah." Begitu katanya sambil cengengesan kemudian dia memberikan helm untuk Jihan, tapi Jihan belum menerimanya.
Sebenarnya alasan Jihan sengaja tidak membalas pesan dari lelaki itu karena dia terlalu malas untuk membalasnya terlebih Jihan sendiri tidak mengharapkan Natha akan menjemputnya ke rumah. Toh perempuan itu bisa berangkat ke tempat kuliah sendiri dengan selamat.
"Memangnya saya mau berangkat kuliah sama kamu?" ucap Jihan dengan tampang datarnya dan hal itu membuat Natha mengerjapkan matanya berkali-kali dan helm itu masih ada di tangannya.
"Pagi ini kamu kenapa?" Natha bertanya membawa perasaan kecewa karena dia pikir Jihan akan langsung menaiki motornya.
Lalu ucapan yang terdengar itu membuat kening Jihan mengerut. "Maksudnya?"
"Kamu kayak sebelumnya, padahal saya udah senang loh karena kemarin kamu banyak bicara." Natha mengerucutkan bibirnya dia cemberut karena kecewa atas sikap Jihan yang seperti ini.
Perempuan itu memutar bola matanya dan menghela napas untuk kedua kalinya, tanpa mengatakan apa-apa Jihan mengambil helm yang hendak Natha berikan padanya kemudian memakainya sebelum mendudukkan diri di jok belakang motor Natha.
Jihan yang sudah berada di boncengannya membuat lelaki yang sempat cemberut itu tidak bisa menyembunyikan senyumannya, tentu saja sebab hal seperti inilah yang dirinya inginkan bukan sebuah penolakan. Karena mereka harus berangkat kuliah Natha segera memakai helm dan menyalakan mesin motornya.
"Sudah siap?"
"Hm." Jihan menyahut singkat.
"Pegangan ya, saya takut kamu jatuh." Untuk kedua kalinya bola mata itu memutar karena jengah karena menurutnya Natha berisik.
***
Saat pembelajaran berlangsung Jihan yang duduk di tengah-tengah kelas Jihan tidak terlalu aktif saat bertanya hanya mendengarkan dosen yang menjelaskan tentang materi pembelajaran. Dan di waktu istirahatnya Jihan memutuskan untuk pergi ke kantin karena perutnya terasa lapar.
Di koridor menuju kantin ponsel yang ada di saku celananya bergetar dan Jihan segera mengambilnya. Ternyata terdapat pesan singkat dari Natha sekadar menanyakan apakah jam kuliahnya sudah selesai atau belum. Bukannya membalas pesan singkat itu Jihan malah memasukkan kembali ponselnya ke saku celananya.
Alasannya dia sengaja tidak membalas pesan dari Natha pasti lelaki bertubuh jangkung itu akan muncul di hadapannya lagi karena Natha akhir-akhir memang suka sekali ingin berada di dekatnya.
Di kantin Jihan memesan semangkuk soto ayam bahkan pesanannya sudah tiba di atas meja makannya, semangkuk soto ayam yang masih panas serta nasi hangat adalah sesuatu hal yang tidak bisa Jihan abaikan.
Tadinya Jihan menikmati waktu makannya yang berharga, tapi tiba-tiba saja ada seseorang yang mendudukkan dirinya di kursi kosong sebelahnya. Tanpa menoleh pun Jihan tahu siapa orang itu dan keberadaan orang itu tidak lagi membuatnya terkejut.
"Wah, soto ayam. Kebetulan banget saya juga lagi kepingin makan soto ayam," ucap Natha seraya tersenyum lebar.
Jihan mengabaikan dan tetap memakan makanannya karena perutnya benar-benar lapar. Di saat Jihan sibuk dengan makanannya Natha yang kebetulan juga lapar memesan makanan yang sama.
Selagi menunggu soto ayamnya datang, lelaki jangkung itu mengamati bagaimana Jihan makan. Perempuan itu makan dengan lahap mungkin karena dia kelaparan? Dan karenanya Natha tidak sanggup menyembunyikan senyumnya.
"Pelan-pelan makannya saya nggak akan minta kok," canda Natha yang dibalas tatapan sinis oleh perempuan di sebelahnya.
Sebenarnya Jihan ingin mengomel karena Natha terus mengamatinya, hanya saja dia tidak memiliki waktu untuk hal itu karena menurutnya makan adalah salah satu hal yang tidak boleh disia-siakan. Jadi semisal makanannya sudah habis barulah perempuan itu akan memarahi Natha karena sudah membuatnya risih.
"Uhuk, uhuk." Jihan terbatuk-batuk lantaran tersedak oleh makanan yang dikunyah olehnya.
Melihat perempuan itu tersedak Natha buru-buru memberikan segelas es teh manis yang ada di atas meja dan perlahan Jihan meminumnya hingga makanan yang tersangkut di tenggorokannya turun ke perutnya.
"Udah saya bilang, makannya pelan-pelan aja," ucap Natha sekali lagi.
"Saya tahu," sahut Jihan dan di dalam hatinya merasa malu sendiri.
***
Jika sebelumnya Jihan tidak membalas pesan singkat yang Natha kirimkan, kali ini berbeda ketika lelaki itu menanyakan jam berapa kelasnya berakhir. Jihan membalasnya dan mengatakan kelasnya akan berakhir pukul tiga sore.
Karena pesan yang dikirim olehnya itu, Natha segera membalas dan mengatakan jika dirinya akan mengantarkannya pulang meski Jihan sama sekali tidak memintanya.
Dan saat ini kedua orang itu sedang dalam perjalanan menuju rumah Jihan, sebentarnya Natha ingin mengajaknya ke suatu tempat hanya saja dia enggan mengatakannya karena pasti perempuan yang ada di boncengannya sudah lelah.
"Eh?" Kening lelaki itu mengerut kebingungan lantaran motor yang di kendarai tiba-tiba berhenti di tengah jalan atau lebih tepatnya berhenti pinggir jalan di depan rumah yang halamannya tertanam sebuah pohon kamboja.
Natha sempat bingung mengenai motornya yang tiba-tiba terhenti dan setelah mengetahui penyebabnya lelaki itu merutuk atas kebodohannya karena penyebabnya bensinnya habis dan Natha lupa untuk mengisinya.
Kemudian Natha menoleh ke arah Jihan yang tampak kebingungan. "Motor saya kehabisan bensin, kamu bisa turun dulu?"
Tanpa mengatakan apa-apa serta raut wajahnya tidak lagi kebingungan, Jihan segera menurunkan dirinya dari kendaraan beroda dua itu.
"Maaf ya," ucap Natha merasa tidak enak dan Jihan hanya membalas dengan anggukan singkat sebagai pertanda dia tidak mempermasalahkan hal seperti ini.
Embusan angin terasa hingga daun-daun serta bunga-bunga di pohon kamboja bergoyang, ketika embusan angin itu pergi ada satu bunga yang jatuh mengenai kepala Jihan.
Jihan segera mengambil bunga kamboja yang meliputi warna putih dan kuning di tengahnya. Bunga yang jatuh di kepalanya itu membuat seulas senyuman tipis tercipta di wajah cantiknya. Sebab si cantik lain yang dirinya lihat begitu indah dan wangi. Kamboja memiliki kelopak yang anggun serta warna yang mencolok sehingga kamboja dikenal sebagai bentuk keindahan yang abadi maupun bentuk dari kesucian serta kebenaran bagi umat beragama Hindu. Selain bentuk kelopaknya yang anggun bunga kamboja memiliki aroma manis seperti permen dan menenangkan seperti pelukan.
Omong-omong, mengenai bunga yang ada di tangannya, Jihan jadi teringat tentang orang-orang yang sering kali menyelipkan bunga itu di telinga dan Jihan melakukan hal yang sama.
Sementara itu Natha yang mengamati hanya terdiam dengan debaran di jantung yang tidak karuan, di matanya perempuan itu terlihat semakin cantik ditambah dengan embusan angin kembali datang dan menggerakkan rambutnya yang terurai. Sungguh, Natha begitu yakin jika dirinya semakin jatuh pada pesona Jihan.
"Kenapa?"
Suara Jihan yang terdengar di telinganya membuat Natha mengedipkan matanya berkali-kali. "Ah, nggak apa-apa."
Selesai berbicara lelaki itu cengengesan seraya mengusap lehernya, merasa malu karena ketahuan menatap Jihan dengan tatapan penuh cinta.
"Kenapa dilepas?" tanya Natha yang terselip perasaan kecewa karena bunga kamboja yang terselip di telinga Jihan malah dilepas.
Karena pertanyaan itu Jihan menghela napasnya sebentar. "Saya merasa kurang percaya diri aja."
Natha tersenyum, ternyata alasannya terdengar cukup menggemaskan lantas dia mengambil bunga di tangan Jihan untuk kembali diselipkan pada telinga kanan perempuan cantik yang dilandai ketidak-percayaan diri.
"Kalau saya bilang kamu cantik berkali-kali, kamu bakalan percaya diri nggak?" Begitu katanya sambil tersenyum manis.
Jihan segera memalingkan wajahnya, entah kenapa pipinya terasa panas ditambah dengan debaran jantung yang mendadak berdetak lebih cepat. Sementara itu Natha terkekeh mendapati Jihan yang salah tingkah.
Ingin meredakan debaran di jantungnya, perempuan itu berdeham pelan kemudian memberanikan diri menatap Natha kembali dengan tampang datarnya. "Motor kamu gimana?"
Perempuan itu sengaja mengalihkan pembicaraan, lebih tepatnya tidak ingin menjawab pertanyaan yang berhasil membuat dirinya salah tingkah.
"Bensinnya habis, jadi saya harus dorong sampai SPBU. Maaf ya, seharusnya saya lebih teliti lagi kalau bensin motor ini tinggal sedikit."
"Enggak apa-apa, tapi lain kali jangan seperti ini lagi."
Natha tersenyum seraya menganggukkan kepalanya singkat.
"Oiya, setelah beli bensin, saya mau traktir kamu makan. Kamu mau makan apa? Soalnya saya nggak enak hati sama kamu, kalau motor ini nggak kehabisan bensin mungkin kita udah sampai ke tempat tujuan."
Sebenarnya Jihan ingin cepat-cepat pulang, hanya saja saat memikirkan makanan perempuan itu jadi teringat iga bakar yang pernah Natha berikan padanya pada malam hari dan Jihan menginginkannya lagi.
"Saya mau iga bakar yang kamu kasih ke saya waktu itu," pintanya dan ketika membayangkan iga bakar mendadak perutnya menjadi lapar.
Untuk kesekian kalinya lelaki bertubuh jangkung itu tersenyum, ternyata dugaannya tidak salah. "Tuh, kan. Saya bilang juga apa pasti kamu bakalan ketagihan sama iga bakarnya bu Titin." Dia terkekeh sebentar sebelum melanjutkan ucapannya. "Ayo, kita ke sana. Saya bakal traktir kamu iga bakar sepuasnya," lanjutnya dan setelah itu mereka berjalan berdampingan dengan Natha yang menuntun motornya dengan perlahan.