πππ
Suatu hasil tidak akan merusak usaha. Alangkah baiknya, kita harus selalu mempunyai pemikiran positif. Karena, itu bisa membuat kita lebih baik saat melakukan segala hal. Sehingga, akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Itu membuat kita merasa bangga pada diri sendiri.
πππ
Razel tak menyangka bila tebakan Helga ada benarnya. Terbukti, sekarang mereka semua sedang mengerjakan soal ulangan Matematika. Akan tetapi, tak masalah bagi Razel bila ada ulangan dadakan seperti sekarang. Karena, dia sudah belajar setiap hari. Sehingga, setidaknya dia tidak akan mengandalkan orang lain. Dan, dirinya memang tidak tertarik untuk menyontek. Selalu mengandalkan kemampuan dirinya sendiri. Itulah prinsip yang diterapkan Razel. Apapun hasilnya, itu sudah merupakan hasil terbaik sesuai kemampuannya.
Razel melihat ke arah Helga sekilas, sepertinya ucapan dari dirinya cukup membuat sahabatnya termotivasi. Terbukti, Helga sekarang fokus mengerjakan soal sendiri tanpa melirik atau meminta bantuan orang lain. Itu baik untuk Helga. Karena, Semesta yakin bila sahabatnya juga pintar. Hanya saja, terkadang malas untuk belajar. Akan tetapi, kalau mau berusaha bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Terlebih lagi, itu karena dirinya sendiri bukan orang lain.
Razel tersenyum bangga pada Helga yang terlihat fokus mengerjakan ulangan dengan kemampuannya sendiri. Ditambah lagi, pasti sahabatnya akan merasakan hal yang sama seperti dirinya. Kemudian, dia melirik ke arah Januar. Biasa saja, cowok itu memang tidak pernah mengandalkan orang lain. Sehingga memang selalu fokus bekerja tanpa melirik ke kanan dan kirinya.
Pun, Razel bila kedua sahabatnya cukup hebat dengan kemampuan masing-masing. Sehingga, ia merasa senang sekaligus bangga kepada Helga dan Januar. Ia harap, persahabatan yang sudah terjalin akan bertahan lama. Bisa mengerti satu sama lain dalam keadaan apapun baik suka maupun duka.
Beberapa waktu kemudian. Mereka sudah selesai mengerjakan ulangan dengan baik. Razel bisa melihat Helga terlihat lega bekerja dengan kemampuannya sendiri.
"Gila! Soal ulangannya benar-benar susah, tapi gue tetap ngerjain. Walaupun, nggak tau bakalan benar atau nggak jawaban gue. Gue tetap lega, udah bisa ngerjain tanpa nyontek." Helga tersenyum sambil mengelus dadanya merasa lega dengan keadaan yang ada.
Razel tersenyum mendengar perkataan Helga. "Kan, bakalan lebih senang kalo bisa ngerjain sendiri. Gue yakin, lo bakalan dapat nilai yang bagus sesuai kemampuan. Soalnya, hasil nggak akan menutupi usaha. Jadi, nggak usah khawatir kalo ngelakuin hal dengan kemampuan diri sendiri."
"Benar kata Razel, nggak perlu terlalu mikirin hasilnya. Karena, yang terpenting kita sudah berusaha semaksimal mungkin." Januar ikut berbicara, memberi dukungan pada Helga. Tahu, Helga memang sebenarnya pintar. Hanya saja, terkadang malas berusaha. Padahal, kemampuannya tidak jauh berbeda di dalamnya.
Helga menyyunggingkan senyum, sambil menganggukkan kepalanya. Ternyata, apa yang dikatakan Razel serta Januar benar adanya. Ia senang, bisa mempunyai sahabatnya yang bisa memotivasi. Agar, tidak mengandalkan kemampuan orang lain. Karena, ia juga memiliki kemampuannya sendiri tanpa bergantung pada orang lain. "Terima kasih ya."
Razel maupun Januar mengangguk sambil merasa senang bisa melihat Helga cukup percaya diri dengan kemampuannya. Lantaran, masing-masing masih mempunyai kekurangan dan kelebihannya sendiri. Akan tetapi, jika berusaha melakukan suatu hal secara mandiri dengan cara sendiri akan lebih baik.
"Lebih bangga kalo bisa ngerjain sendiri, kan, Ga. Jadi, selanjutnya gak perlu bilang pengin minta bantuan maupun nyontek gue sama Razel. Soalnya, lo juga bisa sendiri. Yakin aja sama kemampuan lo sendiri." Januar kembali memberi saran pada Helga. Agar, Helga konsisten dengan apa yang sudah dilakukan. Seperti yang terjadi pada ulangan tadi.
"Apapun hasilnya nanti, pasti lo bakalan puas dapat nilai itu. Karena, ngerjain sendiri tanpa nyontek. Lebih mengagumkan kalo kayak gitu, Ga. Pertahankan hal baik kayak gitu. Nggak perlu banyak mikir bakalan dapat nilai jelek. Kalo udah ngerjain sebaik mungkin, pasti hasilnya tetap bikin kita senang. Pokoknya, hasil tidak mati usaha." Razel kembali menyampaikan pendapatnya. Meskipun mungkin akan sedikit kesulitan tetapi tetap bisa melakukannya dengan kemampuannya sendiri.
"Oke. Oke. Gue bakalan usahain buat selalu ngerjain sendiri tiap ulangan maupun ujian. Biar, lega nggak perlu nengok kanan serta kiri." Helga akan berusaha konsisten melakukan hal itu. Ia harap, semoga itu bertahan lama. Bahkan, bisa diterapkan tanpa jangka waktu tertentu. Itu demi kebaikan diri sendiri.
Razel serta Januar tersenyum, benar-benar merasa bangga dengan sahabatnya itu. Saya harap, itu bukan hanya sementara. Bisa selanjutnya, dilakukan Helga.
Selesai ulangan, guru meninggalkan kelas karena memang waktu pelajaran sudah habis. Kini, mereka sedang menunggu jam pelajaran selanjutnya. Sehingga, bisa menjulur lebih dulu satu sama lain.
"Oh ya... Lo tau anak baru kelas sepuluh itu, nggak? Diliat-liat cantik juga, kalo gue coba deketin bakalan berhasil nggak, ya?" Helga mulai beralih pembahasan percakapan mereka.
Razel dan Januar saling memandang. Tak habis pikir dengan pemikiran Helga. Bukannya fokus pada situasi yang ada karena sudah mendekati ujian nasional. Malah, Helga masih ingin bermain-main sekaligus mendekati siswi pindahan.
"Fokus sama nilai lo dulu-lah, Ga. Jangan sok-sokan mulu, ingat bentar lagi ujian." Januar memperingatkan Helga, bila sudah tidak boleh bermain-main. Terlebih lagi, ia sadar bila Helga akan mendekati sepupunya.
Helga menyuguhkan senyuman jailnya. “Mau coba deketin dulu, gak akan ganggu pelajaran gue, kok.”
Razel menghela napas, serta ragu-ragu mendengar kata-kata Helga. Sahabatnya. "Kata gue, jangan coba-coba. Apalagi, ini menyampaikan rasa takutnya lo kejebak sama omongan sendiri."
Tak berniat membuat Helga kalah sebelum memulai. Akan lebih baik, bila cowok itu tidak bermain-main. Oleh karena itu, kadang-kadang bisa terjadi hal yang tidak terduga. Oleh karena itu, lebih baik tidak melakukan sesuatu yang di luar nalar.
"Gue bakalan tetap coba, sih. Pokoknya, hanya pendekatan doang. Kalau nggak cocok, atau ditolak gue bakalan mundur. Soalnya, gue liat-liat dia menarik. Kayak punya magnet di dalam dirinya. Makanya, gue seraya tertarik sama pesonanya." Helga tersenyum sambil membayangkan sosok gadis yang ingin didekatinya.
"Benar-benar deh kelakuan lo. Serius mau deketin Auretta? Tuh cewek udah punya pacar. Emang nggak lo nggak tau itu, Ga? Saingan lo nggak main-main lho. Pacarnya Auretta itu Javian." Januar mulai menceritakan informasi itu. Karena dia adalah kakak sepupu Auretta. Tak mau, bila Helga menjadi orang ketiga dalam sebuah hubungan orang lain.
Helga menjawab, tidak tahu mengenai informasi yang disampaikan Januar. Padahal menurutnya bila Auretta belum mempunyai kekasih. Namun, ternyata sudah tidak berstatus single lagi. Ditambah lagi, sosok kekasih Auretta adalah Javian. Salah satu cowok pintar di sekolah itu. Tak hanya itu, ketampanan Javian juga tidak bisa diragukan lagi. Itu cukup membuat Helga menjadi merasa tak percaya diri. "Serius lo, Janu?"
Sepertinya, Helga belum mengetahui bila Januar kakak sepupu Auretta. Sehingga, terlihat sangat ingin mendekati Auretta.
"Serius banget, gue kan kakaknya Auretta. Nggak usah coba deketin adik gue. Apalagi, lo cuma main-main karena penasaran sama dia. Kalo mau lanjutin ide lo, siap-siap menghadapi sama gue, Ga." Januar memberi peringatan pada Helga. Agar, tidak melanjutkan ide yang akan dilakukan.
Helga menelan ludahnya, sadar bila tidak dalam situasi baik sekarang. Sepertinya, ia harus mengurungkan niat mendekati Auretta. Karena, tahu bila gadis itu merupakan adik Januar. Meskipun demikian, dia baru mengetahui hal itu sekarang. Namun, lebih baik menghindari masalah yang mungkin bisa terjadi bila ia melanjutkan niat untuk mendekati Auretta. Ditambah lagi, Auretta sudah mempunyai kekasih. Terlebih lagi, Javian lah yang menjadi kekasih adik Januar. "Oke. Gue nggak jadi deketin Auretta. Lagian saingannya Javian udah jelas gue kalah jauh."
Razel tertawa kecil, melihat tingkah Helga setelah mengetahui fakta bila Auretta sudah memiliki kekasih. Serta, gadis itu merupakan adik Januar. Januar memang tidak pernah menceritakan bila mempunyai adik. Akan tetapi, itu merupakan urusan pribadi Januar.
"Bagus kalo gitu. Mending lo fokus sama sekolah. Lagipula, kita udah dua belas lho." Januar kembali memperingatkan Helga.
Helga mengangguk, tidak ada salahnya dengan kata Januar. Lebih baik fokus pada pendidikan daripada hal lain.
Razel memang terkadang tidak banyak berbicara maupun memberi pendapat. Hanya, sambil tersenyum memahami situasi yang ada. Lagi pula, kata Januar memang benar. Akan lebih baik fokus belajar. Karena, mereka sudah berada di tahun akhir pendidikan. Sehingga, butuh banyak fokus belajar. Agar, bisa mendapatkan nilai baik untuk masuk ke universitas yang diinginkan.
"Tapi, kalo buat memotivasi kita buat belajar nggak apa-apa kali, ya. Punya pacar biar kita lebih semangat belajar." Namun saja, Helga memikirkan hal yang sedikit tidak penting. Membuat Januar maupun Razel tekad kepala heran dengan pemikiran Helga.
"Iya kalo teknis nanti berjalan dengan baik. Kalo tiba-tiba putus di tengah jalan apalagi pas dekat waktu ujian. Yang ada lo nanti stres, Ga. Saran gue, gak usah punya main-main lagi." Januar tak mau sahabatnya gagal saat ujian.
Helga kembali menghela nafas, menghela nafas kata Januar memang cukup pedas. Namun, sepertinya punya niat baik untuknya. Sebenarnya, dia tadi hanya berbicara seraya bercanda. Akan tetapi, ditanggapi cukup serius oleh Januar serta Razel.
"Ga... Lebih baik lo banyakin doa sama belajar. Biar, nanti bisa lancar pas ujian. Soalnya, nilai ujian jadi penentuan kita selama tiga tahun sekolah di sini. Nggak cuma itu, nilai yang didapat buat daftar kuliah di universitas yang kita impikan." Razel berbicara seraya menggambarkan apa yang menjadi tujuan dari hasil ujian. Agar, Helga sadar tidak menyepelekan belajar untuk menghadapi ujian.
"Oke. Oke. Sori... Tadi, gue cuma bercanda aja. Tapi, kalian keliatan serius banget nanggepin omongan gue." Helga merasa bersalah, tahu bila kedua sahabatnya sedari tadi memberi pandangan baik untuk tetap bisa fokus dengan pendidikan.
“Makanya, gak usah mikir bakalan ngelakuin banyak hal yang bisa rugiin lo, Ga.” Januar kembali berbicara. Berharap, Helga benar-benar paham dengan apa yang dikatakan sedari tadi.
"Oke. Gue ngerti sekaligus paham. Makasih, udah selalu ngingetin gue biar nggak salah ambil langkah." Helga tersenyum ke arah Januar serta Razel.
Januar maupun Razel lega sepertinya Helga benar-benar paham dengan apa yang sudah dikatakan sedari tadi.
Tiba-tiba, tanpa diduga ponsel milik Razel bergetar tanda ada pesan masuk. Razel mengambil ponsel dalam saku celananya. Kemudian, mulai membuka sekaligus membaca pesan pada aplikasi biru muda berlogo pesawat.
Tidak perlu banyak memikirkan sesuatu secara berlebihan. Karena, tidak baik untuk diri kita sendiri. Akan lebih baik, menjalani semuanya dengan berpikir sekaligus hal positif disertai senyuman. Semangat!
- Manitou 'E'-
- Akan Dilanjutkan -