Loading...
Logo TinLit
Read Story - MANITO
MENU
About Us  

πŸ’•πŸ’•πŸ’•

Terkadang butuh tempat yang membuat kita bisa merasakan ketenangan. Agar, jangan terlalu sibuk berpikir berlebihan. Sehingga, kita bisa merasa lebih baik saat menjalani hidup. Itu akan membuat hidup lebih tenang sekaligus nyaman.

 

πŸ’•πŸ’•πŸ’•

 

Libby memang mungkin merasa memiliki banyak kelemahan. Akan tetapi, tanpa sadar juga kelebihan tidak kalah banyak. Mungkin, hanya karena rasa kepercayaan diri yang begitu besar, semua kelebihannya tidak terlihat.

Fokus Libby sekarang hanya menikmati hidup yang sempat tidak berjalan dengan baik. Meskipun demikian, ia masih harus memikirkan hal yang bisa memicu traumanya. Namun, ia harus menjalaninya tidak mungkin terus menghindar.

Apapun rintangannya, Libby akan berusaha melewatinya. Meski begitu, harus merasa rasa takut yang tidak mudah dihilangkan.

Selalu dibandingkan dengan saudara tirinya memang cukup membuatnya tidak nyaman. Akan tetapi, Libby yakin itu bisa mengatasinya dengan membuktikan bila dirinya bisa mendapatkan apa yang sudah menjadi hasil sesuai kemampuannya. Tak perlu disamakan orang lain.

Sejenak, Libby melirik ke arah Yumika. Kadang-kadang, ia merasa iri dengan apa yang didapat dari tirinya itu. Terlebih dahulu, mendapatkan perhatian sekaligus kasih sayang dari Bimo. Papanya. Padahal, seharusnya lelaki paruh baya itu bisa adil di Libby dan Yumika. Namun, ia sadar bila Bimo akan selalu membencinya karena masih mencurigai sebagai penyebab kematian Mamanya.

Aku bakalan berusaha bisa mendapatkan nilai tinggi. Meskipun sebenarnya nilaiku sudah baik. Akan tetapi, semua itu masih belum terlihat baik di mata Papa.

Apalagi Yumika selalu seperti dianak emaskan oleh Bimo. Awalnya, Libby merasa biasa saja melihatnya. Akan tetapi, lama kelamaan ia merasa Yumika seperti sengaja memamerkan hal itu di Libby. Ditambah lagi Mama tirinya terkadang membuat situasi menjadi panas-manasi Libby. Sepertinya, Mawar memang mengetahui penyakit yang ia alami. Oleh karena itu, pasti itu bisa menguntungkan Mawar.

Libby tahu, Mawar memang selalu mencari titik lemahnya. Ia ingin bisa secepatnya mengambil semua harta milik Bimo. Namun, ia tidak kecuali itu tertipu serta membiarkan rencana Mawar berjalan dengan lancar. Karena, beberapa aset yang ada sekarang sebagian masih atas nama Mama kandung Libby sekaligus Bimo. Sehingga, kemungkinan besar jelas jatuh pada Libby. Anak kandung Bimo dan istri pertamanya.

Pun, Libby harus menjaga amanah yang diberikan serta ditinggalkan oleh Mamanya. Karena, ia tidak mau sampai semua bisa didapat serta mengendalikan Mawar. Mama tirinya. Apalagi sekarang Bimo sudah sangat mempercayai Mawar. Apalagi, seperti tidak menyangka kehadiran Libby. Anak yang seharusnya dijaga sekaligus menjadi tanggung jawabnya setelah kedatangan istri pertamanya.

Pikiran Libby terkadang dipenuhi banyak yang bisa dibilang cukup berat. Mungkin, itu sudah menjadi salah satu beban seumur hidup. Tidak bisa menjalani hidup seperti anak remaja lainnya.

Namun, ia akan berusaha fokus pada pendidikannya. Agar, dirinya tidak mengecewakan orang terdekat yang sudah memberikan dukungan penuh selama ini.

Beberapa jam telah berlalu. Kini, bel jam istirahat sudah berbunyi. Waktunya, mengistirahatkan pikiran yang sudah bekerja beberapa saat.

Libby memutuskan menikmati waktu istirahatnya di taman yang masih dalam area sekolah. Tidak terlalu luas, tapi bisa membuatnya tenang. Sembari menikmati pemandangan yang cukup indah dipenuhi bunga-bunga.

Tak hanya berdiam diri menikmati indahnya rerumputan serta bunga-bunga. Libby juga menyantap bekal makan siang yang sudah dipersiapkan sekaligus bawakan Bik Minah. Roti tawar yang diolesi selai cokelat mulai ia makan dengan lahap.

"Wow... Ternyata di sini pemandangannya indah banget. Gue harus sering-sering ke sini." Sontak mendengar perkataan itu, Libby mengalihkan pandangannya.

Libby memperhatikan seorang gadis yang sepertinya siswi baru. Karena, ia cukup asing dengan sosok itu. Masih sibuk mengunyah roti miliknya. Kemudian, siswi baru itu menghampiri Libby.

"Aduh... Sori, Kak. Gue jadi ganggu waktu makan lo, ya? Soalnya, gue senang bisa nemuin tempat sebagus ini. Sepertinya, bikin hati tenang setelah pusing mikirin pelajaran." Benar-benar gadis ceria, itulah yang pertama kali yang terlihat pada pikiran Libby.

"Gue Auretta, kelas X IPA 2, Kak. Salam kenal, ya. Sekali lagi, kalo mungkin ganggu waktu makan dan istirahatnya." Lalu, gadis itu mulai kembali berbicara sembari mengulurkan tangan memperkenalkan diri pada Libby.

Libby tersenyum, lalu membalas uluran tangan Auretta. Merasa senang, bisa bertemu gadis seceria itu. Sangat berbeda dengan dirinya. "Libby, kelas XI IPA 1. Aku juga senang kenalan sama kamu. Oh ya... Kamu nggak ganggu, kok. Santai aja, kan ini tempat umum. Kebetulan nggak banyak yang datang ke sini pas jam istirahat."

Auretta tersenyum, menyadari kakak kelasnya terkesan orang yang lembut. Terlihat dari cara bicara dengan penyebutan kata sapaan 'aku-kamu'. "Benar banget, Kak. Kebanyakan siswa maupun siswi pasti ke kantin kalo istirahat. Mana di sana, tuh rame banget. Bahkan, desak-desakan pas pesan dan bayar makanan."

Libby mengangguk, lalu mulai menawarkan bekal makanannya pada Auretta. Karena, ia tak mungkin hanya makan sendirian di sana. Lagipula, bekal rotinya juga cukup banyak.

"Nggak usah, Kak. Aku tadi udah makan roti sama susu cokelat kotak sebelum ke sini." Auretta menolak dengan lembut tawaran makanan dari Libby.

Kembali mengangguk, sembari memperhatikan Auretta yang benar-benar seperti terpesona dengan pemandangan taman itu. "Sering-sering aja datang ke sini. Kayaknya, nggak terlalu banyak yang tertarik buat ke sini, Dek. Padahal, di sini pemandangan indah sekaligus cukup sejuk. Bikin kita lebih tenang."

Auretta tersenyum, menyetujui perkataan kakak kelasnya itu. Ia merasa bisa merasa tenang di sana. Itu baik untuk kesehatan dirinya. "Gue bakalan sering ke sini, sih, Kak. Ngomong-ngomong tadi kakak bilang kelas sebelas IPA 1, kan, ya?"

Libby mengangguk, masih dengan raut wajah teduh. "Iya, Dek. Kenapa?"

Auretta tersenyum, senang bisa menemukan sosok yang bisa ditanyai soal Javian. "Sekelas dong sama Kak Javian. Kebetulan gue sama dia pacaran. Tapi, emang belum terlalu lama, sih."

"Iya, Dek. Pasti kamu beruntung banget bisa sama Javian. Soalnya, dia keliatan susah dideketin. Banyak yang coba deketin tapi nggak pernah direspon. Ternyata, udah punya pacar." Pantas saja, Libby selalu melihat tidak tertarik dengan siswi lain. Sekarang ia tahu alasannya. Karena, sudah mempunyai pacar seperti Auretta. Baik, ramah, dan ceria. Meskipun, pernah terdengar Javian cukup dengan salah satu gadis di sekolah itu. Namun, mungkin hanya rumor saja.

Auretta tersenyum sedikit tersipu, karena merasa Javian memang setia padanya. Bahkan, ia sangat beruntung bisa dekat sekaligus bahagia mempunyai kekasih seperti Javian. Meskipun, terkadang memiliki pemikiran bila Javian terlalu baik untuknya. Serta, merasa cowok itu hanya merasa kasihan padanya. Sehingga, mau menjadi pacarnya selama ini. Dan, mungkin tidak hati bila akan jujur sekaligus memutuskannya. Namun, sekarang ia mulai yakin bila Javian memang setia, sayang, dan cinta kepadanya. "Syukurlah kalo gitu. Soalnya, kadang gue mikir kalo dia terlalu sempurna. Nggak mungkin, suka sama cewek kayak gue yang punya banyak kekurangan."

"Tenang aja, Javian memang sosok yang bisa dibilang mendekati. Tapi, kamu nggak usah mikir berlebihan kayak gitu. Harus yakin, kalo dia tuh emang sayang banget sama kamu. Semua orang pasti punya kelemahan dan kelebihan masing-masing." Libby tahu, kadang memang manusia terlalu berpikir berlebihan. Padahal, belum tentu pemikiran itu ada maupun akan terjadi. Ia juga sering seperti itu.

Auretta mengangguk, benar apa yang dikatakan oleh Libby. Karena, mempunyai sisi lemah serta lebihnya sendiri. Akan lebih baik, fokus menjalani hidup tanpa berpikir hal-hal tidak penting. Itu demi kesehatan diri sendiri.

"Makasih, Kak. Senang banget gue bisa kenal lo. Ngomong-ngomong, kayaknya bel masuk bentar lagi bunyi. Jadi, gue harus balik ke kelas. Sampai jumpa lagi, Kak Libby." Auretta tersenyum, seraya berpamitan serta melambaikan tangan pada Libby. Kemudian, ia melangkah pergi meninggalkan taman itu.

Libby tersenyum, sembari memperhatikan kepergian Auretta. Adik kelasnya. Lalu, ia bangkit dari duduknya untuk pergi dari tempat itu. Karena, ia harus kembali ke kelasnya.

Sesampai di depan kelasnya, ternyata Sera serta Razel sudah menunggunya. Ia sadar, lupa bilang kepada Sera bila dirinya tidak ke kantin.

"Maaf... Tadi aku lupa bilang ke kamu, Ser. Soalnya, aku udah bawa bekal dari rumah. Terus, pergi ke taman belakang sekolah." Libby tersenyum, berharap Sera tidak marah padanya. Terlebih lagi, di sana juga ada sosok Razel.

"Lain kali bilang dong, tadi gue sama Kak Razel nungguin di kantin tapi lo nggak keliatan." Sera dengan sedikit nada kesal pada Sera.

Razel menyenggol lengan Sera. Agar, adiknya tidak memuat berlebihan pada Libby. "Nggak usah kesel gitu lah, Dek. Lagipula tadi lo udah sama gue."

Kemudian, Razel beralih menatap ke arah Libby. "Nggak apa-apa, kok. Sera cuma takut duduk sendirian nggak ada temen."

Libby mengangguk paham, karena memang selama ini dirinya selalu ke kantin bersama Sera. Tahu, bila Sera tidak suka sendirian.

"Maaf... Ser. Besok-besok pasti aku bakalan bilang kalo gak ke kantin." Libby kembali meminta maaf pada Sera. Dibalas dianggukan oleh Sera.

"Kalo gitu, gue ke kelas duluan ya. Soalnya, bel udah bunyi. Semangat belajarnya ya, Dek." Razel tersenyum sambil menyempatkan diri mengelus kepala Sera dengan lembut.

"Baiklah."

πŸ’•πŸ’•πŸ’•

 

Razel sudah sampai di kelasnya. Seperti biasa, suasana kelas memang tidak terlalu rame. Karena, murid kelas itu sudah sibuk dengan kegiatan masing-masing. Salah satunya, membaca buku. Meskipun demikian, tetap saja ada beberapa siswi yang sepertinya sedang bergosip. Akan tetapi, itu sudah menjadi hal biasa bagi Razel.

 

Ia memang tidak terlalu banyak memiliki teman di sekolah. Namun, setidaknya ada beberapa orang yang cukup dekat dengannya. Bisa menjadi sahabat selama di sekolah.


Seperti Januari serta Helga. Mungkin, hanya mereka yang cukup dekat dengan Razel. Meskipun begitu, sifat mereka cukup bertolak belakang tapi bisa bersahabat.

"Zel. Kalo nanti ada ulangan dadakan Matematika gue minta contekan ya. Soalnya, semalem gue lupa gak belajar." Helga sambil menyempatkan diri tersenyum saat melihat Razel duduk di bangkunya.

Razel menghela nafas sudah tidak kaget dengan tingkah Helga. Padahal, cowok itu juga cukup pintar. Hanya saja, malas untuk berusaha belajar. Ingin mendapatkan sesuatu secara instan.

"Belajar, Ga. Masih ada waktu beberapa menit. Hafalin aja rumus-rumusnya. Nanti, pasti kalo ada soal bisa ngerjain kalo tau rumus sekaligus caranya." Razel memberi saran kepada Helga. Agar, cowok itu tidak mengandalkan jawaban dari orang lain.

"Hm... Oke." Dengan pasrah, Helga menerima saran dari Razel.

Diam-diam, Januar tersenyum melihat apa yang baru terjadi pada sahabat-sahabatnya. "Dengerin tuh kata Razel. Benar tau si Razel, kalo hafal rumus kemungkinan bisa ngerjain soal ulangan."

Bukan tidak mau memberikan contekan, hanya saja itu bukan cara yang baik untuk bisa mendapatkan nilai tinggi. Karena, akan lebih baik sekaligus puas bila mendapatkan nilai dari hasil pemikiran sekaligus usaha sendiri. Sehingga, tidak pernah membantu siswa saat mengerjakan ulangan maupun ujian.

- Akan Dilanjutkan -

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Premium
Adopted
2318      1080     1     
Romance
Yogi Ananda dan Damar Raditya dua pemuda yang terlihat sempurna dan mempunyai keluarga yang utuh dan bahagia. Mereka bertemu pertama kali di SMA dengan status sebagai kakak dan adik kelas. Terlahir dengan wajah tampan, dikaruniai otak cerdas, memiliki perangai baik sehingga banyak orang menyukai mereka. Walau berasal dari orang tua kalangan kelas menengah tidak menghentikan langkah mereka untuk m...
Hello, Me (30)
19254      939     6     
Inspirational
Di usia tiga puluh tahun, Nara berhenti sejenak. Bukan karena lelah berjalan, tapi karena tak lagi tahu ke mana arah pulang. Mimpinya pernah besar, tapi dunia memeluknya dengan sunyi: gagal ini, tertunda itu, diam-diam lupa bagaimana rasanya menjadi diri sendiri, dan kehilangan arah di jalan yang katanya "dewasa". Hingga sebuah jurnal lama membuka kembali pintu kecil dalam dirinya yang pern...
HAMPA
410      283     1     
Short Story
Terkadang, cinta bisa membuat seseorang menjadi sekejam itu...
Simfoni Rindu Zindy
650      516     0     
Inspirational
Zindy, siswi SMA yang ceria dan gigih, terpaksa tumbuh lebih cepat sejak ayahnya pergi dari rumah tanpa kabar. Di tengah kesulitan ekonomi dan luka keluarga yang belum sembuh, Zindy berjualan di sekolah demi membantu ibunya membayar SPP. Bermodal keranjang jinjing dan tekad baja, ia menjadi pusat perhatian terkadang diejek, tapi perlahan disukai. Dukungan sahabatnya, Rara, menjadi pondasi awal...
Batagor (Menu tawa hari ini)
381      244     4     
Short Story
Dodong mengajarkan pada kita semua untuk berterus terang dengan cara yang lucu.
F I R D A U S
737      489     0     
Fantasy
Cinta yang Berteduh di Balik Senja
1093      710     2     
Fantasy
Di balik kabut emas Lembah Fengliu tempat senja selalu datang lebih pelan dari tempat lain dua orang duduk bersisian, seolah dunia lupa bahwa mereka berasal dari dua keluarga yang saling membenci sejak tujuh generasi silam. Aurelia Virelle, putri dari Klan Angin Selatan, dikenal lembut dan berkelas. Kecuali saat dia lapar. Di saat-saat seperti itu, semua aura anggun luntur jadi suara perut ker...
UNTAIAN ANGAN-ANGAN
271      237     0     
Romance
β€œMimpi ya lo, mau jadian sama cowok ganteng yang dipuja-puja seluruh sekolah gitu?!” Alvi memandangi lantai lapangan. Tangannya gemetaran. Dalam diamnya dia berpikir… β€œIya ya… coba aja badan gue kurus kayak dia…” β€œCoba aja senyum gue manis kayak dia… pasti…” β€œKalo muka gue cantik gue mungkin bisa…” Suara pantulan bola basket berbunyi keras di belakangnya. ...
Po(Fyuh)Ler
918      496     2     
Romance
Janita dan Omar selalu berangan-angan untuk jadi populer. Segala hal telah mereka lakukan untuk bisa mencapainya. Lalu mereka bertemu dengan Anthony, si populer yang biasa saja. Bertiga mereka membuat grup detektif yang justru berujung kemalangan. Populer sudah lagi tidak penting. Yang harus dipertanyakan adalah, apakah persahabatan mereka akan tetap bertahan?
Aku Ibu Bipolar
46      39     1     
True Story
Indah Larasati, 30 tahun. Seorang penulis, ibu, istri, dan penyintas gangguan bipolar. Di balik namanya yang indah, tersimpan pergulatan batin yang penuh luka dan air mata. Hari-harinya dipenuhi amarah yang meledak tiba-tiba, lalu berubah menjadi tangis dan penyesalan yang mengguncang. Depresi menjadi teman akrab, sementara fase mania menjerumuskannya dalam euforia semu yang melelahkan. Namun...