Loading...
Logo TinLit
Read Story - Liontin Semanggi
MENU
About Us  

"Mas Ersa ... itu seragamnya kok sama kayak Mas." Pak Hendro menunjuk anak sekolahan yang sedang menuntun sepeda di atas trotoar.

"Mana, Pak?" Ersa mengikuti arah yang ditunjuk Pak Hendro.

"Itu ... di atas trotoar. Temennya Mas Ersa itu pasti. Sepertinya sepedanya kempes atau bocor. Makanya dituntun."

Ersa akhirnya melihat seseorang yang ditunjuk oleh Pak Hendro. Supirnya itu padahal sudah cukup berumur, tapi matanya masih sangat jeli.

Pak Hendro sudah menjadi supir pribadi Ersa sejak lama. Kerja di rumah Damara sudah puluhan tahun. Sekarang tugas Pak Hendro mengantar jemput Ersa, dari pagi sampai jadwal bimbel yang pertama. Selebihnya Ersa menyetir sendiri, karena Pak Hendro jam kerjanya sudah habis. Sehingga lelaki itu sudah pulang ke rumahnya sendiri.

Ersa menjadi kesal, setelah tahu bahwa murid yang dimaksud oleh Pak Hendro ternyata adalah Binar.

"Duh, Pak ... biarin aja, deh," jawab Ersa.

"Lho, jangan gitu dong, Mas. Kasihan itu. Dia searah sama kita. Perwakilan olimpiade juga kayak Mas Ersa. Iya, kan?"

"Ya memang. Itu si Binar, saingan aku!"

"Ya kalau saingan harus sehat, Mas. Malah nggak seru kalau lawannya didiskualifikasi karena terlambat."

Ersa menarik napas dalam. "Ya kalau nanti aku kalah gimana?"

"Harus optimis, dong. Kan Mas Ersa udah belajar. Pasti nanti Mas Ersa lolos ke tahap selanjutnya, kok." Pak Hendro sudah terbiasa berkomunikasi dengan Ersa, jadi sudah hafal celahnya.

Anak ini sejak kecil memang kurang kasih sayang orang tua. Kurang perhatian juga. Makanya ia sedikit tak ada akhlak. Pak Hendro setiap ada kesempatan selalu berusaha mengajari Ersa untuk berempati. Supaya bisa jadi sedikit lebih manusiawi.

"Terserah Pak Hendro aja!" Ersa masih tampak tak ikhlas, tapi pada akhirnya menurut juga.

Pak Hendro mulai menyalakan lampu sein. Berhenti sedikit jauh di depan posisi Binar sekarang. Supaya ada kesempatan untuk turun dulu menyegat Binar.

Pak Hendro turun, memasang senyum ramah. Supaya Binar tidak takut, apa lagi curiga akan diculik oleh sindikat tertentu.

Pak Hendro sebenarnya cukup dibuat takjub melihat visual bocah itu. Padahal panas-panasan menuntun sepeda, tapi bisa-bisanya ia tidak terlihat lusuh sama sekali. Memang berkeringat, namun ia tetap terlihat memancarkan sinar yang indah, cocok dengan namanya. Bocah ini tampan sekali walau pun penampilannya sederhana.

Pak Hendro sebenarnya juga cukup terkejut ketika pada akhirnya bisa melihat wajah Binar lebih jelas, karena jarak mereka sudah semakin dekat.

Wajah Binar mirip sekali dengan seseorang yang pernah ia kenal di masa lalu.

"Mas Binar, ya?" Pak Hendro sengaja langsung menyebut namanya. Supaya atensi Binar langsung tertuju padanya.

Binar berhenti melangkah. "Iya, benar. Bapak kok tahu saya?" Jelas Binar bingung.

"Iya. Perkenalkan saya Hendro, supirnya Mas Ersa. Saya tahu nama Mas Binar dari Mas Ersa. Tuh, orangnya di dalam mobil."

Binar baru memperhatikan mobil yang berhenti di pinggir jalan itu. Ternyata benar, itu mobil yang sama dengan yang selalu dipakai Ersa untuk bimbingan, tapi malah jajan ke minimarket.

"Itu sepedanya kenapa?" tanya Pak Hendro.

Binar tersenyum kikuk. "Bocor, Pak."

"Mas Binar juga mau berangkat olimpiade, kan? Dari pada terlambat, gimana kalau bareng kami aja? Nanti setelah selesai olimpiade, baru dibengkelin sepedanya."

Binar sebenarnya sangat senang menyambut berita baik yang disampaikan oleh Pak Hendro. Tapi ia jadi ragu karena orang yang ada di dalam sana adalah Ersa.

"Tapi, Pak ... saya nggak enak."

"Nggak apa-apa, Mas Binar. Mari ... sepedanya saya bantu naikin ke atas atap mobil. Nanti ditali, ada tali kok di laci dashboard."

"Tapi, Pak ...."

Pintu tengah mobil itu tiba-tiba terbuka. Ada Ersa dengan wajah kesalnya. "Udah mau telat ini. Kalau mau bareng, buruan naik! Jangan malah ngerumpi sama Pak Hendro! Kalau emang nggak mau bareng ya udah ... Pak Hendro ayo buruan naik lagi! Telat, nih!"

"Sabar, Mas Ersa ... ini saya masih mau bantu Mas Binar naikin sepedanya ke atap."

Pak Hendro buru-buru mengangkat sepeda tua itu. Binar pun refleks membantu. Merasa tak enak karena jadi dobel merepotkan.

Binar sebenarnya masih merasa ragu untuk masuk dalam mobil itu. Pak Hendro sudah membuka pintu depan sebelah kiri supaya Binar segera masuk.

Binar tak enak mau nebeng. Tapi lebih tak enak lagi jika sampai menolak. Padahal Pak Hendro sudah baik sekali padanya.

Udara dingin dalam mobil seketika menyambut setiap inci kulit Binar. Jelas rasanya jauh lebih nyaman duduk di dalam sini, dibandingkan panas-panasan sambil menuntun sepeda butut yang bannya bocor.

Dari spion Binar bisa melihat Ersa di belakang sana. Ersa bahkan tidak mau repot-repot menatapnya. Pemuda itu mengalihkan pandangan sepenuhnya ke jendela, menikmati pemandangan kota yang begitu padat di pagi hari seperti ini.

***

Binar sengaja belum mengambil waktu istirahatnya. Ia sengaja membiarkan Jena untuk istirahat terlebih dahulu malam ini.

Binar menjalankan pekerjaannya dengan sepenuh hati, sembari sesekali melirik ke parkiran ... memastikan apakah mobil Ersa sudah terparkir di sana atau belum.

Pandangan Binar beralih pada jam yang tertera pada layar komputer. Sebentar lagi jam 11 malam. Tidak lama lagi seharusnya Ersa sudah sampai.

Dan benar saja, baru saja ada mobil yang berbelok ke area parkir minimarket.

Saat itu juga bibir Binar menyunggingkan senyum indah.

Ersa segera turun. Lelaki itu masuk untuk mengambil susu steril dan juga sosis dingin yang bisa langsung dimakan. Mungkin malas pesan sosi bakar, karena tahu yang sedang jaga kasir adalah Binar. Kan Ersa bilang takut diracun waktu itu.

Ersa membawa semua yang ia ambil ke kasir. Langsung menyerahkan kartu kreditnya tanpa bicara apa pun.

"Sa, lo serius nggak mau menjalani bimbel di sebelah?" Malah Binar yang membuka obrolan.

"Lo sebenarnya kenapa, sih? Kan gue udah bilang. Gue cape. Toh gue nggak harus berusaha terlalu keras seperti dulu. Karena kita sudah buat kesepakatan."

Binar mengangguk paham. "Kenapa nggak terus terang aja sama orang tua lo. Supaya bimbel yang di sini nggak diteruskan. Kan sayang uangnya."

"Papa nggak akan setuju. Sekali pun setuju, jam segini di rumah gue masih belum boleh istirahat. Masih disuruh belajar terus. Makanya biarin aja lah gue bolos bimbel dan ngaso di sini. Lo nggak usah khawatir uang orang tua gue habis. Bayar bimbel doang mah kecil buat mereka!"

Binar tersenyum miris. Memang kehidupan Ersa kontras sekali dengan kehidupannya.

"Ya udah kalau gitu. Padahal gue pengin banget ikut bimbel. Sampai gue sering ngelamun sambil lihatin tempat bimbel itu, berandai-andai gimana ya kalau gue bimbel di sana. Biar gue pakai aja jatah bangku lo. Dari pada mubazir."

Binar mengambil tasnya. Ia sudah siap sedia membawa alat tulis di dalam sana, antisipasi jika Ersa ternyata bolos bimbingan lagi. Dan ternyata benar.

"Heh, gue nggak mau ya jadi kasir lagi kayak kemarin!" Ersa menolak mentah-mentah. Sekalipun ia sangat ingin part time, sekali lagi ia sedang berurusan dengan Binar. Makanya ia malas.

"Tenang ... lo bisa ngaso dengan tenang malam ini. Karena ini memang jatah gue istirahat. Dan waktunya Jena jaga, soalnya dia udah istirahat duluan."

Binar menyangklong tas ranselnya, bergegas keluar dari area meja parkir. Ia menuju ke ruangan di balik tirai untuk memanggil Jena.

Mereka berdua kembali bersamaan. "Oalah jadi karena ini lo suruh gur istirahat duluan tadi." Jena cengengesan.

"Iya, Jen." Binar tampak semringah sekali.

"Terus lo istirahatnya kapan, Bin?"

"Kan ini istirahat. Di sana nanti juga cuma duduk doang aku selama 1 jam."

"Itu mah namanya belajar, Bin ... bukan istirahat!"

"Anggep aja istirahat. Udah ya, Jen. Gue mau langsung berangkat. Kalau gabut coba ajak ngobrol si Ersa. Dia lagi cari teman. Siapa tahu kalian cocok!"

"Pret ... bukannya dapat teman baru, malah hipertensi gue!" Jena menatap tajam pada Ersa.

"Aku denger lho, ya! Minimal kalau bergosip itu bisik-bisik ... biar orang yang digosipin nggak denger!" kesal Ersa.

Binar langsung cengengesan. Sementara Jena kesal setengah mati. "Orang modelan begini mau cari teman? Mana dapat? Orang kelakuannya musuhable begini!"

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • muymuy

    Gak di next kak?

    Comment on chapter Hari Pembagian Rapor
Similar Tags
Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari
3190      1687     0     
Inspirational
Judul ini bukan hanya sekadar kalimat, tapi pelukan hangat yang kamu butuhkan di hari-hari paling berat. "Kamu Tidak Harus Kuat Setiap Hari" adalah pengingat lembut bahwa menjadi manusia tidak berarti harus selalu tersenyum, selalu tegar, atau selalu punya jawaban atas segalanya. Ada hari-hari ketika kamu ingin diam saja di sudut kamar, menangis sebentar, atau sekadar mengeluh karena semua teras...
Bukan Pemeran Utama
50      49     0     
Inspirational
Mina, Math, dan Bas sudah bersahabat selama 12 tahun. Ketiganya tumbuh di taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga sekolah menengah yang sama. Dalam perjalanan persahabatan itu, mereka juga menemukan hobi yang mirip, yakni menonton film. Jika Bas hanya menonton film di sela waktu luang saat ia tak sibuk dengan latihannya sebagai atlet lari , maka kegandrungan Math terhadap film sudah berubah m...
Atraksi Manusia
630      441     7     
Inspirational
Apakah semua orang mendapatkan peran yang mereka inginkan? atau apakah mereka hanya menjalani peran dengan hati yang hampa?. Kehidupan adalah panggung pertunjukan, tempat narasi yang sudah di tetapkan, menjalani nya suka dan duka. Tak akan ada yang tahu bagaimana cerita ini berlanjut, namun hal yang utama adalah jangan sampai berakhir. Perjalanan Anne menemukan jati diri nya dengan menghidupk...
Premium
Sakura di Bulan Juni (Complete)
20484      2279     1     
Romance
Margareta Auristlela Lisham Aku mencintainya, tapi dia menutup mata dan hatinya untukku.Aku memilih untuk melepaskannya dan menemukan cinta yang baru pada seseorang yang tak pernah beranjak pergi dariku barang hanya sekalipun.Seseorang yang masih saja mau bertahan bersamaku meski kesakitan selalu ku berikan untuknya.Namun kemudian seseorang dimasa laluku datang kembali dan mencipta dilemma di h...
UNTAIAN ANGAN-ANGAN
390      327     0     
Romance
“Mimpi ya lo, mau jadian sama cowok ganteng yang dipuja-puja seluruh sekolah gitu?!” Alvi memandangi lantai lapangan. Tangannya gemetaran. Dalam diamnya dia berpikir… “Iya ya… coba aja badan gue kurus kayak dia…” “Coba aja senyum gue manis kayak dia… pasti…” “Kalo muka gue cantik gue mungkin bisa…” Suara pantulan bola basket berbunyi keras di belakangnya. ...
Happy Death Day
630      365     81     
Inspirational
"When your birthday becomes a curse you can't blow away" Meski menjadi musisi adalah impian terbesar Sebastian, bergabung dalam The Lost Seventeen, sebuah band yang pada puncak popularitasnya tiba-tiba diterpa kasus perundungan, tidak pernah ada dalam kamus hidupnya. Namun, takdir tetap membawa Sebastian ke mikrofon yang sama, panggung yang sama, dan ulang tahun yang sama ... dengan perayaan h...
Ibu
549      329     5     
Inspirational
Aku tau ibu menyayangiku, tapi aku yakin Ayahku jauh lebih menyayangiku. tapi, sejak Ayah meninggal, aku merasa dia tak lagi menyayangiku. dia selalu memarahiku. Ya bukan memarahi sih, lebih tepatnya 'terlalu sering menasihati' sampai2 ingin tuli saja rasanya. yaa walaupun tidak menyakiti secara fisik, tapi tetap saja itu membuatku jengkel padanya. Dan perlahan mendatangkan kebencian dalam dirik...
Metafora Dunia Djemima
149      123     2     
Inspirational
Kata orang, menjadi Djemima adalah sebuah anugerah karena terlahir dari keluarga cemara yang terpandang, berkecukupan, berpendidikan, dan penuh kasih sayang. Namun, bagaimana jadinya jika cerita orang lain tersebut hanyalah sebuah sampul kehidupan yang sudah habis dimakan usia?
PATANGGA
919      623     1     
Fantasy
Suatu malam ada kejadian aneh yang menimpa Yumi. Sebuah sapu terbang yang tiba-tiba masuk ke kamarnya melalui jendela. Muncul pula Eiden, lelaki tampan dengan jubah hitam panjang, pemilik sapu terbang itu. Patangga, nama sapu terbang milik Eiden. Satu fakta mengejutkan, Patangga akan hidup bersama orang yang didatanginya sesuai dengan kebijakan dari Kementerian Sihir di dunia Eiden. Yumi ingin...
Halo Benalu
1727      715     1     
Romance
Tiba-tiba Rhesya terlibat perjodohan aneh dengan seorang kakak kelas bernama Gentala Mahda. Laki-laki itu semacam parasit yang menempel di antara mereka. Namun, Rhesya telah memiliki pujaan hatinya sebelum mengenal Genta, yaitu Ethan Aditama.