Loading...
Logo TinLit
Read Story - Trying Other People's World
MENU
About Us  

"Manda! Udah tugas Bahasa Indonesia belum?" Belum menunjukkan muka di bibir pintu, Lara sudah berteriak kepada sahabatnya, Amanda. Amanda berdecak sebal. Dari bangkunya, ia mengeluarkan buku tugas dan diberikan kepada Lara yang baru menaruh tas.

"Tumben sih nggak ngerjain?" tanya Amanda heran. Lara masih terpantau sibuk sendiri. Ia tergopoh-gopoh mengeluarkan buku dan alat tulisnya, meraih buku Amanda dengan buru-buru. Tangannya secara cepat menulis setiap kata yang ada di buku tugas Amanda. Sejenak, ia membaca kembali perintah tugas Bahasa Indonesia itu. 

"Kamu tau Mbak Laras kan, Man? Nah pas aku balik dari warung, kucingnya Mbak Laras ilang. Jadi aku bantu cariin. Ketemunya lama. Jadi pas udah ketemu, aku langsung pulang terus tidur deh. Padahal bukunya tuh udah aku siapin di meja belajar," cerita Lara panjang lebar. Gadis itu kembali meniru buku catatan teman sebangkunya itu.

Amanda berdecak kesal. "Jangan kebiasaan, deh. Tau sendiri kan guru Bahasa Indonesia kita kayak apa?" 

"Aman Manda, tulisanmu nggak aku tiru semua kok, aku ubah dikit-dikit." 

Amanda geleng-geleng. Ia memilih bermain dengan ponselnya sambil menemani Lara menyalin tugas itu. Tak lama, teman mereka yang lain datang, membawa buku tugasnya dan mendudukkan diri di bangku depan mereka. "Man, nyontek juga dong!"

Tanpa persetujuan, Kaniya sudah mengeluarkan ponselnya untuk memfoto tugas Amanda. Flash dari kamera itu mengganggu Lara yang sedang menulis.

"Jangan kebiasaan nyontek dong Kan!" protes Lara. Kaniya mengernyit. 

"Lah? Kamu juga nyontek, Ra," balas Kaniya.

Lara tidak mau kalah. "Ya ini kan cuma sekali, kamu tuh berkali-kali!"

Amanda yang melihat dua orang telat mengerjakan tugas itu merasa kegiatannya scroll Instagram terganggu. "Diem ya kalian berdua! Ini terakhir kalinya kalian nyontek! Kalau sampai nyontek lagi, kalian harus bayar pakai uang merah!" ancam Amanda.

"Ih, Manda? Aku baru sekali? Lagian Kaniya tuh, ngapain kok sering nggak ngerjain tugas?" protes Lara.

Kaniya tak mau kalah. "Aku kemarin ada rapat OSIS Lara, pulangnya pas mau magrib. Nyampe rumah lanjut ngerjain proposal. ini aja belum selesai."

"Udah, kerjain. Bu Farida masuk tahu rasa kalian!" lerai Amanda. 

Tugas dengan sistem kebut-kebutan itu pun akhirnya selesai sebelum bel masuk. Kelas telah ramai diisi oleh para anggotanya, dan beberapa dari mereka keluar kelas untuk memantau kedatangan guru. Tak lama, dua siswi dengan badge warna kuning yang menandakan mereka kelas 11 muncul dari arah pintu.

Kaniya yang pertama kali berdiri untuk menemui mereka. Setelah berbincang sejenak, Kaniya menerima kertas yang diberikan oleh kedua kakak kelas itu. Ia lalu menaruhnya di meja guru.

Lara yang memperhatikan itu pun bertanya kepada Kaniya. "Itu tadi siapa, Kan?"

"Kakak OSIS, mau ngasih surat dispenku," balasnya. Lara mengernyit.

"Dispen? Dispensasi?"

"Iya, dispensasi nggak ikut pelajaran dari jam pertama sampai istirahat kedua."

Lara melongo. "Maksudnya?"

"Ya, aku nggak di kelas, soalnya ada rapat OSIS."

Eskpresi Lara menjadi cemberut. "Loh, kok gitu sih? Enak dong nggak ikut pelajarannya Bu Farida?"

Kaniya mengangguk penuh kemenangan. "Iya dong, ya gitu enaknya jadi OSIS. Bisa nggak ikut pelajaran pake alasan rapat," katanya dengan penuh percaya diri.

Lara diam sejenak. Ia tak membalas lagi ucapan Kaniya, bahkan sampai gadis itu menitipkan tugas bahasa indonesianya ke Amanda. 

Bel masuk kemudian berbunyi. Tak lama, Bu Farida sebagai guru Bahasa Indonesia tiba di kelas dan menyapa para muridnya. Ketika mengetahui bahwa Kaniya mendapat tugas sebagai panitia HUT Sekolah, guru muda itu mempersilakannya untuk keluar kelas. Diam-diam, Lara memperhatikan saat Kaniya pergi. Matanya tak bisa beralih dari bagaimana Kaniya menandatangani lembar dispennya, lalu keluar kelas dengan langkah yang ringan. Lara memperhatikan semua itu, dan hatinya berdesir.

Ingatan Lara jadi terbawa kepada hari Senin lalu, di mana saat ia berdiri di barisan paling belakang--karena dia termasuk siswa yang paling pendek. Saat itu, telinganya mendengar beberapa anak OSIS dan bersenda gurau dengan anak PMR di belakangnya. Asik sekali, di mana saat ia dan teman-teman yang lain harus diam dan berdiri dengan sikap siap, orang-orang di belakangnya bisa mengobrol santai.

Terus-menerus memikirkan itu, Lara jadi teringat kejadian dua bulan lalu, saat di mana ia hendak mengumpulkan formulir pendaftaran OSIS. "Pilihanku udah bener nggak sih?" gumam Lara.

Amanda di sebelahnya pun tak sengaja mendengar. "Apanya yang bener, Ra? Nomor 18 kamu udah?" 

Lara menoleh, ia bahkan tak sadar kalau gurunya sudah memberikan tugas untuk dikerjakan. "Hah? Belum. Tugasnya halaman berapa?"

Amanda melihat sikap Lara yang tak biasa pun berdecak. "Halaman seratus. Makanya jangan ngelamun, Lara!" peringat Amanda. Lara pun mencoba kembali fokus dengan pelajarannya sampai jam pelajaran berakhir.

Ketika jam istirahat berbunyi, Lara dan Amanda menuju ke kantin untuk mengisi perut mereka. Mereka duduk di halaman depan kantin, menikmati bakso yang antriannya lumayan mengular.

"Man, jadi Kaniya tuh enak, ya? Bisa dispen keluar kelas, nggak perlu mikir pelajaran, bahkan bisa ninggalin tugas seenaknya," ungkap Lara.

Amanda yang baru mengunyah baso besarnya berpikir sebentar. "Enak? Mereka dispen juga mikirin proker kali. Belum lagi kalo balik bakal ketinggalan pelajaran," balas Amanda enteng.

Merasa sahabatnya itu tak mengerti maksudnya, Lara merajuk. "Bukan itu ih! Tapi keren nggak sih, ketinggalan pelajaran, terus ngurus proker? Terus kebayang nggak misal ngasih ide-ide buat proker gitu?" 

Amanda mengangkat bahu. "Kalo enak kenapa nggak ikut OSIS aja Ra kemarin?" 

Lara terdiam. Ia kemudian menceritakan tetang pertemuannya dengan seorang kakak kelas dua bulan lalu. Kakak kelas sekaligus kakak pembina mereka waktu MPLS SMP itulah yang melarangnya daftar OSIS. Padahal, Lara tahu kalau Ivanda itu pernah menjadi pengurus inti OSIS SMP.

"Kak Ivanda Amelia? Bukannya dia itu akselerasi ya?" tanya Amanda.

"Hah? Aksel?"

"Iya, dia kan dua tahun di atas kita, terus karena ambil aksel, jadi pas kita masuk dia udah lulus."

Lara jadi berhenti menyendokkan baksonya. Tiba-tiba saja nafsu makannya turun. "Tapi aku waktu itu bener ketemu dia, Man! Dia yang ngasih tau jangan gabung OSIS. Dia juga sempet ngaku kalau nggak gabung OSIS SMA."

"Ya karena dia aksel, Lara. Buat apa anak aksel ikut OSIS? Mau stresnya nambah jadi stres kuadrat?"

"Ihh!" Entah mengapa, ada sesuatu yang bergemuruh di hati Lara. Ia jadi menyesal mengapa menuruti perintah kakak kelasnya itu untuk tidak gabung OSIS. 

"Tapi kalau udah lulus, ngapain masih ke sekolah sore-sore itu?" tanya Lara heran.

"Ambil ijazah? Legalisir? Kamu kan inget dua bulan kemarin emang lagi ramenya alumni."

Lara berdecak. Hatinya terasa tak enak. Harusnya ia bisa bergabung dengan Kaniya sekarang, menjadi pengurus OSIS yang keren dan memakai ID card setiap bertugas.

Tanpa sengaja, matanya menangkap segerombolan siswa, termasuk Kaniya dan teman-temannya sewaktu SMP masuk kantin dengan seragam yang berbeda. Sepertinya, itu Pakaian Dinas Harian (PDH) anak OSIS.

"Ih, Man, liat deh! Keren banget tau anak OSIS ada seragamnya sendiri." Lara seperti kebakaran jenggot. Ia menggoyang-goyangkan pundak sahabatnya yang sedang makan.

Belum sempat Amanda berkomentar, Lara sudah lebih dulu beranjak. "Ngapain, Ra?" tanya Amanda.

Lara menoleh, "Ke tempat Kaniya, mau nanya dia nanti balik kelas apa enggak." Setelahnya, Lara berjalan lagi. Namun, karena pandangannya yang oleng, ia tak sengaja menyenggol seseorang dari arah samping.

"Ih anjir! Kalau jalan pakai mata dong!" protes Lara. Namun, cowok itu memandangnya datar.

"Jalan pakai kaki kali. Lagipula yang nggak liat jalan itu kamu. Enak aja nuduh," balas siswa itu lalu melenggang pergi. 

Lara merasa kesal. Ia merasa tidak melakukan kesalahan. Harusnya cowok itulah yang meminta maaf, bukannya melenggang pergi.

"Tuh cowok nyebelin banget anjir?" kata Lara bersungut-sungut, lalu melanjutkan jalannya.

...

Sejak jam istirahat kedua, energi Lara seperti terkuras habis. Benar seperti dugaannya, Kaniya memang bersama teman-teman OSIS-nya, dan seragam warna krem dengan aksen batik di pundaknya itu memang PDH OSIS. 

"OSIS/MPK SMAN 1 Pahlawan" tulisan itulah yang terpampang gagah di bagian punggung seragam itu. Saat melihat Kaniya tadi, Lara juga menyadari keterangan nama di baju itu.

Kaniya Citra A.
Sekbid 9

Hati Lara makin tak terkontrol. Ia menelusupkan mukanya ke kolong meja. "Kenapa aku dulu nggak gabung OSIS, sih?" gumamnya sendiri. Amanda sedang keluar bersama yang lain, dan Lara sedang tidak ingin keluar sama sekali.

Kepalanya ia miringkan di meja, lalu memejamkan mata. Lara membayangkan betapa serunya menjadi pengurus OSIS seandainya tidak mengikuti saran kakak kelasnya yang sesat itu. 

"Jadi Kaniya enak ya, nggak perlu mikir pelajaran, bisa kenal banyak orang di luar kelas? Lalu gimana aku? Masa cuma aku di sini yang kenalannya cuma temen SD, SMP, sama temen sekekas?" Gadis itu cemberut. 

Tak lama kemudian, Amanda kembali dari koperasi. Ia lalu menghampiri Lara yang tampak tidak bersemangat.

Sesaat kemudian, Lara mengangkat kepalanya dari meja. Ia memandangi Amanda dengan seksama. Gadis itu memang bukan pengurus OSIS. Namun, sejak awal, dirinya sudah bergabung dengan organisasi eksis lainnya, yaitu Pramuka.

Kenalan Amanda banyak, bahkan bisa sampai alumni karena Pramuka memang dikenal punya kekeluargaan yang kuat. Bisa dibayangkan kalau semisal gadis itu kesulitan pelajaran, dia tinggal pilih untuk menghubungi kakak kelas demi mendapat bantuan.

"Man," panggil Lara lemas. Amanda hanya menaikkan alisnya. "Jadi orang-orang tuh enak, ya? Kayak kamu, gabung Pramuka punya banyak kenalan, Kaniya di OSIS bisa sering dispen kelas. Lah aku? Anak OSIS bukan, Pramuka bukan. Kayak ... nggak banget gak sih hidup yang kayak gini? Nggak asik."

Amanda mengernyit. Tak biasanya Lara seperti ini. Sebagai sahabat sejak SMP, sedikit banyak, Amanda tahu kalau Lara sangat membatasi kegiatannya sendiri di luar pelajaran biasa. Makanya hidup gadis itu terasa monoton. Namun, yang tidak Amanda sangka, masa SMP yang hanya dihabiskan dengan belajar itu berakibat pada Lara yang mudah iri seperti ini.

"Kalau kamu emang penasaran, kenapa kamu nggak nyobain aja hidup orang-orang? Kan seru tuh, kamu bisa rasain gimana posisi jadi mereka," saran Amanda.

Kara mengernyit. "Hah? Nyobain hidup orang-orang? Gimana tuh?"

"Ya coba kamu ikut kegiatan mereka yang katamu asik dan di luar pelajaran itu. Kalau kamu nemu yang cocok, bisa kan kamu tiru kegiatan itu buat jadi 'keseharian asik' kamu?" 

Di telinga Lara, saran Amanda terasa ngaco. Namun, tak dapat dipungkiri, Lara juga penasaran dengan hal itu.

Mencoba hidup orang-orang. Terdengar tidak terlalu buruk?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cinta (tak) Harus Memiliki
5666      1434     1     
Romance
Dua kepingan hati yang berbeda dalam satu raga yang sama. Sepi. Sedih. Sendiri. Termenung dalam gelapnya malam. Berpangku tangan menatap bintang, berharap pelangi itu kembali. Kembali menghiasi hari yang kelam. Hari yang telah sirna nan hampa dengan bayangan semu. Hari yang mengingatkannya pada pusaran waktu. Kini perlahan kepingan hati yang telah lama hancur, kembali bersatu. Berubah menja...
Call Me if U Dare
5621      1675     2     
Mystery
Delta Rawindra: 1. Gue dituduh mencuri ponsel. 2. Gue gak bisa mengatakan alibi saat kejadian berlangsung karena itu bisa membuat kehidupan SMA gue hancur. 3. Gue harus menemukan pelaku sebenarnya. Anulika Kusumaputri: 1. Gue kehilangan ponsel. 2. Gue tahu siapa si pelaku tapi tidak bisa mengungkapkannya karena kehidupan SMA gue bisa hancur. 3. Gue harus menuduh orang lain. D...
Silent Love
2042      1184     2     
Romance
Kehidupan seorang Gi Do Hoon yang tenang dan tentram tiba-tiba berubah karena kedatangan seorang perempuan bernama Lee Do Young yang sekaramg menjadi penyewa di salah satu kamar apartemennya. Ini semua karena ibunya yang tiba-tiba saja -oke. ibunya sudah memberitahunya dan dia lupa- menyewakannya. Alasannya? Agar Do Hoon bisa keluar dari apartemennya minimal dua hari lah selain ke perpustakaa...
Cinta Semi
2504      1029     2     
Romance
Ketika sahabat baik Deon menyarankannya berpacaran, Deon menolak mentah-mentah. Ada hal yang lebih penting daripada pacaran. Karena itulah dia belajar terus-menerus tanpa kenal lelah mengejar impiannya untuk menjadi seorang dokter. Sebuah ambisi yang tidak banyak orang tahu. Namun takdir berkata lain. Seorang gadis yang selalu tidur di perpustakaan menarik perhatiannya. Gadis misterius serta peny...
The Journey is Love
776      516     1     
Romance
Cinta tak selalu berakhir indah, kadang kala tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Mencintai tak mesti memiliki, begitulah banyak orang mengungkapkan nya. Tapi, tidak bagiku rasa cinta ini terus mengejolak dalam dada. Perasaan ini tak mendukung keadaan ku saat ini, keadaan dimana ku harus melepaskan cincin emas ke dasar lautan biru di ujung laut sana.
Kebaikan Hati Naura
643      365     9     
Romance
Naura benar-benar tidak bisa terima ini. Ini benar-benar keterlaluan, pikirnya. Tapi, walaupun mengeluh, mengadu panjang lebar. Paman dan Bibi Jhon tidak akan mempercayai perkataan Naura. Hampir delapan belas tahun ia tinggal di rumah yang membuat ia tidak betah. Lantaran memang sudah sejak dilahirikan tinggal di situ.
LARA
8831      2140     3     
Romance
Kau membuat ku sembuh dari luka, semata-mata hanya untuk membuat ku lebih terluka lagi. Cover by @radicaelly (on wattpad) copyright 2018 all rights reserved.
Melody Impian
639      437     3     
Short Story
Aku tak pernah menginginkan perpisahan diantara kami. Aku masih perlu waktu untuk memberanikan diri mengungkapkan perasaanku padanya tanpa takut penolakan. Namun sepertinya waktu tak peduli itu, dunia pun sama, seakan sengaja membuat kami berjauhan. Impian terbesarku adalah ia datang dan menyaksikan pertunjukan piano perdanaku. Sekali saja, aku ingin membuatnya bangga terhadapku. Namun, apakah it...
Blue Rose
299      247     1     
Romance
Selly Anandita mengambil resiko terlalu besar dengan mencintai Rey Atmaja. Faktanya jalinan kasih tidak bisa bertahan di atas pondasi kebohongan. "Mungkin selamanya kamu akan menganggapku buruk. Menjadi orang yang tak pantas kamu kenang. Tapi rasaku tak pernah berbohong." -Selly Anandita "Kamu seperti mawar biru, terlalu banyak menyimpan misteri. Nyatanya mendapatkan membuat ...
Fallen Blossom
564      366     4     
Short Story
Terkadang, rasa sakit hanyalah rasa sakit. Tidak membuatmu lebih kuat, juga tidak memperbaiki karaktermu. Hanya, terasa sakit.