I hit the wall, I hit the floor
Didn’t know what I was fighting for
Now I breathe, I stand, I shout—
I’m here, and that’s counts
“Feel Sucks” – The Lost Seventeen
***
“Oke, deal! Mohon kerja samanya, ya.”
Dibanding pengumuman saat menjadi runner up Indonesian Idol atau ditawari Dewa untuk bergabung dengan The Lost Seventeen, kalimat ‘sambutan’ dari Tio waktu itu lebih menyenangkan, sekaligus menegangkan bagi Sebastian. Terlebih, itu adalah kali pertama dia bisa menjabat tangan idolanya sendiri, dan mendapat senyuman paling manis yang pernah dia lihat. Dia juga masih tidak menyangka akan lulus kualifikasi sebagai vokalis baru dengan cara semudah itu. Tidak ada percobaan kedua maupun ketiga guna memantapkan hati, apalagi drama tanya-jawab yang menguji mental.
“Gimana? Udah lengkap, belum?” tanya Ardi, public relations atau PR dari LOCO Entertainment, mengusik lamunan Sebastian. Mereka kini berada di backstage salah satu auditorium di Jakarta Pusat.
“Kurang Awan, Kak, tapi dikit lagi makeup-nya selesai, kok,” jawab Tio. Dia baru saja menyelesaikan hairdo-nya.
Sebastian lekas menyapa lelaki itu dengan tersenyum tipis dan lambaian kecil. Namun, sang leader hanya mengangguk dan berlalu menuju kursi lain—tidak ke dekatnya, tidak juga ke Bagas maupun Malik yang sudah selesai prepare lebih dulu. Dia lekas memakai headset dan bermain ponsel, entah melakukan apa. Sebastian pun menghela napas panjang dan menelan ludah.
Sayangnya masih saja begini, batinnya.
Sudah dua minggu sejak dia dinyatakan ‘diterima’ oleh personil The Lost Seventeen, tetapi ada beberapa hal yang menurut Sebastian cukup kontradiktif, yaitu mereka hanya bersinggungan saat latihan, mereka belum pernah mengobrolkan hal-hal di luar performa band, dan dia juga belum pindah ke Band House—tempat tinggal yang dikontrak khusus oleh agensi untuk anggota The Lost Seventeen. Sederhananya, tidak ada situasi, apalagi aksi, yang mengakrabkan Sebastian pada mereka. Jadi, dari segi mana dia ‘diterima’?
Namun, Sebastian lekas mengingat kata Dewa, “Tunggu saja sampai press conference.”
Dia pun mendengkus lagi. Today is D-Day. Sebastian akan diperkenalkan ke khalayak umum, terutama para Youth, sebagai vokalis baru yang akan menggantikan mendiang Ryan. Acara yang diberi nama Re:Vibe dengan tagline “not a restart, just a re:vibe” itu dibuat sebagai hari baru yang menekankan bahwa The Lost Seventeen tidak membuang apa yang sudah dimulai dan dibangun, melainkan melanjutkan langkah dengan suasana yang baru—tanpa kehilangan identitas mereka. Acara ini disiarkan langsung oleh CJTV dan terdiri dari dua agenda utama, yaitu konferensi pers dan penampilan perdana formasi baru band kesayangan Gen Z tersebut.
“Sori, Kak, gue baru selesai,” ucap Awan tiba-tiba dan sedikit terengah-engah.
Sontak perhatian semua personil, termasuk Sebastian—kalau dia dihitung juga, tertuju padanya. Sebagai visual grup, pesona Awan memang sulit diabaikan. Kulitnya putih bersih—tidak ada jerawat, apalagi koreng—dan dia juga tinggi semampai, padahal umurnya paling muda. Rank popularitasnya pun selalu merajai TOP 2 di survei media mana pun itu. Mungkin sekarang sudah menjadi yang pertama tanpa lawan setelah Ryan tiada.
“Nggak apa-apa, Wan. Ya udah, karena sekarang udah lengkap, kita langsung mulai briefing-nya, ya.”
Satu per satu personil The Lost Seventeen lekas mendekati tempat duduk Sebastian dan Ardi. Mereka, kecuali Tio, memilih berdiri dan membaca press release yang telah dibuat oleh PR untuk diberikan kepada media nanti. Pihak agensi—diwakili oleh Dewa—dan para member hanya perlu membuat pernyataan atau menjelaskan lebih detail lagi mengenai isinya.
Sebastian turut memperhatikan dan mengulang-ulang poin tentangnya, yang menurutnya paling banyak dan paling sulit. Meski Lea, manajer band mereka, mengatakan selama sesi tanya-jawab boleh berimprovisasi selama tidak melenceng dari konteks, tetap saja itu menjadi beban tersendiri. Sebastian tentu tidak ingin mengacaukan hari pertamanya sebagai bagian dari The Lost Seventeen dan Youth, jadi semua ini harus baik-baik saja. Tidak harus sempurna. Asal mendekati saja, itu sudah lebih cukup.
“Ingat, Tio, kalau ada pertanyaan yang keluar konteks atau menurut kamu terlalu personal, langsung cut aja atau alihkan ke topik lain,” ucap Ardi pada sang leader. Sebastian ikut gugup mendengarnya. “Dan kamu, Bas, kalau wartawannya terlalu ngungkit nama Ryan dan konotasinya udah negatif—menggiring ke rumor yang enggak-enggak, kamu abaikan aja.
“Momen seperti ini bakal dimanfaatkan mereka buat ngegoreng kalian lagi, jadi jangan gegabah. Terus jaga sikap, terutama kamu, Malik.”
Si empunya nama sontak memutar bola matanya lalu berdecak. “Iya, iya, Kak. Elah, kayak gue pernah ngapain aja.”
Ardi hanya geleng-geleng menanggapinya. Seolah mengucap, “Pakai nanya!” Sebastian lekas menunduk saat lelaki itu seperti hendak menoleh padanya. Entahlah, dia merasa … apa yang mesti Malik jaga—mulutnya, mungkin—bisa jadi berhubungan dengannya, sebagai pengganti dari orang yang ‘katanya’ adalah paling akrab dengan gitaris itu. Namun, Sebastian tak mau ambil pusing.
Usai briefing dari PR selesai, para personil The Lost Seventeen bergegas ke panggung dan menuju posisi masing-masing dalam keadaan setengah gelap. Semua instrumen telah di-setting sebelumnya saat rehearsal dan sound check. Dalam Re:Vibe kali ini, mereka akan membawakan tiga lagu lama dan satu lagu baru yang sebenarnya belum selesai dibuat—jadi hanya sneak peek di akhir acara, sebelum press conference.
Sebastian memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Sekali dia membenarkan in-ear monitor-nya dan lekas bergumam—sebagai awal mula lagu “Feel Sucks”—setelah mendapat cue dari Tio berupa ketukan pada tom.
“Hey, urgh, woke up late, missed the train. Again? Darn! Phone’s on 3%, rent’s due. Hah? Just scrolling memes like I don’t care!”
Lampu panggung telah menyala sepenuhnya, memperlihatkan lautan Youth yang tak Sebastian duga akan sebanyak dan seantusias ini. Pikirannya sempat berantakan sebab sorot lampu yang menusuk mata membuatnya terkecoh dan bersitatap dengan para wartawan yang berdiri sederet dengan kamerawan CJTV. Terlebih suara penggemar terus meneriakkan nama satu per satu personil, termasuk dirinya, yang tak ayal membuyarkan konsentrasi karena rasanya … dia sudah berhasil masuk.
Is he just being delusional or what?
Sebastian berusaha menguasai panggung dengan membuat eye contact dengan Malik, menyodorkan mikrofon agar dia mengambil alih beberapa lirik lagu, bahkan melakukan headbanging bersama. Sang gitaris itu tampak tidak keberatan. Saat Sebastian melirik ke personil lain pun, mereka tampak tak kalah menikmati performa pertama ini, malah bisa dikatakan … jauh lebih baik dari latihan kemarin.
Kedua tangan Sebastian lantas menggenggam mikrofon erat-erat setelah meletakkannya pada mic stand. Detak jantungnya berdegup kencang, seperti ikut terguncang getaran panggung. Dia lantas menatap beberapa Youth yang membawa hand banner bertuliskan, “Welcome, Sebastian!” Napasnya makin terasa berat, seolah dipenuhi harapan dan keraguan sekaligus.
Dia pun melakukan humming dengan mata terpejam dan senyum tipis, berusaha mengontrol pernapasan menuju bridge yang memerlukan teknik growl.
“Parents say it’s my mistake. Everyone says ‘just deal with it’. I’ve carried more than you can take! I’m not okay, and I’m not done. One breath, one step, no plan. Do I freaking care?”
Sebastian bisa melihat kepuasan dari siapa pun yang datang ke auditorium ini. Bahkan, Lea bertepuk tangan saat perform pertama mereka telah selesai, lalu memberikan dua jempol. Senyumnya begitu lebar, berbeda dengan hari-hari sebelumnya, terutama saat mereka masih berada di markas dan studio rekaman.
Untuk sejenak Sebastian bisa bernapas lega. Lagu-lagu selanjutnya terasa lebih mudah karena jiwanya sudah menyatu dengan sorak sorai yang mendukungnya. Usai menyelesaikan penampilan dan ‘membocorkan’ sedikit single yang akan The Lost Seventeen rilis dalam waktu dekat, mereka kembali ke backstage dan meninggalkan panggung yang kini diisi dengan video dokumenter berupa behind the scene event Re:Vibe ini.
“Gimana, nih, pendapat kalian tentang Bas?”
Baru saja duduk dan membiarkan makeup artist atau MUA memperbaiki riasannya, Sebastian menoleh. Dia tidak tahu kalau personil lain diwawancarai mengenai keberadaannya di band saat ini. Seketika dia turut memperhatikan perbincangan tersebut hingga sesekali refleks bereaksi.
“As expected, sih, Kak.” Tio menjadi personil pertama yang muncul. “Pas interview ini diputar, gue yakin kalian semua udah dengerin suara dia, jadi pasti udah bisa nilai sendiri. Bagus, kan?”
“I felt like he came to save us,” ucap Awan diiringi tawa kecil. “Kedatangannya kayak ngasih second chance kita buat bisa lanjut berkarya. Gue bersyukur dia mau nerima tawaran buat gabung sama kami.”
“Bagus.” Bagas tak banyak berkomentar. Suaranya pun datar-datar saja. Namun, bagi Sebastian justru amat lucu karena dia bisa membayangkan muka ‘nyebelin’ lelaki kribo yang cuek dan terlalu YOLO itu.
Sementara Malik, komentarnya paling tak dia duga. “Fair-fair-an aja, secara objektif dia penyanyi yang baik. Teknik vokalnya, terutama di genre rock, metal dan punk nggak main-main, padahal sebelumnya kayak mainan folk pop doang. Stage presence-nya pun oke. Nggak banyak penyanyi yang bisa handle lagu-lagu The Lost Seventeen yang mostly berbahasa Inggris itu sebagus Ryan, dan Bas ini salah satunya.
“Baru beberapa kali latihan juga gue udah ngerasa chemistry yang nggak bisa gue jelasin. Lagian tanpa dijelasin pun kalian udah bisa lihat sendiri, kan? Dia bisa nge-blend kayak dia sendiri yang punya lagunya. Yah, sebagai tim yang nantinya kerja sama entah sampai kapan itu, gue dan anak-anak yakin kami nggak salah ambil keputusan.
“He’s like the best shot we have in this mess.”
Sebastian sontak menatap satu per satu personil di depannya secara bergantian. Meski tak dapat melihat klip dokumenter itu secara langsung, dia bisa merasakan kehangatan dari suara dan opini mereka. Namun, kenapa rasanya dia masih saja kedinginan? Bahkan, saat ini dia masih duduk terpisah dari mereka, semacam outsider yang terpaksa diizinkan masuk karena tidak ada pilihan lain.
Ah, belum juga sebulan, masih adaptasi, lah, batin Sebastian berpikir positif.
Lima belas menit berlalu, mereka pun kembali ke panggung yang sudah diberi kursi dan meja untuk keperluan konferensi pers. Dewa dan Lea sudah duduk di tengah, disusul dengan Tio dan member lain di sisi kiri dan kanan.
Sebagai awalan, Dewa tentu memperkenalkan Sebastian secara resmi sebagai vokalis baru The Lost Seventeen. Dia menyatakan keputusan ini telah diperhitungkan dengan matang, melalui proses mediasi antara kedua belah pihak—Sebastian dan personil The Lost Seventeen, yang dijembatani oleh agensi. Dia juga menjelaskan sedikit rancangan karier mereka kedepannya, meliputi rencana album baru dan tour ke berbagai kota di Indonesia.
“Masalah ‘kapan’nya kami belum tau, sih, Kak. Soalnya, kan, ini masih masa-masa peralihan dan kami perlu mempersiapkan banyak hal,” jawab Tio saat ditanya perihal jadwal comeback. “Jadi sambil nunggu kabar selanjutnya, Youth dan pemirsa lain di rumah bisa menikmati single terbaru kami yang kalau nggak ada halangan bakal rilis minggu depan. Mohon doanya, ya.”
“Bisa dibilang kembalinya The Lost Seventeen ini cukup cepat, ya. Nggak cuma dapet vokalis pengganti, kalian juga udah nyiapin lagu baru. Keren banget!” Pernyataan wartawan dari media Young ‘n Free sontak menohok Sebastian yang tengah ditatap intens. Meski mengandung pujian, rasanya kalimat itu begitu sarkas. “Boleh, dong, Bas, share tipnya. Kok bisa kamu join dan tampil se-epic ini dalam kurun waktu kurang dari dua bulan? Atau jangan-jangan kamu udah di-contact jauh-jauh hari banget?”
Sebastian menelan ludah. Ini bukan kali pertama dia disudutkan oleh wartawan. Sebagai runner up Indonesian Idol, tentu dia pernah mendapat pertanyaan-pertanyaan jebakan, seperti ‘bagaimana pendapatnya tentang kekalahan ini’ atau yang lebih parah ‘bukankah dia lebih worth it dibanding pemenang pertama’. Namun, apa yang baru saja dia dengar cukup di luar prediksi. Sebastian lantas menyeringai dan menghela napas panjang.
Let’s eat this up!
“Saya baru dihubungi dua minggu lalu, kok, Kak. Setelah diskusi dan deal, kami latihan intens setiap hari agar bisa tampil semaksimal mungkin di depan Youth. Syukurlah kalau ternyata hasilnya kayak kami udah latihan berbulan-bulan. Berarti kerja keras kami selama ini lumayan terbayar, kan?” jawab Sebastian tenang dan selembut mungkin. Dia tersenyum lagi, kemudian melanjutkan,
“Sebelum gabung The Lost Seventeen, saya adalah seorang Youth—sampai sekarang pun. Beberapa fans pasti udah tau, karena saya sempat mention itu di survival show sebelah. Bisa dikatakan lagu-lagu The Lost Seventeen itu ‘saya banget’ dan udah nemenin saya sehari-hari, jadi menguasainya bukan perkara sulit. Besides, I’ve got skills, haven’t I? So what’s with the doubt?”
Dewa spontan tertawa mendengar kalimat terakhir Sebastian, yang memang berniat sarkastik untuk membalas si wartawan tadi. Setelahnya, pertanyaan yang datang mengalir lancar seolah ‘sindiran’ tadi tidak ada apa-apanya. Wartawan bayaran—dari media yang bekerja sama dengan LOCO Entertainment—juga berhasil membuat konferensi kembali kondusif.
Meski begitu, bohong rasanya kalau degup jantung Sebastian berhenti tak karuan. Dia masih takut mendapat serangan tak terduga, yang tidak ada dalam kamus persiapannya, terutama saat nama Ryan akhirnya muncul. Dia sudah bersiap menjawab apa kesan yang dia rasakan sebagai seorang ‘pengganti’, sebelum salah satu wartawan dari majalah Rhytm Town menyela.
“Ada kekhawatiran lain, nggak, Bas? Selain pressure atas ekspektasi fans terhadap kamu gitu. Misal, kamu takut mendapat ‘perlakuan’ yang sama seperti Ryan dulu atau—”
“Seperti yang saya bilang sebelumnya, menjadi bagian dari The Lost Seventeen adalah sebuah kehormatan besar yang nggak pernah saya kira akan datang,” potong Sebastian cepat. “Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap mendiang, saya bersyukur bisa berdiri di sini saat ini. Harapan saya, saya bisa melanjutkan apa yang sudah mendiang dan teman-teman The Lost Seventeen lain bangun dengan baik, dan akan terus berusaha agar nggak mengecewakan pihak mana pun, termasuk diri saya sendiri.
“Satu-satunya kekhawatiran saya hanya itu. Terima kasih.”
Entah itu menjawab atau tidak, Sebastian tidak peduli. Saat wartawan hendak mengajukan pertanyaan lanjutan pun, tim PR langsung memotongnya dan segera mengakhiri konferensi pers tersebut. Para personil The Lost Seventeen pun lantas bergegas ke backstage, tak lupa dengan senyum semanis mungkin dan lambaian tangan ke depan kamera.
How fake! batin Sebastian saat tiba di belakang dan menyandarkan kepala pada sofa. Dia mendengkus keras, lelah bukan main.
Tak hanya dia, member lain sepertinya juga merasakan hal yang sama. Malah mereka tampak lebih semangat mengumpat dan memaki-maki wartawan yang secara tidak langsung mengungkit masalah yang mereka hindari. Meski hal ini sudah mereka duga sebelumnya, tetap saja menyebalkan.
Malik terlihat paling ‘kepanasan’ karena walaupun pertanyaan tadi ditujukan untuk Sebastian, tatapan wartawan itu justru tertuju padanya. Sampai-sampai Tio mesti merangkul pundaknya dan berulang kali menekankan untuk tenang. Awan juga turut membantu dengan menawarkan sebotol air mineral agar lelaki itu mau duduk dan berhenti tantrum. Sementara Bagas, dia hanya sibuk bermain ponsel dan sesekali mencuri pandang pada Sebastian yang duduk di seberang mereka.
Tak berselang lama, Dewa dan Lea menghampiri mereka dan menyuruh untuk berkumpul di tengah. Sontak para stylist dan MUA meninggalkan ruangan. Lelaki yang sejak tadi sibuk berurusan dengan media itu lantas menaruh ponselnya di atas meja. Seketika kelima personil The Lost Seventeen menunduk, membaca apa yang tertera pada layar.
Ternyata, tagar #HelloAgainTheLostSeventeen dan #SebastianTheLostSeventeen tengah merajai trending X.
Sebastian refleks tersenyum. “Responsnya sesuai harapan, nggak, Bang?” tanyanya hati-hati.
“Sejauh ini … di luar ekspektasi malah. Congrats, ya.”
“Thanks, Bang,” ucap Sebastian semringah. Dia lantas beralih menatap Tio dan yang lain. “Makasih juga, ya, buat kalian.”
“Iya, sama-sama,” jawab Tio, yang diikuti senyum kecil secepat kilat dari Awan dan Bagas.
Sedangkan Malik, dia hanya mengangguk sekenanya. “Ini udah, kan? Boleh balik sekarang, nggak? Gue capek banget.”
Euforia Sebastian langsung berakhir begitu saja. Raut mukanya langsung berubah 180 derajat seiring dengan pergantian suasana itu.
“Boleh, jangan lupa beresin kamar Ryan, ya. Entar malam sekitar jam delapan gue bakal antar Bas ke Band House.Mulai hari ini, kalian berlima tinggal bareng.”
“Hah?” seru keempat personil The Lost Seventeen itu bersamaan, sementara Sebastian bereaksi biasa saja karena dia sudah diberitahu sebelumnya. Sepertinya memang hanya dia yang tahu ‘berita’ ini.
“Have fun, ya. Nggak usah ‘main’ macem-macem. Kalau sampai gue dapet aduan yang kagak-kagak, awas aja!” ucap Dewa sambil menepuk bahu Tio. Kemudian dia berlalu, menyisakan kelima member yang kini ditemani keheningan ekstrem.
Gosh, apa lagi kali ini? Sebastian menepuk jidat.