Loading...
Logo TinLit
Read Story - Menjadi Aku
MENU
About Us  

Di rumah besar bergaya klasik dengan pilar-pilar marmer putih dan taman mawar yang tertata rapi, seorang gadis berambut coklat muda berdiri di depan cermin besar berbingkai emas. Tatapannya kosong, wajahnya datar, dan bibirnya mengatup rapat. Seragam sekolah Elvoreign High School yang ia kenakan telah disiapkan oleh pelayan pribadi sejak semalam. Sempurna, tanpa satu pun kerutan.

Kathlea menarik napas pelan. Bayangannya di cermin begitu kontras dengan interior kamar yang elegan dan berkelas.

Di seberang kamarnya, pintu kamar lain terbuka. Seorang gadis dengan wajah serupa namun tubuh lebih ramping dan gerak-gerik angkuh melintas—Kathleen, saudari kembar Kathlea. Sejak kecil, mereka tumbuh dalam satu rumah tapi tak pernah benar-benar saling dekat.

“Mommy, hari ini aku gak mau satu mobil sama dia! Please, dia tuh bikin malu!” seruan Kathleen terdengar sampai ke lantai bawah tempat mommy dan daddy mereka tengah sarapan dengan elegan.

Kathleen turun menghampiri kedua orang tua nya sembari mencomot roti selai coklat yang sudah tersedia.

“Sayang, ini hari pertama sekolah kalian. Harusnya kalian berangkat bareng,” ujar sang ibu, seorang mantan model ikonik yang kini memiliki yayasan kecantikan.

“Gak bisa! Pokoknya enggak mau!”

Kathlea berdiri di tangga, mendengar semuanya sambil tersenyum tipis. Ia sudah terbiasa. Setiap tahun, setiap acara, Kathleen selalu menolak disandingkan dengannya. Dan selalu, ia yang memilih mengalah.

“Tak apa, Mom. Aku naik mobil satunya saja,” ucap Kathlea lembut.

Mommy dan Daddy saling bertukar pandang, lelah namun pasrah. “Baiklah. Hati-hati ya, sayang,” ujar sang ayah.

Mobilnya berhenti di depan gerbang Elvoreign High School yang penuh hiasan megah dan mobil-mobil mewah seperti kemarin. Tapi tak seperti Shanum, Kathlea berjalan percaya diri—setidaknya di luar. Ia mengarahkan langkahnya ke majalah dinding, mencari nama dan kelasnya. Senyumnya mendadak hilang.

Satu kelas dengan Kathleen.

“Ah…” gumamnya kecewa. Ia berharap bisa satu kelas dengan Shanum, satu-satunya orang yang menyambutnya kemarin tanpa memandang ukuran tubuh atau statusnya.

Saat masuk kelas, semua kursi sudah nyaris terisi. Mata-mata langsung tertuju padanya. Kathleen duduk di deretan depan dengan gengnya, melemparkan tatapan tajam.

Ketika guru menyuruh siswa baru memperkenalkan diri, Kathlea berdiri dan tersenyum kecil. “Namaku Kathlea… Aku—”

"Dia kembaran kamu kan Kathleen?" Ucap seorang siswi menyela.

“Dia bukan kembaranku!” Jawab Kathleen keras dari tempat duduknya.

Seluruh ruangan langsung hening.

“Aku cuma punya satu saudara, dan itu bukan dia,” lanjut Kathleen tanpa beban, lalu tertawa bersama teman-temannya.

Kathlea hanya terdiam, menahan senyum getir. Ia kembali duduk, kali ini tak ada satu pun siswa yang menoleh atau menyapa. Tak ada yang ingin menyapanya atau sekedar berbasa-basi di dalam kelas. Ia duduk sendirian di sudut kelas, lalu memutuskan keluar dan mencari Shanum.

Beruntung, gadis itu ada di perpustakaan. Mengenakan seragam sederhana dan kerudung abu yang sedikit kusut, tapi senyum hangatnya menyambut seperti pelangi di hari mendung.

“Hai, boleh duduk sini?” tanya Kathlea sambil membawa roti keju yang belum sempat ia makan.

“Tentu,” jawab Shanum dengan ramah. “Aku juga lagi bosan sendirian.”

Mereka mulai berbincang soal buku, soal hari pertama yang melelahkan, dan soal bagaimana makanan di kantin terlalu banyak pilihan. Kathlea tertawa kecil, hatinya sedikit ringan. Hingga...

“Ngapain kamu di sini?” suara tajam Kathleen tiba-tiba menyusup ke antara rak buku. Ia berdiri di antara tiga gadis lain, wajahnya angkuh.

Kathlea menoleh pelan. “Aku cuma ngobrol sama temanku.”

“Teman? Hah. Dia? Serius, Lea?” Kathleen menatap Shanum dari atas ke bawah dengan sinis. “Kamu makin aneh aja.”

Salah satu temannya menahan tawa, yang lain ikut mengejek pelan.

“Denger ya, aku gak peduli kamu satu kelas sama aku. Tapi minimal kamu bisa sadar diri. Gak usah bikin malu di depan umum,” ucap Kathleen sambil mendekat.

Kathlea masih berusaha tenang. “Aku gak merasa bikin malu siapa-siapa.”

“Oh ya? Kamu gak malu? Dengan badan sebesar itu? Kamu pikir kamu cocok pakai seragam ini?” suara Kathleen meninggi.

Ucapan itu seperti pisau yang menghujam dada. Diucapkan di depan Shanum. Di depan orang-orang yang mulai menoleh. Kathlea masih mencoba diam, tapi air matanya mulai menggenang. Ia berdiri buru-buru, meninggalkan roti yang belum sepenuhnya habis, dan berlari keluar perpustakaan.

Langkahnya tak tentu arah hingga menemukan toilet perempuan di ujung koridor. Di sana, di depan cermin putih dengan lampu neon terang, Kathlea menatap wajahnya sendiri. Bibirnya bergetar.

"Aku nggak salah... aku cuma pengen hidup tenang... kenapa aku selalu disalahkan..."

Air mata akhirnya jatuh, satu per satu, membasahi pipinya yang putih pucat. Di cermin besar itu, ia melihat dirinya yang tak bisa diterima oleh kakaknya sendiri. Tak bisa dianggap cukup—hanya karena bentuk tubuh.

Di luar sana, semua terlihat sempurna. Tapi di dalam cermin, hanya ada seorang gadis yang bertanya-tanya apakah dunia bisa menerima orang sepertinya.

 

---

 

Sore menjelang di rumah keluarga Winthrope. Cahaya matahari sore menembus kaca-kaca besar di ruang tamu yang mewah, memantulkan kilau keemasan di lantai marmer. Tapi kemewahan itu tidak mampu meredam suasana yang mendidih.

Kathleen membanting tasnya ke sofa dengan suara keras. “I want her out of my class!” teriaknya lantang.

Daddy yang baru saja pulang dari kantor mengernyit. “Kathleen, bisa bicara baik-baik?”

“Enggak bisa! Aku udah bilang dari dulu aku nggak mau sekelas sama dia!” Kathleen menunjuk ke arah tangga, tempat Kathlea baru saja naik dengan langkah berat.

Mommy meletakkan cangkir tehnya perlahan. “Sayang, ini cuma sekolah. Kalian kembar. Wajar kalau berada di kelas yang sama.”

“Mom, please! Dia itu bikin malu!” ujar Kathleen sambil memutar bola matanya. “Tadi pas disekolah, semua orang liat dia dengan aneh. Aku nggak bisa satu ruangan sama dia tiap hari.”

Daddy menghela napas. “Kathleen, kamu berlebihan.”

“Kalau kalian nggak mau mindahin dia, aku aja yang pindah! I’m serious!”

Kathlea yang masih berdiri di tangga, mendengar semuanya. Ia turun perlahan, wajahnya penuh kelelahan. “Gak usah pindah. Biar aku yang pindah,” ucapnya datar.

Kathleen mendesis, lalu pergi ke kamarnya sambil menghempaskan rambut panjangnya ke bahu.

Suasana menjadi hening. Mommy bangkit dari sofa dan mendekati Kathlea.

“Sayang… Mommy tahu kamu capek. Tapi kamu juga harus mengerti Kathleen.”

Kathlea menatap ibunya. “Mengerti? Mengerti kenapa dia selalu bersikap kasar ke aku?”

Mommy mendesah pelan. “Dia hanya terlalu peduli dengan citra. Mommy rasa, kalau kamu bisa… ya, sedikit lebih jaga penampilan... mungkin dia nggak akan seperti itu.”

Kathlea memejamkan mata, seperti tidak percaya apa yang ia dengar.

“Maksud Mommy… aku harus diet? Supaya Kathleen berhenti benci aku?”

“Bukan begitu, Kathlea. Mommy cuma—”

“Mommy selalu begitu…” suara Kathlea mulai meninggi, matanya memerah. “Kathleen minta ikut balet—langsung dikasih. Kathleen mau ikut kelas modeling—dikasih. Liburan ke Paris? Dia tinggal minta.”

“Sayang—”

“Aku cuma minta piano, Mom… cuma itu. Tapi Mommy bilang aku harus nurunin berat badan dulu. Bahkan untuk nyanyi pun, aku harus kurus dulu!”

Daddy berdiri, mencoba menengahi. “Kathlea, kita semua sayang kamu…”

“Tapi kalian selalu memihak dia,” bisik Kathlea dengan suara bergetar. “Kathleen bisa jadi siapa pun yang dia mau. Aku? Harus berubah dulu baru boleh punya mimpi.”

Mommy menatapnya, terpukul. “Itu bukan maksud Mommy, Kath…”

“Aku capek… benar-benar capek.”

Tanpa menunggu jawaban, Kathlea berbalik dan menaiki tangga. Pintu kamarnya tertutup dengan suara klik. Di dalam, ia melempar tas ke lantai dan menatap dirinya lagi di cermin besar.

Dia melihat pipinya, tubuhnya, matanya. Semua terasa asing. Ia membenci pantulan itu.

Tak lama pelayan rumah masuk ke kamar Kathlea menyajikan sepiring makanan. Tapi Kathlea hanya menatapnya sejenak, lalu mendorongnya menjauh.

“Aku gak lapar.”

Ia berbaring di tempat tidur, menggenggam bantal erat-erat. Tangisnya akhirnya pecah lagi sore itu. Tidak di sekolah. Tidak di tempat umum. Tapi di rumahnya sendiri—yang seharusnya menjadi tempat paling aman.

 

---

 

Langit sudah menghitam sepenuhnya. Rumah mewah itu sunyi, hanya suara detik jam yang bergema di kamar Kathlea. Lampu kamarnya redup. Di meja, makanan dan gelas berisi air putih masih utuh—belum tersentuh sejak sore.

Kathlea duduk di lantai, bersandar di sisi ranjang. Matanya sembab, napasnya berat.

Ia kembali menatap pantulan dirinya di cermin besar di seberang ruangan. Cermin itu tinggi menjulang, dihiasi bingkai emas. Seringkali cermin itu menjadi teman ketika ia berdandan, berlatih menyanyi diam-diam, atau sekadar menari sendiri. Tapi malam ini—pantulan itu terasa seperti musuh.

“Aku benci kamu…” bisiknya pelan.

Ia berdiri perlahan. Mendekati cermin dengan langkah gemetar. Matanya menatap tajam ke sosoknya sendiri.

“Aku benci kamu… kenapa kamu nggak bisa seperti mereka mau? Kenapa kamu harus kayak gini?”

Tangan kirinya meraih gelas di meja. Nafasnya tersendat. Air mata kembali mengalir, tapi tidak ada lagi suara. Hanya napas yang berat—dan rasa sesak di dadanya.

Tanpa sadar, tangannya mengangkat gelas itu tinggi.

“CRAAAKK!”

Gelas itu melayang, menghantam cermin dengan keras. Kaca pecah berhamburan, membentuk retakan besar seperti jaring laba-laba.

Kathlea terdiam. Bahunya bergetar. Air mata menetes satu per satu ke lantai marmer.

Pantulan dirinya kini terpecah dalam ribuan keping. Seperti hatinya.

 

---

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Qodrat Merancang Tuhan Karyawala
974      677     0     
Inspirational
"Doa kami ingin terus bahagia" *** Kasih sayang dari Ibu, Ayah, Saudara, Sahabat dan Pacar adalah sesuatu yang kita inginkan, tapi bagaimana kalau 5 orang ini tidak mendapatkan kasih sayang dari mereka berlima, ditambah hidup mereka yang harus terus berjuang mencapai mimpi. Mereka juga harus berjuang mendapatkan cinta dan kasih sayang dari orang yang mereka sayangi. Apakah Zayn akan men...
ALMOND
1070      616     1     
Fan Fiction
"Kamu tahu kenapa aku suka almond?" Anara Azalea menikmati potongan kacang almond ditangannya. "Almond itu bagian penting dalam tubuh kita. Bukan kacang almondnya, tapi bagian di otak kita yang berbentuk mirip almond." lanjut Nara. "itu amygdala, Ra." Ucap Cio. "Aku lebih suka panggilnya Almond." Nara tersenyum. "Biar aku bisa inget kalau Almond adalah rasa yang paling aku suka di dunia." Nara ...
Perjalanan Tanpa Peta
52      47     1     
Inspirational
Abayomi, aktif di sosial media dengan kata-kata mutiaranya dan memiliki cukup banyak penggemar. Setelah lulus sekolah, Abayomi tak mampu menentukan pilihan hidupnya, dia kehilangan arah. Hingga sebuah event menggiurkan, berlalu lalang di sosial medianya. Abayomi tertarik dan pergi ke luar kota untuk mengikutinya. Akan tetapi, ekspektasinya tak mampu menampung realita. Ada berbagai macam k...
Cinta Pertama Bikin Dilema
4988      1374     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...
Anak Magang
118      110     1     
Fan Fiction
Bercerita sekelompok mahasiswa yang berusaha menyelesaikan tugas akhirnya yaitu magang. Mereka adalah Reski, Iqbal, Rival, Akbar. Sebelum nya, mereka belum mengenal satu sama lain. Dan mereka juga bukan teman dekat atau sahabat pada umumnya. Mereka hanya di tugaskan untuk menyelesaikan tugas nya dari kampus. Sampai suatu ketika. Salah satu di antara mereka berkhianat. Akan kah kebersamaan mereka ...
Da Capo al Fine
274      232     5     
Romance
Bagaimana jika kau bisa mengulang waktu? Maukah kau mengulangi kehidupanmu dari awal? Atau kau lebih memilih tetap pada akhir yang tragis? Meski itu berarti kematian orang yang kau sayangi? Da Capo al Fine = Dari awal sampai akhir
The Unbreakable Love
41      40     0     
Inspirational
Ribuan purnama sudah terlewati dengan banyak perasaan yang lebih berwarna gelap. Dunia berwarna sangat kontras dengan pemandangan di balik kacamataku. Aneh. Satu kalimat yang lebih sering terdengar di telinga ini. Pada akhirnya seringkali lebih sering mengecat jiwa dengan warna berbeda sesuai dengan 'besok akan bertemu siapa'. Di titik tidak lagi tahu warna asli diri, apakah warna hijau atau ...
Merayakan Apa Adanya
393      285     8     
Inspirational
Raya, si kurus yang pintar menyanyi, merasa lebih nyaman menyembunyikan kelebihannya. Padahal suaranya tak kalah keren dari penyanyi remaja jaman sekarang. Tuntutan demi tuntutan hidup terus mendorong dan memojokannya. Hingga dia berpikir, masih ada waktukah untuk dia merayakan sesuatu? Dengan menyanyi tanpa interupsi, sederhana dan apa adanya.
Return my time
306      260     2     
Fantasy
Riana seorang gadis SMA, di karuniai sebuah kekuatan untuk menolong takdir dari seseorang. Dengan batuan benda magis. Ia dapat menjelajah waktu sesuka hati nya.
Mana of love
234      166     1     
Fantasy
Sinopsis Didalam sebuah dimensi ilusi yang tersembunyi dan tidak diketahui, seorang gadis tanpa sengaja terjebak didalam sebuah permainan yang sudah diatur sejak lama. Dia harus menggantikan peran seorang anak bangsawan muda yang dikenal bodoh yang tidak bisa menguasai teknik adu pedang yang dianggap bidang unggul oleh keluarganya. Namun, alur hidup ternyata jauh lebih kompleks dari ya...