Loading...
Logo TinLit
Read Story - Luka dalam Asmara
MENU
About Us  

Tangan yang besar namun lembut dan hangat. Suara detak jantung dan napasnya yang terasa seolah benar-benar hidup. Tubuh yang sama besarnya juga sulit dipeluk namun indera peraba Eva memang merasakannya. Eva lantas melepaskan dekapan dan mendongakkan kepala—menatap wajah Ash tanpa kacamata hitam yang biasa dipakai. Terasa asing. 

 

“Ash, cintaku, sayangku, apa ini benar-benar kamu?” Sedikit berharap, hatinya kembali merasa sakit. Eva jelas sadar bahwa ini hanyalah di alam mimpi, dia yang biasanya bermimpi buruk tentang seorang penyihir di setiap malam tapi sekarang mimpi itu berubah dan berpikir ini adalah kenyataan. 

 

Keberadaan Ash di tempat ini mulai semakin terasa hidup tetap kejanggalan pun dirasakan tepat setelah itu. 

 

“Kenapa kamu tidak bicara apa-apa? Apakah aku tidak bisa mendengar suaramu, Ash? Aku kesakitan, aku sangat merindukanmu. Kenapa meninggalkanku? Aku takut.” 

 

Walau hanya sepatah kata dia ingin mendengarnya berbicara. Walau hanya menggerakkan sedikit bibirnya dia ingin melihat dan meraba wajah itu lebih dekat. 

 

“Ini saya.” 

 

Di dalam mimpi tidaklah realistis, semua tidak bisa dikendalikan dengan mudah sehingga Eva terbangun di waktu yang tidak tepat. Begitu sadar bahwa tangan yang digenggamnya adalah sosok lelaki lain, Eva lekas bangkit lalu menjauh. Bukan Ash tapi Bien atau Agus lah yang selama ini berada di dekatnya. 

 

“Kenapa malah masuk ke dalam bahkan ke dalam kamarku? Apa kamu sudah tidak punya rasa malu. Kamu ini sangat kurang ajar!” Eva mengatakannya ketus. Kemarahan Eva sudah tidak terbendung namun dia menahannya agar tidak menimbulkan kegaduhan serta agar tidak hilang kendali. 

 

“Maafkan saya.”

“Hanya dengan kata maaf saja tidak cukup. Kenapa kamu bisa masuk ke dalam? Padahal pintunya sudah aku kunci. Jendela juga.”

“Apa nona lupa bahwa saya adalah penyihir juga? Meskipun saya hanya imitasi dan lahir untuk mendukung penyihir lain.”

 

Eva keluar dari kamarnya dan melihat pintunya telah hancur meledak. Dilihat dari jejaknya pintu ini sengaja diledakkan hingga tidak lagi berwujud, Agus menggunakan sihir api. Eva melirik ke arah pria itu dengan sinis lalu memintanya untuk bertanggung jawab. 

 

“Kamu harus ganti rugi!” 

“Saya bisa memutar waktu sebelum pintu itu hancur. Nona tenang saja,” ucapnya santai. 

 

Pria ini semakin lama semakin jengkel, terlebih dengan paras tampan dan wajah yang datar membuat Eva semakin kesal padanya. 

 

Magus telah memutar waktu pada pintu rumahnya dan membuat pintu itu kembali seperti semula. Barulah Eva mengusir Agus dari sana, tapi ketika ingin membuka pintu dia merasa ada yang salah. Pintunya sama sekali tidak bisa dibuka. 

 

“Pintu ini terkunci.” Eva baru sadar kalau pintu ini memang dikunci sebelumnya tapi yang menjadi pertanyaannya saat ini adalah dimana kunci pintu sekarang. 

 

“Apa kamu melihat kunci pintu ini?” tanya Eva.

“Tidak.” Agus menggelengkan kepala. 

 

Eva menghela napas, rasa lelah tidak menghilang setelah beristirahat justru semakin bertumpuk. Dia pun membuka jendela lebar-lebar dan mempersilahkan Agus keluar dari rumahnya. Sudah banyak kejadian buruk terjadi sama seperti barusan, Eva kehilangan kunci rumah. Entah hilang atau lupa menaruhnya di mana. 

 

“Pergi dari sini, aku mau istirahat sebelum pagi datang,” usir Eva yang kemudian bergegas kembali ke kamarnya. 

 

Niat hati ingin merebahkan diri di atas ranjang. Alih-alih pergi setelah diusir, pria itu malah kembali menghampirinya dan masuk ke dalam kamar. 

 

“Apa yang kamu lakukan lagi sekarang?! Pergilah dari rumah ini!” bentak Eva dengan amarah meledak-ledak. Isi kepalanya seperti akan pecah karena pria ini selalu saja menguji batas kesabarannya.

 

Agus menjelaskan niatnya baik, tidak ada maksud buruk apa pun dan dia menghampirinya juga karena sesuatu. Eva tetap tidak percaya dan mendorongnya pergi tapi karena kalah kuat dengan fisik seorang pria, dia pun jatuh ke ranjang. Pria itu kemudian mendekat dan menyentuh dahinya dengan mata terpejam. 

 

“Kamu ini sebenarnya ingin melakukan apa?” 

“Tolong biarkan saya membantu.” 

 

Tindakannya yang ambigu membuat Eva diam terpaku. Beberapa kenangan singkat bersama Ash kembali terlintas dalam benaknya. Mulai dari awal pertemuannya di hutan hingga pertemuan terakhirnya di rumah ini. Bentuk wajah, penampilan, postur tubuh dan lainnya bahkan aroma khas diri Ash pun seakan-akan Eva rasakan sekarang.

 

Setelah kehangatan mengalir di sepanjang memori indah, muncul kenangan buruk yang tidak terhitung jumlahnya dengan aura kegelapan. Dan tanpa sengaja Agus mengingatkannya dengan semua kenangan buruk yang berkaitan dengan penyihir tanpa wajah.

 

Karenanya emosi Eva kembali jadi tidak stabil, dia lantas mendorong tubuh Agus dan menatapnya tajam penuh amarah. 

 

“Jangan berani-beraninya kamu mengingatkan memori buruk ini di dalam kepalaku, jika tidak mungkin saja aku akan menghabisimu,” ancam Eva.

 

“Saya mengerti,” ucap Agus sembari menunduk hormat. Dia tetap berada di posisinya dengan kepala yang tetap tertunduk ke bawah. 

 

Eva kembali menegur dan mengusirnya pergi dan barulah Agus menuruti permintaannya. Sesaat sebelum pergi dia tidak lupa mengatakan sesuatu yang dia ketahui. 

 

“Suami Nona Penyihir saat ini masih hidup. Lalu kalian akan bertemu sebentar lagi,” ungkapnya.

“Apa yang barusan kamu katakan?”

“Seperti yang saya katakan, suami Anda akan kembali dan kalian akan bertemu sebentar lagi.”

“Kamu tahu dari mana?”

“Seharusnya Nona Penyihir bisa melakukannya tapi itu saat kebangkitan penuh. Semua penyihir dapat melakukannya entah itu mencari jiwa seseorang melalui ingatan, meramal, ataupun memutar waktu.” 

 

Ilmu Eva mengenai sosok penyihir sangatlah sedikit. Terbilang amatir yang sederhana dan bahkan tidak berniat untuk membangkitkan kekuatan penyihir dalam dirinya. Namun dia merasa sedikit tertarik dengan kekuatan yang dimiliki oleh para penyihir, bahkan bisa mencari jiwa juga memutar waktu. Semua hal mustahil terjadi menjadi mungkin. 

 

“Kekuatan kalian berasal dari mana?”

“Menjawab Nona Penyihir, kekuatan penyihir asli dan imitasi berasal dari lambang kultus yang sama.”

“Sudah kuduga. Lalu tadi kamu mencari Ash melalui ingatanku, kalau begitu sekarang dia ada di mana?”

“Sangat jauh dari sini.”

 

***

 

Di suatu tempat yang sangat jauh dari negeri ini. 7 hari berlalu seperti setahun penuh. Tidak ada sedikitpun petunjuk mengenai keberadaan Ash selain yang dikatakan oleh Agus. Tanpa berkabar ke keluarga, Eva sudah berjalan begitu jauh dengan menerobos badai salju. Selangkah demi selangkah dengan menginjak tumpukan salju membuat kedua kakinya terasa amat berat. 

 

Eva tidak berhenti berjalan bahkan jika tubuhnya membeku sekalipun dia tidak akan pernah berhenti. Seiring berjalannya waktu sampai hari menjadi gelap, sesuatu yang bergejolak dalam tubuhnya kembali bereaksi. Meski hati tetap teguh namun tubuh sudah tak sanggup, pada akhirnya dia pun ambruk di jalanan bersalju.

 

Dingin di musim salju mengalahkan musim hujan di negerinya. Tak seorang pun bisa meremehkan salju yang tidak memiliki bentuk utuh, meski mudah rapuh namun teksturnya bisa mengeras jika saling bertumpuk meskipun permukaan tetap lembut.

 

Kurang lebih sekitar hampir dua bulan berlalu setelah Eva melakukan perjalanan dari negerinya menuju ke negeri asing. Bersama Agus, mereka berencana untuk bertemu dengan suami Eva yang sampai saat ini masih belum menemukan tanda-tanda keberadaannya.

 

Namun karena lelah serta rasa sakit terus bertumpuk terlebih Eva yang selalu menerobos badai salju dengan kondisinya yang kian memburuk membuat dia tumbang di jalanan bersalju. Agus bergegas menolongnya dan membawa dia ke suatu tempat yang hangat. 

 

Hampir seluruh sudut perkotaan ini dipenuhi dengan banyaknya salju berwarna putih. Tidak banyak orang beraktivitas terlebih saat badai salju datang. Bahkan jika meski tanpa badai pun, kota ini mungkin tidak terlihat seperti kota sungguhan karena banyak salju tebal bertumpuk di sepanjang perjalanan. Hampir tidak ada kendaraan bermesin di kota ini selain sepeda biasa yang sering digunakan oleh para penduduk sekitar. 

 

Cuaca di malam ini pula sangatlah dingin, bahkan jika hanya sekadar menyentuh air pun pasti akan membuat tangan membeku. Inilah Kota Salju. 

 

“Bapak! Ada orang yang terjebak di tengah badai!” seru seorang gadis kecil yang berlari masuk ke dalam rumah. 

“Biarkan mereka masuk.” Ayah dari gadis kecil itu segera menyuruhnya masuk ke dalam. 

 

Lekas, Agus yang tengah menggendong Eva yang tidak sadarkan diri pun masuk ke dalam rumah terbuat dari kayu itu. Dibantu oleh gadis kecil itu yang menyiapkan segala hal agar Eva yang nyaris membeku itu bisa kembali hangat, Agus menyentuh telapak kaki Eva dengan tangannya yang sedikit terasa panas.

 

“Wah, astaga apa yang kamu lakukan, paman?” Gadis itu bertanya dengan terkejut lantaran tangan Agus mengeluarkan uap panas. 

 

Agus tidak menjawab dan dia juga sengaja mengabaikan karena fokusnya mengarah ke satu titik yang sama. Menghangatkan kembali tubuh seorang penyihir adalah perkara mudah, namun di sisi lain hal yang sedang dia lakukan sekarang sebenarnya adalah mencoba membangkitkan kekuatan sihir Eva. 

 

“Tubuh penyihir sangat kuat dalam kondisi apa pun. Nona selalu menolak kebangkitan demi pria itu maka dari itu dia jadi lemah. Ini sangat merepotkan,” gumam Agus sedikit merasa jengkel.

 

Perlahan-lahan suhu tubuh Eva mulai membaik. Sedikit sihir api yang mengalir masuk ke dalam nadi membuat inti sihir di dalamnya terpicu. Sebuah simbol mirip dengan simbol di kain yang pernah ditemukan telah muncul di telapak tangannya yang berkeringat. Agus merasa puas karena sihir dalam tubuh Eva perlahan mulai bangkit. 

 

“Memang seharusnya nona seperti ini. Tidak perlu menderita sebagai seorang manusia.” 

 

Setelah cukup lama membantu, gadis itu tertidur pulas di dekat Eva yang sampai saat ini masih terbaring di alas tidur. Pria yang memiliki tempat ini kemudian datang menghampiri mereka sambil membawakan sekeranjang buah dan susu hangat. 

 

“Kalian berdua hendak pergi ke mana? Aku cukup yakin jika kalian belum makan seharian.” 

“Terima kasih sudah mengijinkan kami menumpang di tempat ini.”

“Tidak perlu berterima kasih. Putriku hanya membantu karena kebetulan tahu kalian sedang dalam bahaya.” 

 

Agus menatapnya bingung seakan ingin menyangkal pernyataannya yang menganggap dirinya sedang dalam bahaya. 

 

Kemudian pria itu tersenyum mengejek seraya berkata, “Tapi mungkin tidak karena wajahmu memang pucat dari awal. Dan sudah lama sekali kami tidak melihat penyihir datang berkunjung ke tempat terpencil ini.”

 

Kalimat yang tidak biasa keluar dari mulut orang ini. Agus bersiap tuk menyerangnya namun beberapa kalimat lagi darinya membuat dia mengurungkan niat jahat. 

 

“Aku hanya hidup di sini bersama anak gadisku. Ibunya telah lama meninggalkan kami karena usia. Meskipun usia dia jauh lebih lama dari kami tapi kematian merenggutnya lebih dulu.”

 

Agus tersentak kaget mendengarnya berbicara hal seperti itu. Dia sadar bahwa istri yang sedang dibicarakan itu bukanlah manusia biasa melainkan seorang penyihir. Terdapat kesenjangan usia antara manusia biasa dengan penyihir dan jarang sekali ada penyihir yang membentuk keluarga sungguhan. 

 

“Nona memiliki keluarga tapi dia tidak sama dengan kalian,” tutur Agus.

“Maksudmu dia spesial?”

“Nona adalah keturunan penyihir langsung, beliau merupakan reinkarnasi jiwa penyihir dari beberapa abad yang lalu,” ungkapnya.

 

Pria itu terkagum-kagum begitu tahu latar belakang sosok wanita berambut hitam itu.

 

“Oh, kalau begitu memang sedikit berbeda dari istriku yang penyihir langsung secara itu adalah kehidupan pertamanya.”

“Seharusnya para penyihir bisa bereinkarnasi. Apa Anda tidak berniat mencarinya meskipun dengan seumur hidup tidak akan cukup waktunya.”

“Jangan mengejekku yang sudah tua. Lagi pula kematiannya telah menghancurkan reinkarnasinya sendiri.”

“Benar juga. Penyihir yang melahirkan anak manusia adalah pengkhianat,” sindir Agus secara terang-terangan. 

 

Penyihir lahir secara tidak merata. Di berbagai belahan dunia mereka hidup dengan sembunyi-sembunyi seakan takut menghadapi para manusia. Namun kenyataannya mereka jauh lebih kuat dari manusia bahkan manusia terkuat sekalipun tidak bisa menandingi mereka. 

 

Ada yang lahir secara biologis, ada yang lahir dari orang tua yang sama penyihirnya dan ada pula penyihir lahir dari jiwa yang bereinkarnasi ke dunia seperti Eva. 

 

“Agus, kamu di mana?” Bangun-bangun Eva memanggilnya. 

 

Agus lekas menghampiri dan menanyakan keadaan Eva saat ini. Wanita itu sedikit merasa tidak enak badan serta pusing tapi dia masih bisa bertahan entah mengapa. Saat Eva mengangkat tangan kanannya, Agus menggenggam tangan itu dengan sengaja guna menutupi simbol yang ada di sana. 

 

"Untuk saat ini jangan sampai nona tahu bahwa sihirnya bangkit," batin Agus berhati-hati. 

 

Dilihat sekilas saja mudah dipahami bahkan oleh pria tua itu, bahwa hubungan di antara mereka sulit dijelaskan. Bukan hubungan romantis ataupun sekadar teman, apalagi keluarga. 

 

"Pria muda ini terlihat lebih licik dari dugaanku. Aku rasa dia punya sedikit niat jahat terhadap penyihir ini," pikirnya dalam benak. 

 

Matahari sudah mulai terbit, badai salju pun telah berakhir namun salju tetap turun seperti bunga kapas yang terbawa angin. Eva keluar dari rumah untuk menghirup udara segar, dia bahkan berandai-andai bila suaminya juga ikut merasakan hal ini maka dia pasti akan sangat senang. 

 

“Ash, kuharap kamu baik-baik saja. Selama ini aku pun hidup dengan baik tapi maafkan aku yang terlalu lama untuk menemuimu.” 

 

Emosi dalam dirinya sudah dapat dikendalikan. Kelak, Eva takkan mudah marah ataupun terjebak dengan emosi lain. Meski dia merasa ada sesuatu yang salah dengan tubuhnya tapi dia beranggapan ini hal wajar setelah memulihkan tubuhnya yang nyaris membeku pada malam itu.

 

Gadis kecil tersenyum girang saat melihat wajah cantik Eva yang kini sedang memandang langit.

 

“Kakak sudah sehat rupanya.”

“Iya. Terima kasih sudah merawatku semalaman. Tapi aku sudah cukup tua, kurasa, dan sudah menikah, kalau dipanggil kakak rasanya seperti masih muda saja.”

“Kakak memang terlihat masih muda, bahkan pemulihannya cukup cepat. Tapi aku tidak menyangka kakak sudah menikah.”

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Wabi Sabi
212      156     2     
Fantasy
Seorang Asisten Dewi, shinigami, siluman rubah, dan kucing luar biasa—mereka terjebak dalam wabi sabi; batas dunia orang hidup dan mati. Sebuah batas yang mengajarkan jika keindahan tidak butuh kesempurnaan untuk tumbuh.
Noterratus
415      290     2     
Short Story
Azalea menemukan seluruh warga sekolahnya membeku di acara pesta. Semua orang tidak bergerak di tempatnya, kecuali satu sosok berwarna hitam di tengah-tengah pesta. Azalea menyimpulkan bahwa sosok itu adalah penyebabnya. Sebelum Azalea terlihat oleh sosok itu, dia lebih dulu ditarik oleh temannya. Krissan adalah orang yang sama seperti Azalea. Mereka sama-sama tidak berada pada pesta itu. Berbeka...
Persinggahan Hati
2108      849     1     
Romance
Pesan dibalik artikel Azkia, membuatnya bertanya - tanya. Pasalnya, pesan tersebut dibuat oleh pelaku yang telah merusak mading sekolahnya, sekaligus orang yang akan mengkhitbahnya kelak setelah ia lulus sekolah. Siapakah orang tersebut ? Dan mengakhiri CInta Diamnya pada Rifqi ?
the invisible prince
1567      853     7     
Short Story
menjadi manusia memang hal yang paling didambakan bagi setiap makhluk . Itupun yang aku rasakan, sama seperti manusia serigala yang dapat berevolusi menjadi warewolf, vampir yang tiba-tiba bisa hidup dengan manusia, dan baru-baru ini masih hangat dibicarakan adalah manusia harimau .Lalu apa lagi ? adakah makhluk lain selain mereka ? Lantas aku ini disebut apa ?
The Prince's Love
453      303     1     
Fantasy
some people are meant to meet, not to be together.
Crystal Dimension
332      230     1     
Short Story
Aku pertama bertemu dengannya saat salju datang. Aku berpisah dengannya sebelum salju pergi. Wajahnya samar saat aku mencoba mengingatnya. Namun tatapannya berbeda dengan manusia biasa pada umumnya. Mungkinkah ia malaikat surga? Atau mungkin sebaliknya? Alam semesta, pertemukan lagi aku dengannya. Maka akan aku berikan hal yang paling berharga untuk menahannya disini.
Kisah yang Kita Tahu
5804      1746     2     
Romance
Dia selalu duduk di tempat yang sama, dengan posisi yang sama, begitu diam seperti patung, sampai-sampai awalnya kupikir dia cuma dekorasi kolam di pojok taman itu. Tapi hari itu angin kencang, rambutnya yang panjang berkibar-kibar ditiup angin, dan poninya yang selalu merumbai ke depan wajahnya, tersibak saat itu, sehingga aku bisa melihatnya dari samping. Sebuah senyuman. * Selama lima...
North Elf
2188      1031     1     
Fantasy
Elvain, dunia para elf yang dibagi menjadi 4 kerajaan besar sesuai arah mata angin, Utara, Selatan, Barat, dan Timur . Aquilla Heniel adalah Putri Kedua Kerajaan Utara yang diasingkan selama 177 tahun. Setelah ia keluar dari pengasingan, ia menjadi buronan oleh keluarganya, dan membuatnya pergi di dunia manusia. Di sana, ia mengetahui bahwa elf sedang diburu. Apa yang akan terjadi? @avrillyx...
Kenangan
667      421     1     
Short Story
Nice dreaming
Bloody Autumn: Genocide in Thames
9590      2148     54     
Mystery
London, sebuah kota yang indah dan dikagumi banyak orang. Tempat persembunyian para pembunuh yang suci. Pertemuan seorang pemuda asal Korea dengan Pelindung Big Ben seakan takdir yang menyeret keduanya pada pertempuran. Nyawa jutaan pendosa terancam dan tragedi yang mengerikan akan terjadi.