Wah. Dari semalam sampai pagi ini, Do Young sama sekali tidak bisa tidur. Tidak heran dia hampir berteriak saat melihat dirinya di cermin pagi hari. Kantung matanya yang hitam sudah tebal.
Astaga.
Bisa-bisanya ada kantung mata setebal ini. Padahal hari ini dia ada pemotretan.
Ini semua karena Gi Do Hoon.
Kalau saja dia tidak melakukan 'hal itu' pada Do Young, gadis itu pasti sudah tidur lelap karena dia tipe perempuan yang begitu nempel kasur langsung tertidur.
Matanya melirik jam dinding diatas meja rias, 06.35. Wow. Suatu keajaiban dirinya bisa bangun jam segini. Biasa dia bangun paling cepat setengah delapan. Hebat sekali.
Setelah meratapi nasibnya yang baru mengantuk sekarang, Do Young tersadar kalau dia harus buru-buru mandi dan pergi duluan atau ia akan bertemu dengan Do Hoon pasti, dan itu akan menjadi sangat canggung untuknya.
"Jalan lihat depan."
Kepalanya tiba-tiba ditahan dengan tangan Do Hoon. Ck. Inilah kenapa orang tidak boleh berjalan melihat ke bawah saja. Jadinya tidak tau kan siapa disekitarnya.
"Sun-sunbae."
Tiba-tiba saja Do Hoon menyejajarkan kepalanya dengan Do Young, membuatnya jadi sedikit mundur. "Joheun achim." Setelah mengacak rambut Do Young, dia pergi begitu saja. Meninggalkan Do Young yang bingung sendiri di tempat.
"Wah jinjja. Wieomhae. Jantungku serasa mau lepas dari tempatnya." (Bahaya)
***
Do Young mengendap-endap dengan kaki yang berjinjit berjalan menuju pintu, sebenarnya aneh juga sih kenapa juga dia harus seperti ini. Tapi ini semua karena dia canggung dengan Do Hoon. Cih.
"Mau kemana? Kau tidak mau ke kampus?"
Ah. Ternyata ketahuan juga.
Do Hoon menggaet tasnya di satu bahu dan tersenyum di depan Do Young. "Ayo bareng."
Tarik napas, buang. Do Young menegakkan punggungnya dan dengan 'berani' menatap Do Hoon, yang walaupun akhirnya dia membuang pandangannya lagi ke arah lain. Ganteng bener, bos. Gak bisa dia lihat Do Hoon yang seganteng itu.
"A-aku bisa pergi sendiri."
"Yakin? Yaudah kalau begitu. Hati-hati di jalan ya!" katanya sambil mengacak rambut Do Young.
Cih. Inilah kenapa Do Young sering kali emosi dengan Do Hoon. Kalau lelaki itu menawarkan sesuatu tidak ada basa-basinya gitu. Hanya sekali ditawari. Gak ada kayak basa-basinya banget. Ckckck.
"Yerai! Jinjja." Do Young memaki sendiri.
Dia memakai tas punggungnya untuk bersiap pergi. Persetan dengan Do Hoon.
Di satu lift yang sama, tapi Do Young tidak mau melihat Do Hoon sama sekali, dia malah memaki pelan Do Hoon. Berbeda dengan Do Hoon yang malah tertawa kecil tanpa suara mendengar gumaman kecil Do Young yang sudah pasti adalah makian untuknya.
"Aku pergi dulu. Sunbae juga hati-hati di jalan."
Do Young baru saja ingin melangkahkan kakinya keluar dari lift saat tasnya ditahan Do Hoon dari belakang. Ditarik gitu hingga tubuh Do Young goyah dan hampir saja jatuh kalau bahunya tidak ditahan lelaki itu.
"Ah, jinjja! Sunbae! Kalau aku jatuh gimana tadi? Tas ku ini berat tau. Sembarangan aja main ditarik gitu." Pintu lift tertutup dan menuju lantai basement. "Aish. Kenapa sih tadi? Aku jadi harus naik lift lagi kan untuk keatasnya." Kedua tangan Do Young bersidekap di depan dadanya dengan dahi yang berkerut.
Do Hoon terkekeh, "neo seolma.. ppijyeosseo?" (kau.. merajuk?)
Do Young sama sekali tidak mau menatap wajah Do Hoon. "Ani. Naega wae." Tepat sekali lift sampai di lantai basement. Do Young langsung mendorong Do Hoon keluar dari lift saat pintu terbuka. "Sudah sana pergi. Aku mau buru-buru naik keatas. Nanti aku telat."
Do Hoon kembali menarik Do Young ikut keluar dari lift, kali ini bukan tas melainkan tangannya. "Ah, jinjja. Sunbae wae geurae? Kalau tidak pergi sekarang aku bisa ketinggalan bis tau." (Benar-benar. Kau kenapa sih, Kak?)
Tanpa bicara sepatah kata apapun, Do Hoon hanya menarik tangan Do Young yang sudah pasrah ditarik ke arah mobilnya. "Kau bisa membuka pintu sendiri, kan?"
Do Young melongo. "Maksudnya? Pergi bareng?"
"Iya. Aku harus mengatakannya dengan jelas memang? Naik. Katanya kau bisa telat kan nanti kalau tidak pergi sekarang?"
Do Young mengangguk samar, masih tak percaya kalau Do Hoon bisa mengajaknya pergi bareng naik mobilnya. Padahal yang dia bilang bisa telat itu hanya alasan.
"Ya. Mwohae? Ppalli ta." (Ngapain? Cepat naik)
"Ye ye ye."
***
"Ya."
Kaki Do Young terhenti di udara saat Do Hoon memanggilnya. "Mwo?" dan kakinya kembali masuk ke dalam mobil. "Cepat. Aku mau turun."
Do Hoon diam sebelum ia berdeham. "Tak jadi. Turun sana. Aku mau parkir mobil."
"Mwoya. Terimakasih tumpangannya."
Dan mobil itu melaju ke area parkiran setelah Do Young turun dari mobil. "Cih. Dasar tidak jelas."
"Do Young-ie!!"
"Yejooooo!!!"
"Kau hari ini ada acara pulang kampus?"
Do Young menggeleng, "sepertinya ti--"
Katalk!
"Jjamkkanman."
Sambil berjalan, Do Young sambil melihat siapa yang mengirimnya katalk dan dirinya hampir saja menjerit saat melihat itu pesan apa.
"Yejoo-ya. Aku nanti ada acara pulang kampus. Maaf kalau kau ingin mengajakku jalan hari ini, tapi aku tidak bisa."
Yejoo mengangguk paham walau agak linglung juga sih. "Memang acara apa?"
"Ada deh," jawabnya dengan senyum merekah. "Ayo langsung ke kelas."
***
Ah. Apakah ini keputusan yang tepat? Sepertinya Do Hoon salah mengirim pesan. Dirinya sudah ingin menghapus pesannya, tapi ternyata Do Young sudah melihat katalk itu. Mana bisa ia tarik lagi.
Ani.. Dia bukannya ingin mencari kesempatan. Tapi hanya ingin mentraktir gadis itu makan untuk perayaan ulang tahunnya yang tak sempat mereka rayakan karena Do Young canggung dan pangsung masuk kamar kan kemarin.
"Do Hoon-ah."
Do Hoon terkejut saat mendapati Jihye di depan kelasnya. Wajahnya langsung berubah dingin dengan aura mencekam. Ia langsung melewati perempuan itu begitu saja tanpa menyahutinya.
"Do Hoon-ah. Kau masih marah? Ayolah. Waktu kecil kau tidak pernah marah padaku selama ini." Maju tak gentar, dengan wajah tak berdosa, Jihye tetap mengikuti Do Hoon dari belakang.
"Do Hoon-ah...."
Do Hoon engan cepat berbalik menatap tajaam ke dalam mata Jihye, "kkeojyeojullae? Aku tidak ingin melihatmu."
Jihye meringis kecil tapi tetap tak meninggalkan kelas Do Hoon. Dia tetap mengikuti Do Hoon bahkan sampai duduk disamping Do Hoon di kelas.
Drrrtttt drrrtttt
Ponsel Do Hoon bergetar. "Yeoboseyo? Eo, Eomma. Wae?"
"Do Hoon-ah." Mendengar suara eommanya yang lirih, membuat Do Hoon bangkit dari duduknya tiba-tiba.
"Eomma? Wae geurae? Kenapa menangis?"
Jihye yang disampingnya pun ikut mendengarkan secara seksama. Walaupun gini-gini, Jihye itu teman kecil Do Hoon. Sering banget dia main ke rumah Do Hoon.
"Appa-ga sseureojyeosseo." (Ayahmu pingsan)
"'Mwo?? Eotteohge? Dimana sekarang? Aku akan kesana sekarang. Uljimayo, Eomma. Aku akan pergi sekarang. Sampai nanti."
Do Hoon buru-buru mengambil tasnya lagi dan keluar dari kelas. Sebelumnya dia juga menyempatkan diri terlebih dahulu untuk minta ijin ke bagian akademik untuk tidak hadir.
Kalau kalian bertanya tentang Jihye, dia tidak mengikuti Do Hoon, karena dia tahu Do Hoon pasti akan memarahinya lagi. Tapi bukan berarti dia diam saja. Tentu saja dia langsung menghubungi Do Joon karena dia juga penasaran apa yang terjadi.
***
"Eomma."
Do Hoon berlari kecil menghampiri eomma-nya dan memeluknya untuk menenangkan eomma-nya.
"Uljima, uljima. Appa neun? Gwaenchanha?" Do Hoon melepas pelukannya dan memberikan air dari tasnya untuk eomma-nya. (Jangan nangis, jangan nangis. Ayah? Baik-baik saja, kan?)
Eomma mengangguk pelan, "sudah dirawat sekarang. Ayo ke kamar rawatnya. Tapi appa masih belum bangun. Serangan jantung mendadak. Sementara diminta untuk dirawat di rumah sakit dulu."
"Do Joon hyung? Dia sudah sampai?"
"Do Joon sedang terbang kesini. Kau tahu sendiri kan jarak Indonesia-Korea itu berapa lama."
"Eun-ie, Woon-ie?"
"Mereka di rumah dulu sementara. Imo mu sudah bersedia datang untuk menjaga mereka sebentar. Nanti sore baru kesini." (Tante)
Do Hoon hanya mengangguk paham. Begitu ia membuka pintu kamar, dirinya sendiri menghela napas pelan. Kakinya berjalan perlahan mendekati kasur appa-nya. Mungkin dia sudah bilang ini sebelumnya, tapi dia sadar kalau appa-nya sudah tua. Kulitnya yang mulai keriput, dan rambut beruban, belum lagi sekarang ditambah dengan selang infus dan alat bantu pernapasan yang terpasang di appa-nya sekarang. Bau antiseptik menyeruak ke dalam hidungnya.
"Appa. Ireona. Na wasseo," bisiknya pelan, tangannya menggenggam lembut tangan appa-nya yang terkulai di samping tubuhnya.
"Eomma."
"Do Joon-ah."
Do Joon datang dan langsung memeluk eomma-nya juga. "Ada apa dengan appa?"
"Serangan jantung. Kau tiba cepat sekali."
"Eung. Aku terbang memakai jet pribadi keluarga kita kesini." Do Joon mendekat ke kasur appa-nya juga. "Do Hoon. Kau sudah makan? Kau terlihat belum makan."
Do Hoon menggeleng pelan. Mana sempat dia makan. Dia langsung pergi ke kampus dan begitu dengar berita ini, dia langsung pergi menuju Daejeon dari Seoul. "Belum. Hyung sudah makan?"
Do Joon mengangguk. "Kau bawa eomma dulu ke kantin. Hyung akan menjaga appa disini."
"Eomma neun gwaenchanha. Eomma tak lapar."
"Eomma. Eomma juga perlu makan walaupun sedikit. Kalau tidak nanti eomma akan ikutan sakit juga." Wah, kalau seperti ini, Do Joon benar-benar seperti hyung. Tegas dan bijak.
Do Hoon bangkit dari duduknya dan mempersilahkan Do Joon untuk duduk di tempatnya sedangkan dia mendekat ke eomma-nya untuk membawanya ke kantin. "Eomma. Ayo kita cari makan dulu. Oke?"
***
Makan siang sudah pasti akan menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh setiap orang, iya kan?
Dan itu berlaku juga untuk Do Young.
Hari ini mereka memilih untuk makan siang di kantin langsung daripada di taman. Tentu saja dengan Yejoo dan Taejoon. Seokwoo sedang ada survei di luar kota untuk tugasnya jadi tidak masuk kampus hari ini.
Ah, tapi dia baru sadar sekarang. Dia tidak melihat Do Hoon sama sekali di kampus hari ini. Padahal seingatnya tadi Do Hoon bilang ada jadwal kuliah. Di taman tadi saat ia lewati juga tidak ada. Apa di perpustakaan?
Hm... bisa jadi juga.
"Ya. Neon tto daieoteu jungiya? Ige mwoya. Kau kambing, kah?" Wajah Do Young langsung berubah tidak percaya. Ani, temannya ini sudah kurus, apanya lagi yang perlu dikuruskan. "Ya, kau gabung saja dengan hwisa tempatku bekerja. Disana mereka tidak terlalu gila." (Kau sedang diet lagi? Apa ini?))
Yejoo tersenyum masam sambil memasukkan selada ke dalam mulutnya. Selada, dada ayam rebus tanpa bumbu, jagung, dan kacang polong. Ah, sama susu almond rendah lemak. "Dan kau memintaku untuk membayar sanksi karena memutuskan perjanjian kerja sebelum waktunya? Eomma hante honna." (Aku akan dimarahi ibuku)
"Wae? Kau punya banyak uang, kan?"
Yejoo tak habis pikir dengan temannya yang satu ini memang.
"Taejoon-ssi. Kau diam saja melihat pacarmu makan sesedikit ini?"
Helaan napas Taejoon seakan sudah menjawab Do Young. "Kau pikir dia akan mendengarkanku?"
Do Young hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya dan menepuk bahu Yejoo beberapa kali. "Himnaeja." Dan hanya dibalas senyuman Yejoo. (Semangat)
"Ah. Do Young, kau tidak ada pemotretan lagi?"
"Sepertinya minggu depan ada. Minggu ini aku kosong. Kenapa?"
"Hanya bertanya." Yejoo kembali melahap saladnya. "Nanti ada acara apa? Sogaeting? Anim, deiteu?" (Kencan buta? Atau, kencan?)
"Michyeottnya? Kenapa juga dan dengan siapa aku kencan. Dasar gila."
Kata-katanya sih boleh saja seperti itu, tapi wajahnya sedikit berseri-seri seakan sedang menunggu sesuatu.
"Mwoya mwoya. Wajahmu berseri sekali loh."
"Mwoya. Tidak kok. Sudah. Kau makan saja sayuran sehatmu itu, kambing kecilku."
"Jugeullae?"
Do Young terkekeh jadinya saat Yejoo memelototinya tapi tetap melahap saladnya.
Tapi sepertinya ia harus mulai memikirkan pakaian dan riasan apa yang akan ia pakai untuk nanti.
***
"Eomma. Eomma bisa pulang dulu untuk mandi dan istirahat. Pulanglah dengan hyung. Aku akan disini hari ini."
Do Hoon jadi sedikit bersalah karena eomma-nya terlihat sangat lelah.
Do Joon juga mengangguk setuju. "Maja. Aku akan menggantikan Do Hoon besok."
"Kau yakin tak apa sendirian disini?"
Do Hoon mengangguk, "dan, Do Eun, Do Woon kalau mau datang, besok saja. Sekarang sudah mulai gelap. Kasihan mereka."
"Baiklah. Jangan terlalu memaksakan diri. Kalau butuh bantuan langsung telepon ke rumah."
"Arasseo. Ije jibe gara, Eomma."
Sekarang hanya tinggal Do Hoon dan appa saja di ruangan. Rasanya sangat sepi begitu Do Joon dan eomma-nya pulang. "Appa. Ppalli ireona."
Tapi entah kenapa Do Hoon merasa ada yang ia lupakan. Tapi apa ya?
"Astaga. Do Young."
Dia lupa dia ada janji dengan Do Young hari ini. Langsung dia mengambil ponselnya dari sakunya. Dan hari ini adalah hari sialnya mungkin, karena baterai ponselnya habis. Benar-benar tidak bisa menyala dan dia lupa untuk minta chungjeon-gi pada Do Joon tadi. Astaga.
Sudahlah. Dia hanya bisa berharap Do Young tidak menunggunya disana.
Semoga.
***
Sejak pulang dari kampus tadi, Do Young sudah sibuk sendiri dengan pakaian, make-up, rambut dan sebagainya. Ia sudah sangat siap, kecuali jantungnya yang entah kenapa jadi berdegup cukup kencang, hingga sepertinya orang disekitarnya dapat mendengar itu.
Tapi, sudah lewat tiga jam dari janji temu mereka. Harusnya mereka bertemu disini jam setengah tujuh malam, tapi ini sudah jam setengah sepuluh dan Do Hoon tidak muncul sama sekali.
Beberapa kali Do Young mengirim katalk padanya, tapi tidak ada jawaban sama sekali. Ditelepon, tidak dapat tersambung. Apa Do Hoon mengerjainya? Tapi ini benar-benar tidak lucu jika Do Hoon hanya mengerjainya. Sangat tidak lucu. Cafe juga sudah mau tutup.
"Maaf, tapi kami sudah mau tutup."
Do Young menggigit bibir bawahnya, mengecek ponselnya. Helaan napasnya mewakili langkah awalnya sebelum dia tersenyum pahit dan mengangguk pelan. "Maaf saya menunggu lama disini." Dan akhirnya dia keluar. Memilih untuk menunggu sebentar lagi.
Beruntung dia memakai celana panjang hari ini, dia bisa berjongkok sebentar sambil menunggu Do Hoon datang, walaupun dia tidak tahu apakah lelaki itu akan datang atau tidak.
Belum cukup sial dirinya yang menunggu lama, tiba-tiba hujan turun. Sial. Padahal ini sudah masuk bulan Desember. Tapi kenapa malah hujan yang turun bukannya salju.
Rasanya dia benar-benar sial sekali hari ini.
Ia memakai tudung long coat nya yang kebetulan ada tudung topinya untuk setidaknya menutupi kepalanya. Dan untungnya bagian depan cafe ada sedikit bagian yang tertutup kanopi, dia bisa sedikit berteduh disana.
Kesal, ia kesal sekali. Dan ia merasa semakin kesal saat menyadari air mata turun dari kelopak matanya. Kenapa? Kenapa dia harus menangisi orang seperti itu? Kenapa dia harus menyukai orang seperti itu? Setidaknya kalau tidak bisa datang, bisa kan menghubunginya?
"Neo babo-nya?"
Saat sebuah payung terulur memayunginya, Do Young mendongakkan kepalanya berusaha mengenali pemilik payung itu. Tangisnya belum berhenti, tapi sudah lebih tenang dari yang tadi.
"Seokwoo sunbae?"
Seokwoo menghela napasnya berat dan pelan sebelum ia mengulurkan tangannya yang bebas. "Ireona. Jangan jongkok disana. Basah."
Do Young sempat bingung walaupun akhirnya ia berdiri juga dibantu dengan uluran tangan Seokwoo tadi. "Sunbae kenapa disini? Bukankah katanya sedang diluar kota?"
"Aku baru pulang dan mau menghubungimu untuk ajak makan malam, tapi kata Taejoon dan Yejoo, kau sedang ada janji dengan seseorang. Dan yang kutebak adalah Do Hoon. Karena teman yang sering pergi denganmu selain kami, itu Do Hoon." Seokwoo mengoper payung pada Do Young sebentar. "Pegang ini sebentar."
Seokwoo melepas jaket dalamnya dan memakaikannya pada Do Young. "Pakai. Jangan sampai kau sakit." Kembali ia pegang payungnya dan menarik Do Young mendekat. "Deryeodajulge." (Kuantar kau pulang)
Tak ada yang bisa Do Young jawab sekarang selain anggukan kepalanya.