Loading...
Logo TinLit
Read Story - Silent Love
MENU
About Us  

Lee Do Young

Aku lapar sekali. Sangat-sangat lapar. Apa belum boleh makan?

Aku menoleh dan mendapati Do Hoon yang tertidur di sofa dengan satu tangannya menjadi bantal tidurnya. Perlahan aku turun dari kasurku dengan membawa tiang infus juga bersama ke sofa samping tempat Do Hoon tidur. Wajahnya terlihat lelah. Tentu saja. Dia pasti lelah setelah menemaniku -menjagaku- sepanjang malam. Siapapun pasti lelah kalau menjaga orang sakit.

Aku sangat bersyukur sekali karena dia mau menemaniku disini. Kalau Yejoo, aku tak tega kalau dia yang menemaniku. Yang ada setelah aku sembuh, aku yang bergantian menjaganya.

Entah keberanian darimana, tanganku bergerak menyingkirkan sejumput poninya yang jatuh ke keningnya. Tanpa sadar aku tersenyum tipis. Dilihat-lihat dia tampan juga kalau sedang tidak galak. Boleh juga gitu maksudnya.

Tiba-tiba kelopak matanya terbuka membuatku terkejut dan memundurkan tubuhku hingga ke bantalan tangan sofa. "I-ireonasseoyo, Sunbaenim?" Ya. Lee Do Young. Kenapa kau jadi terbata-bata seperti itu?! (Su-Sudah bangun, Kak?)

"Sedang apa kau disini? Kenapa tiba-tiba jadi bahasa formal begitu?" Do Hoon bagun dari tidurnya sambil merenggangkan tubuhnya ia menatapku seakan menunggu jawabanku.

"A-aku kan sopan orangnya. Enak saja. Lagian ini sudah jam berapa! Kau kan sedang menjaga pasien. Aku baru saja ingin membangunkanmu." Tak bisa. Aku tak tahan lagi. Lebih baik aku kembali ke kasurku saja.

Terdengar decakan dari belakangku yang kuyakini milik Do Hoon. "Yang benar saja kau ini. Dasar. Tahu begitu kutinggal saja kau sendirian kemarin. Lagipula ini baru jam 7 pagi. Kenapa juga kau tiba-tiba bangun pagi?"

Tenang, Do Young. Tenang. Aduh. Kenapa sih dengan jantungku. Astaga. "Biasa aku juga bangun pagi, kok."

"Utgijima. Nuga? Niga?" (Jangan bercanda. Siapa? Kau?)

Kutarik lagi kata-kata kalau dia boleh juga. Tidak sama sekali. Rasanya ingin kutimpuk dengan bantal kasurku sekarang. "Aku itu suka bangun pagi, tahu!"

"Kau itu selalu bangun diatas jam 10 pagi kalau boleh ku koreksi." Do Hoon mencuci tangannya dan wajahnya terlebih dahulu di wastafel sebelum dia duduk di kursi samping kasurku. Aku hanya bisa berdecak mendengar ejekannya. "Kau sudah kentut?"

Heol. Bisa-bisanya dia bertanya dengan wajah datar seperti itu pada seorang perempuan. "Sunbae! Kenapa kau bisa sesantai itu bertanya pada seorang perempuan?"

"Memang ada yang salah? Aku hanya bertanya. Kalau sudah aku mau memberitahu suster dan dokter."

Aish. Buatku malu saja orang ini. Dengan pelan aku mengangguk samar. Malu lah menjawab hal itu.

"Kapan?"

"Tadi pagi."

"Neo seolma? Jangan-jangan kau kentut saat duduk di sofa ya? Makanya kau duduk disana?" cetusnya dengan wajah datar sambil menekan tombol untuk memanggil suster.

Wah. Ini orang. Mataku membulat memelototinya tak percaya. "SUNBAENIM! Aku tidak sejahat itu!"

"Aku hanya bercanda." Lagi. Tak ada tawa, bahkan senyumpun tidak. Bercanda apanya dia itu!

Heol. "Mana ada orang bercanda dengan wajah sedatar itu!"

Tak lama suster masuk dan memberiku ijin kalau sudah boleh makan dan minum. Akhirnya. Tapi makanan tetap dari rumah sakit dan itu sangat tawar. Ya, namanya orang sakit ya begini makanannya. Lebih baik kumakan saja daripada aku kelaparan.

Suapan demi suapan ku masukkan kedalam mulutku. Wah. Rasanya lega sekali karena sudah boleh makan. "Ya ya ya! Cheoncheonhi meogeo. Nuga bbaesseulgeoya?" Do Hoon menepuk pelan punggungku karena aku sempat tersedak akibat terlalu cepat makannya. Dia juga memberikanku air. "Astaga. Kau seperti orang yang kelaparan sebulan." Manusia ini benar-benar. Apa dia tak tahu rasanya menahan lapar dari kemarin ya? (Pelan-pelan makannya. Memang ada yang maumerampasnya darimu?)

"Geunde, Sunbae. Kenapa kau tiba-tiba jadi banyak bicara sih belakangan ini? Seperti berbeda dengan Do Hoon sunbae saat pertama kali bertemu." (Tapi, Kak)

Do Hoon terlihat canggung sambil membereskan bekas tempat makanku. "Beda apanya. Aku memang begini."

"Apanya. Kau itu waktu awal ketemu diam. Ditanya apa juga jawabnya singkat sekali."

Hening. Dia tidak menjawabku lagi.

Heol. Dia kembali lagi. Menjadi Do Hoon yang diam. Memang dasar Lee Do Young dan mulutnya ini.

"Ttal-ah."

Sekujur tubuhku terasa membeku mendengar suara yang sangat familiar itu. Do Hoon pun ikutan membeku di tempat dan perlahan berbalik melihat pintu kamar inapku.

Wanita paruh baya berumur 40-an dengan tas tangan warna beige yang senada dengan coat tebal nan panjang khas orangtua berdiri menatapku dari pintu. "Do Young-ah. Kau tak apa?"

"Eomma."

Aku tahu. Aku tahu. Do Hoon pasti bingung dan terkejut dengan situasi sekarang. Terlihat dari kedua alisnya yang terangkat karena matanya yang menyipit.

"A-nnyeonghaseyo, Eomeonim

"A-nnyeonghaseyo, Eomeonim." Do Hoon menyapa ibuku dengan membungkukkan tubuhnya juga.

Tapi eommaku tidak memberikan reaksi apa-apa. Bahkan sepertinya dia tidak dengar. "Eomma. Itu sunbaeku di kampus. Tadi dia menyapamu." Barulah eomma menoleh dan membalasnya dengan senyuman.

"Ah. Geurae. Terimakasih karena sudah menjaga Do Young." Do Hoon hanya bisa menjawab kata-kata ibuku dengan tersenyum formal.

Aku memberikan isyarat pada Do Hoon agar dia tetap tinggal disini. Karena akan canggung kalau aku hanya berdua dengan eomma disini. Tapi Do Hoon malah pamit untuk menunggu diluar saja. "JeogiGeureom jega bakk-eseo gidarilgeyo. Keopi masillaeyo, Eomeonim?" (Permisi. Kalau begitu aku akan menunggu di luar saja. Mau minum kopi, Tante?)

Jangan mengangguk, Eomma. Jangan mengangguk. Aku jadi tambah tidak enak nanti dengannya.

"Gwaenchanseumnida," jawab eomma dengan senyuman di wajahnya.

Do Hoon mengangguk paham dan pamit keluar dari kamarku. Kali ini dia benar-benar keluar dari kamarku.

"Eomma wae yeogi wasseo?" tanyaku.

Aku memilih untuk tidak menatap eomma sama ssekali, sebagai gantinya aku hanya memilin jariku saja. Tak mau dan tak ada alasan juga untuk menatap eomma.

Aku tahu. Aku tahu eomma pasti sedang menatapku sekarang. Tapi aku benar-benar tidak mau menatapnya. Karena saat aku menatapnya, aku sudah pasti akan meledak lagi.

"Kenapa kau tidak memberitahu eomma kalau kau dioperasi? Eomma kan bisa datang--"

"Buat apa? Buat jadi wali saja? Tak perlu." Pada akhirnya aku memberanikan diri untuk menatap eomma walaupun agak berat. "Aku masih bisa menandatanganinya sendiri."

"Do Young-ah."

"Eomma. Geumanhaeyo. Na jinjja pigonhae." (Ibu. Sudahlah. Aku benar-benar Lelah)

Eomma menatapku dalam sebelum kembali bersuara, "minggu depan sidang pertama. Eomma harap kau bisa hadir. Dan juga, eomma dan appa masih menunggumu untuk memberitahu kami dengan siapa kau akan tinggal." Eomma berdiri dari duduknya, memegang tanganku dan mengelus kepalaku bergantian. "Besok eomma akan datang lagi. Jangan sering main ponsel. Kau harus banyak istirahat." Setelah itu eomma benar-benar pergi dari kamarku.

Aku.. yang ditinggalkan.. hanya bisa meremas tanganku. Apakah membiarkan mereka berpisah adalah hal yang baik? Apa aku relakan saja mereka bercerai? Tapi aku tidak mau keluargaku terpecah belah. Aku masih mau tinggal dengan keduanya. Dengan kedua orangtuaku. Tapi aku sadar kalau itu mustahil untuk terjadi.

Aku juga mengerti mengapa eomma sebegitu ingin bercerainya dengan appa. Itu karena appa bermain wanita lagi. Aku juga baru tahu kemarin saat kenalan Bitna yang kuminta bantuan untuk menyelidiki kenapa eomma dan appa mau bercerai, memberitahuku kalau appa bermain wanita lagi. Ini sudah keempat kalinya, tentu saja eomma menyerah pada pernikahannya. Dari kecil aku tidak tahu apa-apa, aku hanya tahu keluargaku tidak seharmonis keluarga teman-temanku. Aku juga tadinya tidak tahu alasan mereka ingin bercerai. Eomma selalu menutupinya agar aku tidak khawatir.

Tapi setelah aku tahu... sepertinya aku tidak memiliki alasan lain untuk menahan perceraian tersebut. Karena aku tidak mau eomma merasa tersakiti lagi.

Walaupun aku sudah merelakannya, bukan berarti aku langsung bisa baik-baik saja. Tentu saja aku juga butuh waktu.

Aku mengambil handphoneku diatas nakas dan mengetikkan katalk pada eomma.

Do-Young Lee:
Eomma.
Mianhae. Aku terlalu kasar sama eomma.
Untuk perceraian kalian, aku tidak akan menentangnya lagi.
Jangan paksa aku untuk menentukan dengan siapa aku akan tinggal. Sebisa mungkin aku akan hadir di sidang.
Eomma juga jaga kesehatanmu ya.
Saranghae.

Aku tak sadar kalau Do Hoon sudah kembali ke kamar. Siapa juga yang bisa menyadari hal itu kalau dia kembali ke kamarku tanpa suara.

"Ya. Kau mau makan?"

***

Gi Do Hoon

Waktu yang bicara mereka berdua -Do Young dan eommanya- tidak terlalu lama seperti yang kupikirkan. Bahkan lebih singkat daripada yang kubayangkan.

"Haksaeng." Aku cukup terkejut saat eommanya Do Young keluar dari kamar dan memanggilku. "Terimakasih karena sudah menemani Do Young. Mungkin ini sedikit keterlaluan, tapi tolong temani Do Young ya. Dia sedang dalam mood yang kurang bagus. Aku tidak bisa menemaninya. Tapi besok aku akan datang lagi."

Eomeonim pergi dengan langkah yahg seperti tak ada tenaga. Entah apa yang mereka bicarakan di dalam. Tapi sepertinya bukan pembicaraan yang menyenangkan.

Saat aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam kamar inapnya, suasananya tidak terlalu bagus. Do Young juga seperti sedang melamun. Aku memilih untuk membereskan tempat makanannya yang tadi belum sempet ku bereskan dengan sempurna.

Karena aku takut dia kenapa-kenapa, aku menepuk kasurnya pelan beberapa kali.

"Ya. Kau mau makan?"

Aku tahu itu adalah pertanyaan yang bodoh. Karena dia baru saja selesai makan sebelum ibunya datang, dan tiba-tiba aku menawarkannya makan lagi. Bahkan Do Young sendiri terkejut sampai tak sanggup berekspresi terhadapku.

"Ya ya ya. Aku hanya bercanda. Jangan dianggap serius begitu."

Do Young mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum ia mengangkat bantalnya seperti berniat ingin melemparku dengan bantalnya. "Aku sudah bilang. Tidak ada yang bercanda tanpa ekspresi seperti kau begitu. Tolong perbaikilah ekspresimu," katanya menahan kesal. Darimana aku tahu? Terlihat dari raut wajahnya yng seperti ingin memakanku.

Setidaknya dia sudah bisa berekspresi. Tidak seperti saat aku masuk yang wajahnya seperti kosong. Aku takut dia kemasukan gwisin saja.

***

Do Young masih di rumah sakit. Ini sudah seminggu setelah operasi kemarin. Sementara ada temannya yang sedang menemaninya sekarang, aku pulang dulu sebentar.

Aku juga perlu istirahat tahu.

Aku mandi, mencuci pakaian -dikarenakan laundry yang biasa aku pakai sedang tutup- dan juga tidur. Aku sangat sangat sangatttt butuh tidur. Sehari setelah Do Young dioperasi, energinya sudah terkumpul. Hampir sepanjang malam dia mengajakku bicara. Walaupun tidak kujawab, dia tetap bicara. Tentu saja aku jadi tidak bisa tidur karenanya. Dan sekarang aku baru bisa pulang. Rasanya lega sekali karena bisa tidur nyenyak.

Entah ada apa denganku sampai aku bisa jadi gila dengan menawarkan diri sebagai walinya. Sepertinya aku benar-benar sudah gila.

Drrttt drrtttt

Mataku baru saja ingin terpejam, dan tiba-tiba getaran ponselku menyadarkanku lagi. Bisa ditebak ini pasti dari Do Young. Mau tak mau aku angkat karena dia sedang jadi pasien.

"Tto mwo?" (Apa lagi?)

Jujur saja suaraku mulai serak saat menjawabnya karena aku hampir saja tertidur tadi.

"Sunbae! Kau kapan datang lagi?"

"Entah. Nanti malam mungkin. Aku juga butuh tidur tahu."

"Baiklah. Sampai ketemu nanti malam. Jangan telat datangnya! Aku bosan disini."

"Bukannya ada temanmu disana?"

Terdengar helaan napas dan decakan dari ujung sana. "Iya. Tapi dia membawa pacarnya juga. Aku jadi nyamuk disini."

Tak sadar aku tersenyum dengan mata yang mulai tertutup mendengar celotehannya. "Ya. Sudah. Aku ngantuk."

Aku masih sempat dengar dia belum selesai bicara saat aku memutuskan panggilan. Tapi terserah. Kalau aku tidak memutuskan panggilan saat itu juga, dia pasti akan berbicara panjang lebar dan akhirnya aku tidak akan tidur.

Tok tok tok

Siapa lagi sih? Aku baru saja hampir terlelap ini. Dengan ogah-ogahan aku menyeret kakiku untuk melangkah keluar kamar. Kuintip dari intercon untuk melihat siapa yang datang.

Dan kabar buruk.

Itu adalah Hwang Jihye.

"Ada apa?" Belum. Aku belum membuka pintunya. Hanya bicara lewat intercon.

"Buka pintunya. Aku mau masuk. Memang tidak boleh?"

Aku tahu dia tidak akan bisa melihatnya, tapi aku tetap menggeleng. "Ya. Tidak boleh. Pulanglah." Kalau dia sampai bisa masuk kesini, artinya aku benar-benar tidak ada waktu untuk tidur.

"Buka."

"Tidak. Pulanglah." Kepalaku sakit rasanya. Aku benar-benar butuh tidur ini.

Bip bip bip bip drrkkk tenonenitt

Loh??? Pintunya... terbuka.

Otomatis tubuhku yang tadinya sedang berjalan menuju kamarku langsung berbalik menghadap pintu masuk.

"Ya! Kau tahu darimana bibeonnya?!"

Jihye tersenyum dan mengendikkan kedua bahunya, "Simpel. Waktu dulu kesini denganmu, aku langsung melihatnya."

Ini perempuan benar-benar tak bisa dibiarkan. Dia sudah kelewatan namanya. Bisa-bisanya dia mengintip saat aku membuka bibeon. Bahkan saat aku tidak mengijinkannya masuk, dia memaksa untuk masuk. Bagaimana kalau aku tidak ada di rumah, melainkan Do Young sendirian di rumah lalu dia masuk? Kasihan... AH GI DO HOON. Kau kenapa jadi memikirkan Do Young sih.

"Naga." Aku benar-benar lelah. Tapi kuusahakan suaraku tetap normal.

Jihye hanya menatapku sebentar dan duduk diatas sofa. "Tidak mau."

"Naga. Jebal naga," geramku. Suaraku sudah kutahan agar tidak naik.

"Ah tidak mau. Kenapa sih kau mengusirku terus?"

"Karena aku risih denganmu. Cepat keluar." Itu benar. Aku tidak berbohong. Tapi aku benar-benar risih dengannya. Maaf maaf saja. Tapi semakin hari, kelakuannya semakin keterlaluan.

Jihye sendiri sepertinya terkejut mendengar ucapanku. Dia menatapku nanar, oh, itu tidak bekerja untukku. Bahkan saat Jihye nangis pun, tidak ada gunanya untukku. Kenapa? Karena aku tahu dia hanya mencari perhatian. "Kau segitu risihnya denganku?"

"Iya."

Jihye bangun dari duduknya dan segera pergi dari apartku. "Aku akan mengganti bibeonnya. Dan kalau kau berani menerobos masuk, jangan salahkan aku kalau aku tidak akan mau bertemu denganmu lagi." Itu hal terakhir yang kuucapkan sebelum dia benar-benar menghilang dari pintu.

Sebenarnya aku tahu ucapanku sedikit terlalu menyakitkan untuknya, tapi itu yang terbaik. Dia perlu diajarkan untuk menjaga sopan santun. Tidak bisa seenaknya masuk begitu saja tanpa ijin.

Hah. Sudahlah. Sekarang lebih baik aku tidur saja.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Everest
1867      775     2     
Romance
Yang kutahu tentangmu; keceriaan penyembuh luka. Yang kaupikirkan tentangku; kepedihan tanpa jeda. Aku pernah memintamu untuk tetap disisiku, dan kamu mengabulkannya. Kamu pernah mengatakan bahwa aku harus menjaga hatiku untukmu, namun aku mengingkarinya. Kamu selalu mengatakan "iya" saat aku memohon padamu. Lalu, apa kamu akan mengatakannya juga saat aku memintamu untuk ...
Today, After Sunshine
1742      743     2     
Romance
Perjalanan ini terlalu sakit untuk dibagi Tidak aku, tidak kamu, tidak siapa pun, tidak akan bisa memahami Baiknya kusimpan saja sendiri Kamu cukup tahu, bahwa aku adalah sosok yang tangguh!
Premium
From Thirty To Seventeen
11272      3392     11     
Romance
Aina Malika bernasib sial ketika mengetahui suaminya Rayyan Thoriq berselingkuh di belakangnya Parahnya lagi Rayyan langsung menceraikan Aina dan menikah dengan selingkuhannya Nasib buruk semakin menimpa Aina saat dia divonis mengidap kanker servik stadium tiga Di hari ulang tahunnya yang ke30 Aina membuat permohonan Dia ingin mengulang kehidupannya dan tidak mau jatuh cinta apalagi mengenal R...
The Skylarked Fate
6587      2052     0     
Fantasy
Gilbert tidak pernah menerima takdir yang diberikan Eros padanya. Bagaimanapun usaha Patricia, Gilbert tidak pernah bisa membalas perasaannya. Seperti itu terus pada reinkarnasi ketujuh. Namun, sebuah fakta meluluhlantakkan perasaan Gilbert. Pada akhirnya, ia diberi kesempatan baru untuk berusaha memperbaiki hubungannya dengan Patricia.
Redup.
646      391     0     
Romance
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja, sebuah kehilangan cukup untuk membuat kita sadar untuk tidak menyia-nyiakan si kesayangan.
After School
2952      1287     0     
Romance
Janelendra (Janel) bukanlah cowok populer di zaman SMA, dulu, di era 90an. Dia hanya cowok medioker yang bergabung dengan geng populer di sekolah. Soal urusan cinta pun dia bukan ahlinya. Dia sulit sekali mengungkapkan cinta pada cewek yang dia suka. Lalu momen jatuh cinta yang mengubah hidup itu tiba. Di hari pertama sekolah, di tahun ajaran baru 1996/1997, Janel berkenalan dengan Lovi, sang...
KAMU MILIKKU
1010      605     8     
Short Story
Apa yang tidak diucapkan, tidak berarti tidak berada dalam hati.
Warna Jingga Senja
4396      1214     12     
Romance
Valerie kira ia sudah melakukan hal yang terbaik dalam menjalankan hubungan dengan Ian, namun sayangnya rasa sayang yang Valerie berikan kepada Ian tidaklah cukup. Lalu Bryan, sosok yang sudah sejak lama di kagumi oleh Valerie mendadak jadi super care dan super attentive. Hati Valerie bergetar. Mana yang akhirnya akan bersanding dengan Valerie? Ian yang Valerie kira adalah cinta sejatinya, atau...
Just For You
5791      1962     1     
Romance
Terima kasih karena kamu sudah membuat hidupku menjadi lebih berarti. (Revaldo) *** Mendapatkan hal yang kita inginkan memang tidak semudah membalik telapak tangan, mungkin itu yang dirasakan Valdo saat ingin mendapatkan hati seorang gadis cantik bernama Vero. Namun karena sesuatu membuatnya harus merelakan apa yang selama ini dia usahakan dan berhasil dia dapatkan dengan tidak mudah. karen...
Infatuated
835      547     0     
Romance
Bagi Ritsuka, cinta pertamanya adalah Hajime Shirokami. Bagi Hajime, jatuh cinta adalah fase yang mati-matian dia hindari. Karena cinta adalah pintu pertama menuju kedewasaan. "Salah ya, kalau aku mau semuanya tetap sama?"