Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love: Met That Star (석진에게 별이 찾았다)
MENU
About Us  

Kim Na Byul

Nara sedang tidur di kasurnya saat ini. sedari tadi dia muntah terus seusai kelar kemoterapi, dan baru saja bisa tidur sekarang. Aku menatapnya sedih melihat temanku harus mengalami hal seperti ini, yang menyakitinya. Tubuh Nara semakin mengecil, kelopak matanya sudah tidak menampilkan mata yang berbinar lagi semenjak ia sakit. Rambutnya kini hilang, hanya menyisakan kulit kepalanya yang polos. Dulu, rambut panjang hitamnya selalu menjadi kebanggaannya. Betapa menyedihkan melihat perubahan ini. Bukan berarti aku bilang dia jelek, ya. Aku hanya...

Aku hanya sedih melihat temanku seperti ini.

Ah, ngomong-ngomong, aku sendirian di sini karena eomeonim sedang mencari makan. Dia belum sempat makan sejak tadi. Jadi aku memintanya untuk mencari makan dulu sementara aku menjaga Nara disini.

drrttt drrrttt

Tanganku mengambil hape yang tadi ku taruh di atas nakas sebelah kasur Nara.

Bomin:

Noona, kau tau? Seokjin dan lainnya ternyata syuting di tempat kita sekitar 1 bulanan.

Hah... 1 bulan. Berarti aku haru sbertahan dengannya sealama sebulan. Kuat-kuatin deh saya ya. Toh dia tidak akan syuting tiap hari di perpustakaan, kan?

"Eung.."

Suara yang dikeluarkan oleh Nara membuatku melepaskan pandanganku dari hape dan melihat Nara yagn sudah bangun.

"Kkaesseo?" Nara mengangguk lemah. Sepertinya tenaganya belum sepenuhnya terkumpul. Aku membantu dia untuk mengambilkannya minum. "Wae kkaesseo? Kau kan baru tidur tak lama." (Sudah bangun?; kenapa sudah bangun?)

"Terbangun. Kau belum pulang?"

Kepalaku menggeleng pelan, "belum. Eomeonim masih makan. Nanti kalo beliau uda balik, aku baru pulang."

Nara mengangguk mengerti dan tersenyum padaku. "Kau ingat waktu sekolah dulu? Saat kau terlambat dan harus lari secepat mungkin, sampai-sampai kau jatuh di depan pagar yang sudah ditutup?"

"Eo. Hahaha. Aku sampai malu dengan satpam sekolah karna akhirnya dia membukakan pagar sekolah karna aku jatuh depan sana. Astaga. Jika dipikirkan lagi, sepertinya aku bodoh sekali telat karna begadang nonton drama malamnya."

"Akan seru sekali kalo kita bisa lari pagi bersama."

"Kau sembuh dulu, ya. Nanti kita bisa lari-lari di pinggir Sungai Han dan makan ramyeon bersama. Bagaimana?"

Aku tau itu mustahil, Nara juga tau itu karna dia hanya tersenyum sendu dan mengangguk pelan.

Pintu terbuka tak lama setelah Nara tersenyum, menampilkan mamanya Nara yang sudah selesai makan. "Eomeonim." Aku berdiri dan mempersilahkan mamanya untuk duduk.

"Eomma sudah makan?" Eomeonim mengangguk menjawab pertanyaan Nara. "Nah, Na Byul Kau bisa pulang sekarang. Sudah malam juga ini."

"Ya. an geuraedo, aku akan pulang sekarang," ujarku tersenyum meledek sambil mengambil tasku. "Eomeonim, aku pulang dulu, ya," pamitku tersenyum dan melambaikan tangan ke Nara juga.

"Hati-hati di jalan. Kabari kalo uda sampe rumah."

"Iya. Iya."

***

"Semoga hari ini tidak terlalu banyak pelanggan yang menyebalkan," kataku dengan kedua tangan yang menyatu berdoa sambil menatap langit pagi dan membalikkan tanda open di pintu setelahnya.

Langit pagi ini sangat cantik. Awan-awan menghiasi langit cerah nan sejuk pagi ini, tidak ada sedikitpun warna abu-abu polusi di langit.

"Noona."

Aku menoleh dan menerima kopi yang diberikan oleh Bomin. "Thankyou."

Kami berdua berjalan ke balik counter meja informasi perpustakaan dan duduk disana. "Kau tau, film ini sudah keluar loh."

"Eh?!" Aku terkejut saat melihat Bomin menunjukkan poster film yang sangat ingin ku tonton di ponselnya, sudah ada tanda now showing di bawah posternya. "Wah!"

"Tapi sudah habis semua tiketnya." Mendengar itu membuatku jadi sedikit sedih, padahal aku sudah menunggunya lama. Benar-benar ingin menontonnya karna aku menyukai artisnya juga. "Geunde! Aku sudah beli tiketnya. Kau mau nonton bareng?"

Aku yakin sekarang pasti mataku sangat berbinar menatap Bomin, apalagi melihat Bomin jadi terkekeh sekarang. Tak perlu waktu lama, aku langsung mengangguk mantap. "Boleh boleh!"

"Oke. Ini untuk lusa. Kita pergi setelah shift kita selesai, oke?"

"OKE! Gomawo!!!"

***

Tuk.

Sebuah gelas kopi ditaruh dengan sedikit kasar, mengeluarkan suara dentingan cangkir dengan meja yang cukup kencang.

Sontak aku sedikit terkejut dan menoleh cangkir tersebut dan orang yang menaruhnya secara bergantian. "Ada yang bisa saya bantu?"

Pria paruh baya itu menatapku dengan tatapan seperti ingin memakan ku hidup-hidup. Kilat kesal terpantul dari mata hitamnya itu. "Kalian tidak becus membuat kopi ya?"

"Ne?"

"Kopi ini. Terasa pahit sekali."

Ye? Tapi dia memang memesan...

"Jwisonghamnida. Tapi pesananmu sebelumnya apa, jika saya boleh tau?"

"Americano."

Aku menahan emosiku dan menguburnya dalam-dalam, lalu tersenyum kepada pria paruh baya tersebut. "Americano biasanya tidak ditambahkan gula, Pak.."

"Tidak. Aku ingin yang baru. Jangan terlalu pahit."

"Sonnim. Jika anda sedikit manis, anda bisa menambahkan gula yang tersedia disana." Aku mencoba berbicara dengan sangat pelan dan sopan sambil menunjuk tempat gula sachet berada.

"Tidak mau. Kau buatkan aku yang baru."

Hah.... Rasanya sangat ingin melempar cangkir itu kepadanya sekarang.

"Baik. Silahkan ditunggu sebentar."

Setelah pria itu duduk kembali di tempatnya, aku membuatkan kembali kopi americano tersebut dan sedikit menambahkan gula agar tidak terlalu pahit. Aku mengantarnya dengan hati-hati sambil berupaya menampilkan senyum formal agar tidak terlihat tidak sopan.

"Ini kopimu, Pak." Aku menaruh gelas kopi itu di mejanya dan menunduk pamit pergi.

Setidaknya, itu yang akan kulakukan sebelum si pria itu kembali memanggilku dengan nada sedikit tinggi.

"Hei. Kau salah lagi. Aku tidak ingin yang dingin."

Oh astaga. Jelas-jelas dia tadi memberiku gelas berisi ice americano. Dan sekarang apa? Dia tidak pesan yang dingin? Lalu dia ingin mengubah pesanannya gitu?

Kakiku melangkah mundur sedikit dan menatapnya tanpa beremosi. "Tapi tadi anda memesan yang dingin dan memberi saya kopi yang dingin juga."

"Ya saya sekarang maunya yang panas. Buatkan lagi yang panas."

MWO?! Wah benar-benar manusia ini.

"Tapi--"

Kata-kataku tak dapat berlanjut karna tiba-tiba Bomin menarikku mundur ke belakang dirinya. Ngapain pula anak ini.

"Maaf, Pak. Tapi kami tidak bisa mengubah pesanan seperti itu. Dengan anda meminta yang baru saja tadi, sebenarnya kami sudah melanggar aturan kami."

"Gan--"

"Maaf, Pak. Jika anda masih memaksa dan membuat keributan disini, kami akan memanggil satpam dan polisi. Bagaimana?"

Pria paruh baya itu langsung terdiam, kicep karna kata-katanya dipotong oleh Bomin. Hoo... Bomin bisa keren juga ternyata. Aku tersenyum meledeknya begitu dia menatapku dan membawaku pergi dari meja pria itu.

"Ternyata kau bisa sedikit keren juga, Yoon Bomin," ledekku padanya yang dibalas dengan senyum miring khasnya.

"Baru tau?"

"Dih?"

Gelak tawa kami sedikit mencuri beberapa perhatian pelanggan perpustakaan dan cafe hingga kami harus meminta maaf dan tersenyum lalu kembali ke posisi masing-masing lagi.

***

Karna besok aku tidak kesini, jadi aku pergi ke rumah sakit hari ini seusai shift ku selesai tadi.

Jadi, disinilah aku sekarang. Duduk di samping kasur Nara dan menceritakan kisah pria menyebalkan tadi siang itu.

"Wah. Rasanya saat itu aku hampir saja menuangkan isi kopi ke wajahnya saking kesalnya."

Aku benar-benar berusaha keras menahan emosiku tadi siang loh.

Nara terkekeh mendengarku bercerita. "Aigoo. Bagus sekali temanu ini. Kau melakukan hal yang benar dengan menahan emosimu tadi. Jalhanda jalhanda." Tanganny menepuk punggung tanganku yang berada di kasurnya itu.

"Jika dipikirkan lagi, aku benar-benar kesal. Kau harusnya mendengar saat dia bicara secara langsung. Kalo tadi Bomin tidak menahanku, mungkin aku akan benar-benar meledak."

Nara kembali terkekeh dan tiba-tiba saja dia meminta kantung muntah kepada ku. Aku tanpa babibu langsung membantunya memegangi kantung muntahnya dan membiarkan semua isi perutnya yang ku rasa hampir tidak ada itu untuk keluar.

Tak lama mamanya yang tadi habis mengisi air, kembali ke kamar dan langsung buru-buru menepuk punggung Nara pelan untuk membantunya muntah. Eomeonim juga mengambil alih kantung muntah itu dari tanganku.

"Eomeonim. Aku pergi panggil suster dulu ya." Memanggilnya langsung akan lebih cepat datang daripada memanggil dengan tombol di samping kasur Nara.

Tak perlu waktu lama untuk suster dan dokter datang ke kamarnya sementara aku dan mamanya diminta untuk menunggu di luar ruangan dulu.

Melihat Nara yang terus menerus muntah tak henti, sedikit, ani, lebih dari sedikit melukai hatiku.

Haruskah aku mengesampingkan perasaanku sendiri demi kebahagiaan Nara? Meski berat, mungkin ini kado terbaik yang bisa kuberikan untuknya. Pikiran jeleknya, waktu Nara tidak banyak lagi, aku ingin memberikannya kado yang benar-benar ia inginkan dariku.

Haruskah?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
1 Kisah 4 Cinta 2 Dunia
26155      3486     3     
Romance
Fina adalah seorang wanita yang masih berstatus Mahasiswi di sebuah perguruan tinggi. Ia adalah wanita yang selalu ceria. Beberapa tahun yang lalu ia mempunyai seorang kekasih yang bernama Raihan namun mereka harus berpisah bukan karena adanya orang ketiga namun karena maut yang memisahkan. Sementara itu sorang pria yang bernama Firman juga harus merasakan hal yang sama, ia kehilangan seoarang is...
Archery Lovers
4898      2075     0     
Romance
zahra Nur ramadhanwati, siswa baru yang tidak punya niat untuk ikut ekstrakulikuler apapun karena memiliki sisi trauma saat ia masih di SMP. Akan tetapi rasa trauma itu perlahan hilang ketika berkenalan dengan Mas Darna dan panahan. "Apakah kau bisa mendengarnya mereka" "Suara?" apakah Zahra dapat melewati traumanya dan menemukan tempat yang baik baginya?
Langit Biru Istanbul
131      61     2     
Romance
Ameera, seorang mahasiswi asal Indonesia, mendapat kesempatan mengikuti program pertukaran pelajar di Istanbul selama satu semester. Ia menyewa kamar di sebuah rumah tua milik keluarga Turki yang hidup sederhana. Di rumah itu, Ameera berkenalan dengan Emir, cucu pemilik rumah, seorang fotografer jalanan yang berhenti kuliah karena trauma masa lalu. Emir dikenal dingin, sinis, dan menghindari s...
A Perfect Clues
6315      1724     6     
Mystery
Dalam petualangan mencari ibu kandung mereka, si kembar Chester-Cheryl menemukan sebuah rumah tua beserta sosok unik penghuninya. Dialah Christevan, yang menceritakan utuh kisah ini dari sudut pandangnya sendiri, kecuali part Prelude. Siapa sangka, berbagai kejutan tak terduga menyambut si kembar Cherlone, dan menunggu untuk diungkap Christevan. Termasuk keberadaan dan aksi pasangan kembar yang ...
Behind The Scene
1358      607     6     
Romance
Hidup dengan kecantikan dan popularitas tak membuat Han Bora bahagia begitu saja. Bagaimana pun juga dia tetap harus menghadapi kejamnya dunia hiburan. Gosip tidak sedap mengalir deras bagai hujan, membuatnya tebal mata dan telinga. Belum lagi, permasalahannya selama hampir 6 tahun belum juga terselesaikan hingga kini dan terus menghantui malamnya.
1000 Origami Bangau
391      268     3     
Short Story
Origami bangau melambangkan cinta dan kesetiaan, karna bangau hanya memiliki satu pasangan seumur hidupnya. Tapi, jika semua itu hanyalah angan-angan belaka, aku harus bagaimana ??
Keep Your Eyes Open
495      340     0     
Short Story
Ketika mata tak lagi bisa melihat secara sempurna, biarkan hati yang menilainya. Maka pada akhirnya, mereka akan beradu secara sempurna.
SI IKAN PAUS YANG MENYIMPAN SAMPAH DALAM PERUTNYA (Sudah Terbit / Open PO)
5777      1915     8     
Inspirational
(Keluarga/romansa) Ibuk menyuruhku selalu mengalah demi si Bungsu, menentang usaha makananku, sampai memaksaku melepas kisah percintaan pertamaku demi Kak Mala. Lama-lama, aku menjelma menjadi ikan paus yang meraup semua sampah uneg-uneg tanpa bisa aku keluarkan dengan bebas. Aku khawatir, semua sampah itu bakal meledak, bak perut ikan paus mati yang pecah di tengah laut. Apa aku ma...
One-Week Lover
1901      963     0     
Romance
Walter Hoffman, mahasiswa yang kebosanan saat liburan kuliahnya, mendapati dirinya mengasuh seorang gadis yang entah dari mana saja muncul dan menduduki dirinya. Yang ia tak tahu, adalah fakta bahwa gadis itu bukan manusia, melainkan iblis yang terlempar dari dunia lain setelah bertarung sengit melawan pahlawan dunia lain. Morrigan, gadis bertinggi badan anak SD dengan gigi taring yang lucu, meng...
LINN
13702      2059     2     
Romance
“Mungkin benar adanya kita disatukan oleh emosi, senjata dan darah. Tapi karena itulah aku sadar jika aku benar-benar mencintaimu? Aku tidak menyesakarena kita harus dipertemukan tapi aku menyesal kenapa kita pernah besama. Meski begitu, kenangan itu menjadi senjata ampuh untuk banggkit” Sara menyakinkan hatinya. Sara merasa terpuruk karena Adrin harus memilih Tahtanya. Padahal ia rela unt...