Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kembali ke Titik Nol: KISAH LANI
MENU
About Us  

Aroma lavender yang menenangkan memenuhi ruangan, bercampur dengan kehangatan cahaya lampu kuning. Lani, dengan mata terpejam rapat, duduk bersandar di sofa empuk. 

 

Suara lembut psikolognya membimbing, "Ikuti saja suara saya, Lani. Biarkan pikiranmu membawa kembali ke masa lalu. Kembali ke saat kamu berusia dua belas tahun... Apa yang kamu lihat lani" Napas Lani terasa sedikit tercekat, namun ia berusaha mengikuti arahan. 

 

Perlahan, gambaran mulai muncul di benaknya, tidak jelas awalnya, lalu semakin fokus. Gelap. Kemudian, cahaya matahari menyilaukan saat mobil yang ditumpanginya memasuki kota baru. Di sampingnya, ibunya tersenyum lebar. 

 

"Kita mulai hidup baru di sini, Sayang." Lani kecil hanya mengangguk, mencoba menyembunyikan kegugupan di dadanya. Rumah baru, sekolah baru, dan… ayah baru.

 

 Suami baru ibunya menyambut mereka di depan pintu dengan senyum hangat dan pelukan canggung untuknya. Usianya baru menginjak dua belas tahun, dan perpindahan ini terasa seperti petualangan yang sedikit menakutkan. Namun, senyum hangat dan sapaan ramah dari suami baru ibunya, yang kini menjadi ayah tirinya, sedikit meredakan kecemasannya. Di mata Lani, pria itu tampak baik dan mudah didekati. Ia bahkan membantunya membawa kotak-kotak ke kamar barunya.

 

"Apa yang kamu rasakan, Lani?" suara psikolog membuyarkan lamunannya sejenak.

"Awalnya… biasa saja. Dia terlihat baik," jawab Lani dengan suara tercekat.

 

Beberapa bulan berlalu. Kehidupan di rumah baru terasa normal. Ibunya tampak bahagia. Suatu siang yang terik ibunya lagi pergi keluar sebentar, Lani tertidur pulas di kamarnya. Tiba-tiba, ia merasa berat, seperti ada sesuatu yang menindih tubuhnya. Matanya terbuka dengan kaget. Ayah tirinya berdiri di atasnya, tangannya menekan dadanya. Jantung Lani berdegup kencang. Ia ingin berteriak, tapi suaranya tercekat di tenggorokan. 

 

Ayah tirinya hanya tersenyum tipis, berkata pelan, "Tidak apa-apa, Lani. Ayah hanya ingin memastikan kamu tidur nyenyak." Kemudian, ia pergi begitu saja.

 

Lani menggigit bibirnya kuat-kuat. Air mata mulai mengalir tanpa bisa dicegah.

"Lalu?" bisik psikolog.

 

Kejadian itu membuat Lani merasa tidak nyaman, namun ia berusaha menepisnya. Mungkin ia hanya bermimpi buruk. Tapi, kejadian serupa terulang lagi, dan lagi. Ayah tirinya sering masuk ke kamarnya saat ibunya tidak ada dirumah, selalu dengan alasan yang tidak jelas. Ketakutan mulai menggerogoti hatinya.

 

Puncaknya adalah ketika suatu sore, saat Lani sedang mandi, pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka. Ayah tirinya berdiri di ambang pintu, menatapnya tanpa ekspresi. Lani menjerit tertahan, tubuhnya gemetar ketakutan.

 

"Tidak apa-apa, Sayang," kata ayah tirinya lagi, dengan nada yang sama tenangnya. "Ini tidak apa-apa kalau hanya dengan ayah. Tapi jangan dengan laki-laki lain." Kata-kata itu justru membuat bulu kuduk Lani merinding. Ia merasa ada yang sangat salah. 

 

Tubuh Lani bergetar hebat. Ia mencengkeram erat lengan kursi. "Di… di situ saya mulai merasa ada yang salah," ucapnya dengan suara bergetar.

 

Ketakutan mulai menggerogotinya. Setiap kali ibunya pergi keluar rumah, panik langsung menyerbunya. Ia mencari cara untuk menghindar. Berpura-pura bermain di rumah teman, atau mengajak teman-temannya menginap, menjadi alasan yang sering ia gunakan. Rasa takut itu akhirnya mereda ketika ibunya bercerai lagi dan mereka kembali ke kota asal mereka.

 

"Bagaimana perasaanmu saat itu, Lani?"

 

"Lega. Sangat lega," jawab Lani, air matanya semakin deras.

 

Dua tahun berlalu. Lani yang kini berusia empat belas tahun, secara perlahan mulai memahami apa yang sebenarnya ia alami. Ia merasa kotor, malu, dan marah. Kenyataan bahwa ia telah menjadi korban pelecehan oleh ayah tirinya sendiri menghantuinya. Sejak saat itu, rasa takut terhadap laki-laki mulai tumbuh dan berakar dalam dirinya. Ia menjadi sangat waspada, bahkan cenderung menghindar dari interaksi dengan laki-laki, kecuali ayah kandungnya. Lani tumbuh menjadi remaja yang pendiam dan tertutup.

 

"Kamu menyadarinya dua tahun kemudian?" tanya psikolog dengan lembut.

 

"Iya. Saya… saya baru mengerti," jawab Lani dengan suara parau.

 

"Dan kamu menyimpan ini sendiri?"

 

"Saya cerita ke sahabat saya. Mereka yang… mereka yang memaksa saya datang ke sini," Lani terisak.

 

Psikolog itu mengangguk mengerti. "Kamu sudah sangat berani, Lani. Berani menghadapi ingatan ini, berani mencari bantuan."

 

Lani terdiam, mencoba mengatur napasnya. Rasa sakit dan ketakutan itu masih terasa nyata, namun ada secercah harapan yang mulai tumbuh di hatinya. Mungkin, dengan bantuan ini, ia bisa melepaskan belenggu trauma yang selama ini menghantuinya.

 

Perlahan tapi pasti, Lani mulai memberanikan diri. Didorong oleh dukungan tanpa henti dari sahabat-sahabatnya, ia mencoba membuka diri terhadap interaksi dengan laki-laki. Awalnya canggung dan penuh kewaspadaan, namun kehadiran teman-temannya sebagai perantara memberikan rasa aman. Mereka mengenalkannya pada teman-teman laki-laki mereka, menciptakan lingkungan yang terasa lebih bersahabat dan tidak mengancam.

 

Setiap obrolan ringan, setiap tawa bersama teman-temannya dan teman laki-laki mereka, menjadi langkah kecil namun signifikan bagi Lani. Ia belajar bahwa tidak semua laki-laki sama. Ada yang sopan, ada yang lucu, ada yang benar-benar mendengarkannya tanpa menghakimi. Proses ini tidaklah mudah, seringkali rasa takut itu muncul tiba-tiba, membuat jantungnya berdebar dan keringat dingin membasahi telapak tangannya. Namun, ia selalu mengingat kata-kata psikolognya dan dukungan tulus dari sahabat-sahabatnya.

 

Lani merasa sangat berterima kasih kepada sahabat-sahabatnya. Merekalah yang pertama kali menyadari betapa dalamnya luka yang ia pendam, merekalah yang dengan sabar mendengarkan ceritanya, dan merekalah yang tanpa henti menyemangatinya untuk mencari bantuan profesional. Tanpa dorongan mereka, mungkin ia masih akan terperangkap dalam ketakutan yang mencekik.

 

Seiring berjalannya waktu, di antara lingkaran pertemanan itu, Lani bertemu dengan seorang pria bernama Rian. Awalnya, interaksi mereka biasa saja, seperti dengan teman-teman lainnya. Namun, ada sesuatu yang berbeda dari Rian. Ia tidak pernah terburu-buru, selalu sabar dalam berbicara, dan memiliki mata yang teduh. Rian tidak pernah memaksa atau membuatnya merasa tidak nyaman. Ia justru menunjukkan ketertarikan pada Lani apa adanya, dengan segala kekurangannya.

 

Perlahan, rasa takut Lani terhadap Rian mulai berkurang, digantikan oleh rasa nyaman dan aman. Rian selalu menghargai batasan yang Lani buat, dan itu membuat Lani merasa dihargai dan dipahami. Mereka menghabiskan waktu bersama, bukan hanya dalam kelompok, tetapi juga berdua. Obrolan mereka semakin dalam, dan Lani mulai berani menceritakan sedikit demi sedikit tentang masa lalunya, tentu dengan didampingi rasa gugup yang luar biasa. Rian mendengarkan dengan penuh perhatian, tanpa menghakimi atau merasa jijik. Ia justru menunjukkan empati dan pengertian yang membuat hati Lani menghangat.

 

Waktu terus berjalan, dan benih-benih cinta mulai tumbuh di hati Lani. Ia tidak menyangka, di tengah trauma yang pernah menghantuinya, ia akan menemukan seseorang yang bisa menerima dan mencintainya dengan tulus. Rian bukan hanya menjadi teman, tetapi juga seseorang yang memberinya harapan baru tentang hubungan yang sehat dan penuh kasih. Lani akhirnya menemukan cinta sejatinya, bukan sebagai penghapus luka masa lalu, tetapi sebagai teman seperjalanan yang akan menemaninya menyembuhkan diri dan membangun masa depan yang lebih bahagia. Ia beruntung memiliki sahabat-sahabat yang selalu mendukungnya, dan kini, ada Rian yang menggenggam tangannya dengan penuh cinta.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Milikku
403      273     2     
Short Story
Menceritakannya mudah, Kamu mengkhianati, aku tersakiti, kamu menyesal dan ingin kembali. Mudah, tapi tidak dengan perasaan setiap kali kau ada. Hati ini bimbang, dan sulit bagiku untuk menahannya agar tidak tumbang. ~ *'Soy' dalam bahasa Spanyol memiliki arti yang sama dengan kata 'My'.
Kisah-Kisah Misteri Para Pemancing
1669      784     1     
Mystery
Jika kau pikir memancing adalah hal yang menyenangkan, sebaiknya berpikirlah lagi. Terkadang tidak semua tentang memancing bagus. Terkadang kau akan bergelut dengan dunia mistis yang bisa saja menghilangkan nyawa ketika memancing! Buku ini adalah banyak kisah-kisah misteri yang dialami para pemancing. Hanya demi kesenangan, jangan pikir tidak ada taruhannya. Satu hal yang pasti. When you fish...
Gods Of Asgard
682      405     2     
Short Story
Trick or Treat!
722      433     2     
Short Story
Malam Halloween ... saatnya untuk "Trick or Treat!"
Sebungkus Kado untuk Arila
698      450     3     
Short Story
\"Mimpi adalah juga seperti mewakili sebuah takdir\"
Broken Promises
952      628     5     
Short Story
Janji-janji yang terus diingkari Adam membuat Ava kecewa. Tapi ada satu janji Adam yang tak akan pernah ia ingkari; meninggalkan Ava. Namun saat takdir berkata lain, mampukah ia tetap berpegang pada janjinya?
Lilian,Gelasmu Terisi Setengah
851      565     2     
Short Story
\"Aku bahkan tidak dikenali oleh beberapa guru. Sekolah ini tidak lain adalah tempat mereka bersinar dan aku adalah bagian dari figuran. Sesuatu yang tidak terlihat\"
Phi
2130      854     6     
Science Fiction
Wii kabur dari rumah dengan alasan ingin melanjutkan kuliah di kota. Padahal dia memutus segala identitas dan kontak yang berhubungan dengan rumah. Wii ingin mencari panggung baru yang bisa menerima dia apa adanya. Tapi di kota, dia bertemu dengan sekumpulan orang aneh. Bergaul dengan masalah orang lain, hingga membuatnya menemukan dirinya sendiri.
Love and Pain
615      378     0     
Short Story
Ketika hanya sebuah perasaan percaya diri yang terlalu berlebih, Kirana hampir saja membuat dirinya tersakiti. Namun nasib baik masih berpihak padanya ketika dirinya masih dapat menahan dirinya untuk tidak berharap lebih.
Cadence's Arcana
6346      1643     3     
Inspirational
Cadence, seorang empath, tidak suka berhubungan dengan orang lain. Ketika dia kalah taruhan dari kakaknya, dia harus membantu Aria, cewek nomor satu paling dihindari di sekolah, menjalankan biro jasa konseling. Segalanya datar-datar saja seperti harapan Cadence, sampai suatu saat sebuah permintaan klien membawanya mengunjungi kenangan masa kecil yang telah dikuburnya dalam-dalam, memaksanya un...