***
Kasih memandang padang rumput di seberang sungai. Bunga Lupin juga tumbuh subur dan mekar penuh di sana. Ada semak-semak tinggi dan lebat membatasi padang rumput dengan hutan pepohonan. Dari dalam semak-semak, keluar sekawanan hewan putih berkaki empat. Kasih menajamkan pandangannya.
"Apa itu?" tanya Kasih sembari menunjuk ke arah hewan yang berjalan menuju ke arah sungai.
Rose membenarkan kacamatanya dan berseru, "Itu rusa! Rusa berwarna putih!"
Kawanan rusa putih yang berjumlah puluhan menginjakkan kaki di bibir sungai. Mengisi tenggorokan dengan air yang segar. Ukuran mereka seperti ukuran rusa pada umumnya. Bulu mereka yang berwarna putih seperti salju yang indah dan bersinar.
Semua orang berkumpul di pinggir sungai bersebrangan dengan rusa-rusa yang tengah meminum air. Pemandangan yang menakjubkan dan langka.
Lalu, keluarlah seekor rusa jantan dengan ukuran yang sangat besar melebihi tinggi manusia. Tanduk yang tinggi menjulang ke atas dengan ujung yang runcing. Bercabang meliuk-liuk dengan bentuk yang rumit. Rusa jantan itu melenggang dengan anggun membuat rusa-rusa yang lain menyingkir memberinya jalan untuk minum di sungai. Semua orang menahan napas terkagum-kagum.
Di belakang rusa jantan itu muncul rusa jantan yang ukurannya jauh lebih kecil dengan tanduk yang sama besar dan kokoh. Rusa itu tengah mencari jalan untuk minum tetapi terhadang oleh kerumunan rusa lain yang memenuhi bibir sungai. Ia berteriak melengking meluapkan amarah. Dua kaki depannya menggaruk-garuk tanah, merendahkan tanduknya ke bawah seakan ingin menyeruduk.
Beberapa detik kemudian, terjadi pertengkaran hebat antara kedua rusa jantan. Rusa jantan yang berukuran besar tampak seperti pimpinan dari kawanan rusa sedangkan yang ukurannya lebih kecil sebagai pesaingnya. Mereka beradu tanduk yang runcing dan tajam seperti pedang dalam peperangan. Napas mereka berderu berputar-putar menggulung seperti asap roket. Panas dan panjang. Suasana mencekam dan berbahaya lantas semua orang mundur ke belakang menjauhi sungai yang mendadak sunyi tanpa riak.
“Mundur! Mundur!” perintah Tulus mengumpulkan semua orang bersembunyi di balik bunga lupin yang panjang. Menutupi sebagian diri mereka. Sedangkan, Tulus berada di paling depan mengawasi keadaan. Ia memberi isyarat untuk diam dan tidak mengeluarkan suara apapun.
Pimpinan rusa itu mendorong dengan kuat pesaing mudanya dengan tanduknya yang kokoh. Tidak mau kalah, dengan kekuatan yang masih muda dan penuh, pesaing itu menahan dengan menancapkan kaki ke tanah berbatu membuat pertahanan. Dengan tanduknya ia mendorong berbalik arah sekuat yang ia bisa.
Pimpinan rusa itu mulai kehabisan tenaga, napasnya mulai terengah-engah. Usia memang tidak bohong, sayangnya ia sudah berpengalaman dalam pertarungan. Ia mengincar bahu kiri rusa muda itu yang lemah pertahanan menggunakan tanduk runcingnya yang jauh lebih tajam dan panjang.
Ia melakukan gerakan menipu seolah kelelahan dan mundur ke belakang lalu secara tiba-tiba membalikkan keadaan memutar tanduknya dan menusuk bagian kiri rusa muda itu. Rusa itu terkejut dan tidak sempat memberikan perlawanan, ia bergerak ceroboh dan kaki belakangnya tersangkut batu cukup dalam. Ia terjatuh dan terbaring dalam posisi terbuka memberi kesempatan lawan menyerangnya. Benar saja, pimpinan rusa itu menusuk rusa itu berulang kali dengan tanduknya. Rusa muda itu mengerang kesakitan, teriakannya membelah angkasa. Tapi, ia tidak peduli dan terus memberinya hukuman sebuah pembunuhan.
Semua orang menahan napas kebingungan sekaligus menatap ngeri juga sedih. Kasih menutup matanya. Bright di sampingnya menghalangi pandangannya dengan jaketnya. Tulus mendekat ke arah sungai, mengambil segenggam batu dan melemparkannya ke rusa besar itu. Semua orang terkejut.
“Apa yang kau lakukan?” jerit Julian.
“Menolongnya,” jawab Tulus santai.
“Dasar bodoh! Rusa itu akan menyerangmu,” kecam Satya menahan gerakan Tulus.
Hakim dari belakang menambahkan, “Apa kau tidak tahu? Begitulah alam liar bekerja. Yang kuat akan mengalahkan yang lemah. Yang tidak mampu bertahan akan mati dan menjadi mangsa.”
Tulus menahan lemparannya. Ia menatap Satya yang menatap lurus padanya, menaruh tangan di bahunya yang mengeras. “Dengar! Aku berada di sini sekarang itu pertanda aku harus menolongnya,” kata Tulus diakhiri dengan sebuah senyuman.
Tulus memenuhi tangannya dengan kerikil-kerikil besar, melemparkannya satu persatu sembari mengeluarkan suara dari mulut seumpama mengusir hewan. Rusa besar itu seolah terganggu ia memandang ke arah Tulus, mengangkat tinggi kedua kaki depannya ke langit, mengeluarkan bunyi lenguhan panjang dan ganas. Tulus terdiam dan mengangkat kedua tangan menjatuhkan batu-batu itu ke air. Rusa itu sangat tinggi bayangan tubuhnya seolah menutupi hutan di belakangnya. Ia menjatuhkan kedua kakinya membuat air sungai bergelombang hebat. Tatapan mereka bertemu hanya ada aliran sungai sebagai pembatas jarak mereka. Rusa itu bisa saja menyeberangi sungai yang mungkin hanya sekaki dalamnya dan menyerang mereka semua.
Ternyata tidak, rusa itu berbalik arah memanggil kawanannya dan mengajak mereka semua pergi. Meninggalkan rusa muda itu yang masih tersangkut batu di kakinya. Semua orang menghela napas lega. Satya mendekat ke arah Tulus mencengkram kemeja batiknya, “Kau hampir membahayakan kita semua.”
Tulus terkekeh “Kalau itu terjadi aku yang akan mengorbankan diriku terlebih dahulu supaya kalian semua bisa menyelamatkan diri.”
Satya terdiam. Matanya masih berang dan menyimpan amarah. Tulus melepas cengkraman itu. Saif datang melerai mereka berdua. “Sudah... Sudah...” ujarnya. Saif menahan lengan Satya menenangkannya.
“Kau tidak pantas menjadi pemimpin,” ujar Hakim tangannya menyilang di depan dada dengan pandangan meremehkan.
Tulus membelakangi mereka dan berlalu ke arah sungai tidak mengindahkan perkataan Hakim. Melintasi sungai di depannya menuju ke seberang. “Kau mau kemana?” tanya Julian berteriak. Tulus menunjuk ke arah rusa yang terjebak itu, “Ayo, kita tolong rusa itu dulu!” Semua orang mengembuskan napas dan mengikutinya walau dua orang tampak enggan memendam kekesalan.
Mereka menyeberangi sungai itu beriringan. Sungai itu tidak terlalu deras dan kedalamannya hanya sebetis mereka. Lebarnya pun tidak sampai puluhan langkah. Mereka sampai di dekat rusa itu namun hanya Tulus yang berani mendekat. Rusa yang diperkirakan masih muda itu berukuran sangat besar, dibandingkan manusia yang tengah jongkok, tinggi saat rusa itu merebahkan diri melebihi tinggi manusia. Tubuhnya juga sangat besar dalam rangkulan tangan orang dewasa pun tidak akan sampai setengahnya.
Rusa itu terengah-engah dengan kedua tanduk yang sudah patah di kepalanya. Luka berupa goresan di badan bagian kiri yang tidak tertutup tanah akibat gesekan dengan tanduk lawan. Lukanya tidak terlalu dalam namun agak perih jika dilihat. Yang paling menyedihkan adalah kaki belakangnya yang terperosok dalam di bawah batu besar.
Tulus mendekati dari belakang tubuh rusa, secara perlahan mengelusnya berusaha mengatakan kalau mereka berusaha menolongnya. Tatapan rusa itu yang awalnya awas dan tegang berangsur tenang dan tunduk. Tulus melihat batu besar itu dan berusaha mengangkatnya sayang batu itu cukup besar untuk digerakkan sendirian. Akhirnya, Julian, Bright juga Saif ikut membantu mengangkat batu setidaknya menggeser ke samping memberi ruang buat kaki rusa itu untuk keluar. Setelah beberapa kali percobaan akhirnya batu itu tergeser.
Rusa itu bangkit menjejakkan kakinya ke tanah berulang kali untuk melemaskan pergelangan kakinya. Semua orang menahan napas. Rusa itu benar-benar besar dan tinggi bahkan tanpa tanduknya itu tingginya melebihi tinggi manusia yang berdiri. Kedua pupil matanya beawarna biru sangat cerah seperti langit bercampur laut. Bulunya tampak halus, sedikit panjang juga bersinar. Ia menunduk, menurunkan kepala hampir menyentuh tanah dan mengangkat salah satu kaki depannya. Sebuah isyarat ucapan terima kasih yang sangat tulus. Kemudian, ia berlalu menghilang dari balik semak-semak menuju ke hutan.
Semua orang tertawa sekaligus takjub. Pengalaman yang mendebarkan juga magical. Tulus menjabat kuat tangan Julian, Bright dan Saif atas keberhasilan kerja sama mereka menyelamatkan hewan diluar perkiraan.
***