Namaku Elara, aku berasal dari Sumatra. Impianku membawaku ke Pulau Jawa, tepatnya ke Kampung Inggris, Pare, untuk belajar bahasa Inggris. Awalnya, aku tak pernah membayangkan akan mengenal mereka semua, apalagi menemukan cinta sejati di sini.
Baru saja aku tiba di kamar asrama yang akan menjadi tempat tinggalku selama di Pare. Di sana sudah ada dua gadis, Chloe dan Indah. Sore harinya, setelah selesai membereskan barang, saat aku membuka pintu teras, seorang gadis cantik berpenampilan ala Korea berdiri di depan. Aku tahu namanya Liera dari penjaga asrama. Seharusnya kamar ini diisi empat orang, dan Liera adalah orang terakhir yang datang. Aku mengajaknya masuk dan memperkenalkannya pada Chloe dan Indah.
Ternyata, aku dan Liera sekelas di kelas *grammar* dan *speaking*, sementara Indah dan Chloe berada di kelas lain. Kami memiliki guru-guru yang hebat, seperti Mr. William dan Miss Angel. Di kelas *speaking*, kami berkenalan dengan Ryan dan Evan. Kami semakin akrab. Suatu hari, saat aku, Liera, Evan, dan Ryan mengerjakan tugas *speaking*, kami bertemu Kai dan Leo. Mereka membantu kami mengerjakan tugas. Awalnya, Leo tampak seperti teman biasa. Namun, lama-kelamaan, perhatian dan gombalannya membuatku nyaman.
"Elara, kamu tahu gak bedanya kamu sama bintang?" tanya Leo suatu hari.
"Apa bedanya?" jawabku penasaran.
"Kalau bintang cuma bisa dilihat di langit, kalau kamu bisa dilihat di hatiku," ucap Leo sambil tersenyum.
Atau terkadang, saat kami sedang berkumpul, Leo akan tiba-tiba berkata, "Elara, senyum kamu itu kayak matahari, bisa menerangi hari-hariku."
Aku yakin Leo sedang mendekatiku, meskipun terkadang aku ragu. Beberapa minggu kemudian, Leo menyatakan perasaannya. Aku bingung. Aku nyaman bersamanya, tapi ini adalah pertama kalinya aku merasakan perasaan seperti ini.
Aku bercerita pada teman-teman tentang pengakuan Leo. Mereka bertanya bagaimana perasaanku. Aku jujur, aku nyaman dengan Leo. Mereka menyarankan agar aku jujur pada Leo. Keesokan harinya, aku mengajak Leo bertemu dan mengatakan yang sebenarnya. Leo menerima jawabanku dan berjanji akan berusaha membuatku mencintainya. Dia semakin intens mendekatiku, baik lewat pesan maupun secara langsung.
"Elara, hari ini kamu mau makan apa? Biar aku beliin," tanya Leo lewat pesan.
"Terserah kamu aja, Leo," jawabku.
"Oke, kalau gitu aku beliin makanan kesukaan kamu. Tapi, ada syaratnya," balas Leo.
"Syarat apa?" tanyaku.
"Syaratnya, kamu harus makan sambil mikirin aku," goda Leo.
Perasaan nyaman itu perlahan berubah menjadi cinta. Kami pun berpacaran.
Persahabatan kami semakin erat. Aku semakin mengenal Liera, terutama karena kami sekelas. Aku tahu Liera memiliki masalah keluarga. Sebelum ke Kampung Inggris, dia adalah gadis culun yang sulit bergaul. Di sini, dia berusaha mengubah dirinya, dan aku bangga padanya.
"El, dulu aku gak punya teman sama sekali. Aku selalu sendirian. Tapi, di sini, aku merasa diterima. Kalian semua baik sama aku," cerita Liera suatu malam.
"Lier, kamu gak perlu khawatir. Kita semua sayang sama kamu. Kamu itu teman terbaik kami," hiburku.
Namun, kebahagiaan kami tidak bertahan lama. Aku merasa Chloe dan Indah menjauhi Liera. Awalnya, aku tidak tahu alasannya. Ternyata, mereka iri pada Liera. Indah cemburu karena Kai menyatakan perasaannya pada Liera, sementara Chloe merasa semua cowok mendekati Liera.
"Aku tuh sebel banget sama Liera. Semua cowok kayaknya suka sama dia," keluh Chloe pada Indah.
"Iya, aku juga. Padahal, kan, aku yang lebih dulu dekat sama Kai," timpal Indah.
"Kalian salah paham. Liera gak merebut perhatian cowok-cowok itu," ujarku berusaha menyadarkan mereka.
"Kamu gak tahu apa-apa, Elara," balas Chloe.
Aku menceritakan semuanya pada Liera. Aku terus berusaha menyadarkan Chloe dan Indah. Aku tidak ingin persahabatan kami hancur karena cowok. Akhirnya, usaha kami berhasil. Mereka sadar dan meminta maaf pada Liera. Persahabatan kami kembali seperti semula.
Liera semakin terbuka. Dia sering bercerita tentang dirinya, termasuk tentang hubungannya dengan Mr. William, guru *grammar* kami. Aku merasa ada yang berbeda saat Liera bercerita tentang Mr. William. Nada bicaranya, binar matanya, seperti ada percikan cinta. Tapi, aku tidak mengatakannya pada Liera. Aku ingin dia menyadarinya sendiri.
Saat kami berlibur ke pantai, aku melihat tatapan Mr. William pada Liera juga berbeda. Apalagi saat permainan truth or dare yang aku sarankan. Aku sengaja mengajak mereka bermain untuk menyadarkan perasaan mereka.
Tanpa disangka, persahabatan dan hubunganku dengan Leo berjalan lancar hingga waktu kami di Kampung Inggris berakhir. Kami mengadakan perayaan perpisahan yang penuh keseruan dan keharuan. Malam terakhir, aku dan Leo menghabiskan waktu bersama.
"Elara, aku janji, hubungan kita akan tetap berjalan," ucap Leo sambil menggenggam tanganku.
"Aku juga janji, Leo. Kita akan saling mendukung," balasku.
Keesokan harinya, kami pulang ke tempat asal masing-masing. Setahun kemudian, aku dan Leo akan melanjutkan pendidikan di luar negeri bersama, tentu saja dengan izin orang tua kami.
Beberapa tahun kemudian, persahabatan kami tetap terjalin dengan baik. Aku mendengar kabar bahwa Liera berhasil mengadakan pameran lukisannya yang menceritakan tentang kami di Kampung Inggris. Aku sangat bangga padanya. Sayangnya, aku dan Leo tidak bisa hadir karena sedang sibuk dengan semester terakhir kuliah kami. Kabar bahagia lainnya, Mr. William melamar Liera. Aku sangat senang untuk mereka, meskipun aku tidak bisa hadir di sisi mereka. Semoga persahabatan kami akan tetap seperti ini selamanya.
Annyeong 👋
Comment on chapter POV William