Setelah mengucapkan salam perpisahan yang mengharukan, mereka semua kembali ke tempat asal masing-masing. Liera, dengan hati penuh harapan dan tekad, kembali ke rumahnya. Saat mobil jemputan berhenti di depan gerbang rumah besar keluarganya, Liera turun dengan perasaan campur aduk. Ia menatap rumah itu, tempat kenangan masa kecilnya terukir, namun juga tempat perpisahan orang tuanya terjadi.
Perasaan bimbang menyelimuti Liera. Ia tahu, tugasnya tidaklah mudah. Menyatukan kembali orang tuanya yang keras kepala bukanlah perkara sepele. Namun, ia yakin, cinta yang masih tersisa di hati mereka akan menjadi kekuatan yang mampu mengatasi segala rintangan.
Liera menarik napas dalam-dalam, menguatkan tekadnya, dan melangkah memasuki gerbang rumah. Ia disambut oleh keheningan yang familiar, namun kali ini terasa lebih menusuk. Ia berjalan menuju ruang keluarga, tempat biasanya keluarganya berkumpul.
Di sana, ia menemukan ibunya sedang duduk sendirian, menatap ke luar jendela. Wajahnya tampak lelah, namun matanya memancarkan kelembutan.
"Ibu," panggil Liera, dengan suara pelan.
Ibunya menoleh, dan matanya berbinar melihat Liera. "Liera, kamu sudah pulang," katanya, dengan senyum hangat.
Liera memeluk ibunya erat, melepaskan kerinduan yang selama ini ia pendam. "Iya, Bu," katanya, dengan suara bergetar. "Aku merindukan Ibu."
Mereka berdua duduk bersama, dan Liera mulai bercerita tentang pengalamannya di Kampung Inggris. Ia menceritakan tentang teman-temannya, tentang Mr. William, dan tentang semua pelajaran yang ia dapatkan.
Ibunya mendengarkan dengan seksama, sesekali tersenyum atau tertawa. Ia merasa bangga dengan putrinya, yang telah tumbuh menjadi gadis yang cerdas dan mandiri.
Setelah bercerita tentang pengalamannya, Liera mulai berbicara tentang masalah keluarganya. Ia menceritakan tentang perasaannya, tentang kerinduannya akan keluarga yang utuh, dan tentang keyakinannya bahwa orang tuanya masih saling mencintai. Ibunya terdiam, menatap Liera dengan mata berkaca-kaca. Ia tahu, Liera benar. Ia masih mencintai ayahnya, tetapi gengsi dan luka masa lalu telah menghalangi mereka untuk bersatu kembali.
"Liera, Ibu juga merindukan ayahmu," kata ibunya, dengan suara lirih. "Tapi, Ibu tidak tahu bagaimana cara memulai semuanya lagi."
"Ibu, kita bisa memulainya bersama-sama," kata Liera, dengan senyum penuh harapan. "Kita akan membuat Ayah menyadari bahwa kita semua masih saling mencintai."
Malam harinya, Liera mulai membongkar tas dan kopernya. Saat ia menggeledah tasnya, ia menemukan dua buah surat dengan warna yang berbeda. Ia pertama kali membuka surat berwarna jingga.
Surat dari Evan:
Liera, sahabatku,
Aku menulis surat ini karena aku ingin jujur padamu. Aku menyukaimu, Liera. Sejak pertama kali kita bertemu, aku merasa ada sesuatu yang istimewa dalam dirimu. Tapi, aku tahu kamu hanya menganggapku sebagai teman, dan aku menghargai persahabatan kita. Aku tidak ingin perasaanku merusak hubungan kita. Aku akan selalu ada untukmu, sebagai teman.
Salam,
Evan
Liera tertegun membaca surat itu. Ia tidak menyangka Evan memiliki perasaan seperti itu padanya. Ia merasa tersentuh oleh ketulusan Evan. Kemudian, ia membuka surat berwarna biru langit, warna favoritnya. Surat itu dari Mr. William.
Surat dari Mr. William:
Liera, muridku yang berharga,
Aku ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepadamu. Kamu telah membantuku melupakan masa lalu dan membuka hatiku untuk masa depan. Tanpa kusadari, aku telah menaruh perasaan padamu. Aku baru menyadari hal ini sebelum acara perpisahan kita. Aku tahu ini mungkin mengejutkanmu, dan aku tidak mengharapkan apa pun darimu. Aku hanya ingin kamu tahu perasaanku.
Aku akan selalu mendukungmu, Liera. Aku ingin melihatmu mencapai semua impianmu. Kamu adalah orang yang luar biasa, dan aku yakin kamu akan meraih kesuksesan di masa depan.
Salam hangat,
Mr. William
Air mata Liera menetes saat membaca surat dari Mr. William. Jantungnya berdebar kencang. Ia merasakan perasaan yang berbeda, perasaan hangat dan bahagia, saat membaca surat itu. Ia tidak tahu apa arti perasaan ini, tetapi ia merasa ada sesuatu yang istimewa antara dirinya dan Mr. William.
Setelah membaca kedua surat itu, Liera merasa ada sesuatu yang bergejolak di dalam hatinya. Ia merasa tersentuh oleh ketulusan Evan, dan ia merasa bahagia dengan perasaan Mr. William. Namun, ia tahu bahwa ia harus fokus pada tujuannya saat ini: menyatukan kembali orang tuanya.
Liera mulai merencanakan berbagai cara untuk membuat orang tuanya bertemu dan berbicara. Ia mengatur makan malam keluarga, mengajak mereka berlibur bersama, dan bahkan meminta bantuan teman-teman dekat orang tuanya. Namun, usahanya tidak selalu berjalan mulus. Orang tuanya masih keras kepala dan enggan mengakui perasaan mereka. Meskipun demikian, Liera tidak menyerah. Ia terus berusaha, dengan sabar dan penuh kasih sayang. Ia yakin bahwa cinta yang ada di hati orang tuanya akan mengalahkan semua rintangan.
Di sela-sela usahanya menyatukan orang tuanya, Liera juga mulai mengejar cita-citanya sebagai seorang pelukis profesional. Ia menghabiskan waktu luangnya untuk melukis, mengembangkan tekniknya, dan mencari inspirasi dari sekelilingnya.
Ia mengikuti berbagai pameran seni, bertemu dengan pelukis-pelukis lain, dan belajar dari mereka. Ia juga mulai menjual lukisannya secara online, dan mendapatkan respon positif dari para pecinta seni.
Liera merasa bahagia dan puas dengan kehidupannya. Ia merasa telah menemukan jati dirinya, dan ia bertekad untuk terus berkarya dan menggapai impiannya.
Suatu hari, saat Liera sedang melukis di taman belakang rumahnya, ia melihat orang tuanya sedang duduk bersama, berbicara dengan akrab. Ia tersenyum bahagia, menyadari bahwa usahanya selama ini tidak sia-sia.
Orang tuanya telah menyadari kesalahan mereka, dan mereka memutuskan untuk bersatu kembali. Liera merasa lega dan bahagia, karena akhirnya ia memiliki keluarga yang utuh seperti dulu. Ia kemudian menghampiri orang tuanya, dan mereka bertiga berpelukan erat. Liera merasa lengkap, dan ia tahu bahwa ia telah berhasil mewujudkan impiannya.
Beberapa tahun berlalu, dan Liera telah mencapai banyak hal. Hubungannya dengan teman-temannya tetap kuat, meskipun mereka telah menjalani kehidupan masing-masing. Indah dan kai telah menikah dan menantikan kelahiran anak pertama mereka. Chloe dan Ryan bertunangan dan sedang merencanakan pernikahan mereka. Elara dan Leo melanjutkan studi mereka di Amerika Serikat, mereka sedang mengejar impian bersama. Evan telah sukses dalam karirnya di sebuah perusahaan besar.
Liera sendiri telah menjadi pelukis yang diakui. Ia akan mengadakan pameran seni pertamanya, dengan tema yang sangat personal: "Kisahku di Kampung Inggris". Ia ingin berbagi cerita tentang persahabatan, cinta, dan impian yang telah ia raih bersama teman-temannya. Ia tentu saja berencana mengundang mereka semua untuk hadir.
Namun, ada satu orang yang sangat ingin Liera undang, tetapi ia telah kehilangan kontak dengannya: Mr. William. Ia merasa sedih karena tidak bisa menghubungi gurunya itu. Ia sangat ingin Mr. William melihat betapa jauh ia telah melangkah, dan betapa berharganya semua pelajaran yang telah ia berikan. Liera memutuskan untuk mengunjungi Kampung Inggris, berharap bisa menemukan Mr. William di sana. Ia merasa rindu dengan suasana Kampung Inggris, tempat ia menemukan jati dirinya dan bertemu dengan orang-orang yang mengubah hidupnya.
------------------------
Gimana udah di like π, dikit lagi endingnya π₯Ίππ
Annyeong π
Comment on chapter POV William