Bab 37: Ramadan di Bawah Kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq
Ramadan kali ini terasa berbeda. Bukan karena kekhusyukan ibadah yang berkurang, tetapi karena kepergian Rasulullah ﷺ yang masih meninggalkan duka mendalam di hati kaum Muslimin. Setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, kepemimpinan umat Islam beralih ke tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat terdekat yang dikenal karena keteguhan dan kesetiaannya.
Bulan Ramadan pertama di bawah kepemimpinan Abu Bakar penuh dengan tantangan besar. Kaum Muslimin tidak hanya harus menyesuaikan diri dengan kehilangan Rasulullah ﷺ, tetapi juga menghadapi ancaman dari berbagai pihak.
1. Gejolak di Awal Kepemimpinan
Setelah Rasulullah ﷺ wafat, sebagian suku di Jazirah Arab mulai memberontak. Mereka menolak membayar zakat dan menganggap bahwa perjanjian mereka dengan Islam telah berakhir seiring wafatnya Nabi. Selain itu, muncul nabi-nabi palsu yang mengaku mendapatkan wahyu dari Allah, seperti Musailamah al-Kadzab dan Tulaihah bin Khuwaylid.
Di tengah situasi ini, Ramadan tetap dijalankan dengan penuh semangat oleh kaum Muslimin yang setia. Abu Bakar Ash-Shiddiq tetap memimpin umat dengan keteguhan hati. Di setiap malam Ramadan, beliau menghadiri shalat tarawih dan memastikan bahwa ajaran Islam tetap diamalkan dengan baik.
2. Perang Riddah: Pertempuran Melawan Kemurtadan
Di bulan Ramadan itu, pasukan Muslim yang dipimpin oleh Khalid bin Walid bersiap menghadapi pasukan Musailamah al-Kadzab. Perang Riddah (perang melawan kemurtadan) menjadi salah satu tantangan terbesar di awal kepemimpinan Abu Bakar.
Di siang hari, kaum Muslimin berpuasa dan tetap beribadah, sementara di malam hari, mereka bersiap untuk peperangan. Semangat jihad mereka tidak surut meskipun sedang menjalankan ibadah Ramadan.
Di tengah-tengah pertempuran, Khalid bin Walid mengatur strategi yang cermat. Pasukan Muslim berhasil mengalahkan banyak pemberontak, dan pada akhirnya, setelah beberapa pertempuran sengit, Musailamah al-Kadzab tewas dalam pertempuran di Yamamah.
Kemenangan ini menjadi titik balik penting dalam kepemimpinan Abu Bakar. Islam kembali tegak di seluruh Jazirah Arab, dan kaum Muslimin dapat menjalankan ibadah Ramadan dengan tenang.
3. Abu Bakar dan Kepeduliannya di Bulan Ramadan
Meskipun disibukkan dengan urusan pemerintahan dan peperangan, Abu Bakar tetap menjalankan Ramadan dengan penuh keimanan. Ia sering berkeliling untuk memastikan rakyatnya tidak kekurangan makanan saat berbuka. Ia juga memperbanyak sedekah, memberikan makanan kepada kaum miskin, dan mengajak kaum Muslimin untuk lebih banyak membaca Al-Qur’an.
Di malam-malam terakhir Ramadan, Abu Bakar menangis dalam doanya, mengenang hari-hari ketika ia beribadah bersama Rasulullah ﷺ.
"Ya Allah, jangan biarkan kami tersesat setelah Engkau memberikan kami petunjuk. Tetapkan hati kami dalam keimanan, sebagaimana Engkau tetapkan hati Rasul-Mu di jalan kebenaran."
Dengan keteguhan hati dan keimanannya, Abu Bakar berhasil menjaga persatuan umat Islam di tengah cobaan yang berat. Ramadan di bawah kepemimpinannya menjadi bukti bahwa keimanan sejati tidak hanya terletak dalam ibadah pribadi, tetapi juga dalam perjuangan mempertahankan agama Allah.
Ramadan itu berakhir dengan kemenangan besar bagi kaum Muslimin. Islam tetap tegak, dan umat semakin kuat dalam menghadapi tantangan.
Namun, perjalanan kepemimpinan Abu Bakar masih panjang, dan ia tahu bahwa ujian bagi umat Islam belum berakhir.
"Heh!! Dengerin ya!! Ini gw riset dari tadi, di AI, Quora, sama google, soalnya saya gak tahu, jadi bai bai" -Author.