Malam hari itu ziyad akhirnya pergi ke Masjid untuk melaksanakan ibadah ibadah Maghrib dan sekalian shalat tarawih waktu setelah buka puasa
Pas mau shalat Maghrib.
"Lah kok sepi?! Kayaknya pada shalat di rumah deh" -ucap ziyad
Ketika itu ziyad langsung mendengar adzan kumandang dari masjid sebelah
Ia mengingat kembali ceramah yang pernah ia dengar—bahwa di akhir Ramadan, sebagian orang mulai merasa lelah dan ibadah mereka bisa menurun. Tapi, Ziyad merasa ada sesuatu yang lebih dari sekadar rasa lelah.
Setelah ziyad shalat Maghrib ziyad menunggu orang yang ingin tarawih, Tetapi pada saat itu malah mencium bau aroma yang wangi nya gak kalah ampun
"Loh ini wangi apaan?!" -Ucap ziyad
Pada saat itu akhirnya ia mencari tahu itu apaan dan ternyata aroma itu tidak berasal dari mana mana hanya saja itu adalah parfum yang disemprot.
Tiba tiba ziyad halusinasi
"Eh kok jadi gelap?!" -ucap ziyad
Nabi Muhamad ada di depannya dan tersenyum kepada ziyad
"Umatku........." -ucap nabi Muhammad
"Tunggu ya rosul?!" -Ziyad dengan terkejut
Ziyad melihat nabi Muhamad dengan keadaan itu dan ia bingung dengan keadaan ini.
Ketika melihat itu akhirnya merasa ingin mual tapi gak jadi
Saat di shalat tarawih
Setelah shalat Isya dan tarawih dimulai, Ziyad merasa matanya semakin berat. Di rakaat kedua, ketika ia sujud, kesadarannya mulai memudar. Sekali lagi, ia merasa tertarik ke dalam dunia yang berbeda.
Saat terbangun dalam mimpinya, ia kembali ke Madinah di masa Rasulullah ﷺ. Tapi kali ini, suasana terasa lebih sunyi, lebih tenang.
Ia berjalan di jalanan Madinah yang dipenuhi cahaya bulan. Lalu, ia mendengar suara langkah kaki. Ketika menoleh, ia melihat sosok seorang lelaki berjalan ke arahnya. Wajahnya bercahaya, penuh ketenangan dan kebijaksanaan.
Kembali ke Masa Lalu dalam Mimpi
Setelah mendengar kata-kata Abu Bakar Ash-Shiddiq, Ziyad masih terdiam. Udara malam di Madinah begitu sejuk, angin berhembus pelan, membawa aroma tanah dan kurma yang khas. Ia merasa seperti benar-benar berada di masa lalu, seolah tubuh dan jiwanya telah dipindahkan ke zaman Rasulullah ﷺ.
Tiba-tiba, suara derap langkah kuda terdengar menggema di jalanan kota. Ziyad menoleh ke arah suara itu dan melihat sekelompok orang berkuda mengenakan pakaian perang. Mereka membawa pedang yang berkilauan di bawah cahaya bulan. Di depan barisan itu, berdiri seorang lelaki dengan wajah tegas dan sorot mata penuh keyakinan.
Dialah Umar bin Khattab.
"Wahai anak muda, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Umar dengan suaranya yang lantang namun penuh wibawa.
Ziyad menelan ludah. "Aku... aku tidak tahu. Aku hanya tiba-tiba berada di sini."
Umar menatapnya tajam lalu mengangguk. "Jika kau berada di sini, berarti ada sesuatu yang harus kau saksikan. Ikutlah denganku."
Tanpa ragu, Ziyad mengikuti Umar dan pasukannya. Mereka berjalan menuju sebuah tempat di luar Madinah, di mana api unggun menyala di kejauhan. Saat mereka semakin mendekat, Ziyad menyadari bahwa tempat itu adalah medan perang.
Perang Uhud
Di hadapannya, ratusan pasukan Muslim bersiap menghadapi pasukan Quraisy. Ziyad bisa melihat para sahabat Rasulullah ﷺ yang dikenalnya dari sejarah—Hamzah bin Abdul Muttalib, Ali bin Abi Thalib, dan Sa’d bin Abi Waqqas. Mereka semua bersiap dengan penuh semangat, wajah mereka memancarkan keberanian dan keimanan.
Namun, yang paling menarik perhatian Ziyad adalah sosok Rasulullah ﷺ yang berdiri di tengah-tengah mereka, memberikan arahan dengan tenang. Pakaian perangnya sederhana, tapi auranya begitu kuat, begitu menenangkan.
Ziyad ingin berlari dan menyapa Rasulullah ﷺ, tetapi tubuhnya terasa kaku. Hatinya bergetar melihat Nabi yang selama ini hanya bisa ia bayangkan dari kisah-kisah sejarah.
Tiba-tiba, suara terompet perang berkumandang. Pasukan Quraisy mulai menyerang, dan perang pun pecah.
Ziyad melihat bagaimana kaum Muslimin bertarung dengan gagah berani. Hamzah menerjang musuh dengan penuh kekuatan, Ali bergerak lincah dengan pedangnya, dan Sa’d bin Abi Waqqas memanah dengan presisi yang luar biasa.
Namun, sesuatu terjadi.
Sebagian pasukan Muslim yang bertugas menjaga bukit pemanah mulai turun ke medan perang, mengira bahwa mereka telah menang. Ziyad menyadari apa yang akan terjadi—pasukan Quraisy yang dipimpin Khalid bin Walid (yang saat itu belum masuk Islam) akan menyerang balik dari belakang.
"Tidak! Jangan tinggalkan bukit itu!" teriak Ziyad, tetapi suaranya tidak terdengar oleh siapa pun.
Benar saja, Khalid bin Walid dan pasukannya memutar balik dan menyerang pasukan Muslim dari arah belakang. Kekacauan pun terjadi. Pasukan Muslim mulai tercerai-berai, dan banyak yang gugur.
Ziyad melihat Rasulullah ﷺ terkena serangan hingga terjatuh. Darah mengalir dari wajah beliau, gigi beliau patah, dan para sahabat berusaha melindunginya dengan sekuat tenaga.
Hatinya mencelos. Ia ingin melakukan sesuatu, ingin membantu, tetapi tubuhnya tetap membeku di tempat.
Di tengah kepanikan itu, seorang pria dengan wajah penuh darah berlari ke arah Rasulullah ﷺ, melindungi beliau dengan tubuhnya sendiri. Itu adalah Abu Dujanah, salah satu sahabat yang paling setia.
Ziyad merasa napasnya semakin berat. Ia ingin berteriak, ingin menangis, tetapi semuanya terasa begitu nyata.
Lalu, tiba-tiba semuanya menjadi gelap.
Kembali ke Dunia Nyata
Ziyad terbangun dengan napas tersengal-sengal. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Ia masih berada di masjid, dan shalat tarawih telah usai.
Ia menatap sekeliling dengan bingung. Beberapa orang mulai beranjak pulang, sementara sebagian lainnya masih berzikir.
Ziyad memegang dadanya. Hatinya masih berdegup kencang.
Mimpi itu... begitu nyata.
Ia baru saja menyaksikan Perang Uhud dengan matanya sendiri.
Dan kini, ia sadar bahwa perjalanan ini belum berakhir.