dan disini ziyad tubuh bergetar melihat Tuhan Allah SWT telah memanggil hambanya kesini
Ziyad berdiri di tengah kegelapan yang begitu luas. Tidak ada langit, tidak ada tanah, hanya kehampaan yang seolah menelannya bulat-bulat. Tubuhnya bergetar hebat, bukan karena dingin, tetapi karena rasa yang tidak bisa dijelaskan—ketakutan, harapan, ketundukan.
Kemudian, suara itu datang.
Bukan sekadar suara, tetapi sesuatu yang mengguncang seluruh keberadaannya. Suara yang tidak bisa dibandingkan dengan apapun di dunia. Tidak menggelegar, tetapi memenuhi segala ruang. Tidak berbisik, tetapi terdengar dalam hati hingga ke lubuk jiwa terdalam.
"Wahai hamba-Ku..."
Ziyad merasa lututnya lemas. Ia jatuh bersimpuh, wajahnya tertunduk. Air matanya mengalir begitu saja.
"Aku telah memanggilmu ke sini..."
Hatinya semakin bergetar. Ia tidak berani mengangkat kepala.
"Apakah kau telah memahami arti perjalananmu?"
Ziyad menggigit bibirnya. Seluruh mimpi-mimpi yang ia alami, pertemuannya dengan Rasulullah ﷺ, pertempuran-pertempuran di masa lalu, semuanya berputar di benaknya.
"Aku..." Suaranya bergetar. "Aku tidak tahu apakah aku sudah memahami semuanya... Tapi aku tahu satu hal..."
Hening. Seolah seluruh alam menunggu jawabannya.
"Aku hanya seorang hamba yang lemah... Aku penuh dosa, penuh kesalahan... Tapi jika Engkau masih berkenan memberi aku kesempatan..." Ziyad menelan ludah, suaranya semakin lirih. "Aku ingin kembali, ya Allah. Aku ingin melakukan sesuatu untuk agamaku. Aku ingin menebus waktuku yang selama ini terbuang sia-sia."
Tiba-tiba, cahaya terang menyelimutinya. Bukan cahaya yang menyilaukan, tetapi cahaya yang menenangkan, yang meresap ke dalam jiwanya.
"Bangkitlah, wahai hamba-Ku..."
Seketika, dunia kembali berputar. Ziyad merasa seperti ditarik dengan kecepatan yang luar biasa.
Dan ketika ia membuka mata, ia kembali ke dunia nyata.
Ramadan masih berlangsung.
Tapi kini, hatinya telah berubah.
Ruby tidak tidur dia masih sibuk membuat animasi soalnya ia juga memiliki bakat kok.
"Loh?! Ruby?! Kamu masih sibuk?!" -Tanya ziyad
Kata Ruby dengan menjawab
"iya Deng emang kenapa?!" -Kata Ruby
"ini udah malem Ruby, kamu gak tidur?!" -ucap si ziyad
Dengan hal itu Ruby langsung menjawab
"Enggak kok" -Jawab Ruby
"Hadeh, yaudah Deng" -Jawab si ziyad
Ziyad berjalan ke tempat dapur dan mengambil minum lalu ia kembali ke kamar dan tidur
Langit Madinah tampak berpendar keemasan ketika matahari hampir tenggelam di ufuk barat. Angin gurun bertiup membawa debu dan harapan yang bergemuruh di dada para mujahid. Ramadan kali ini bukan hanya tentang puasa dan ibadah di malam hari, tetapi juga tentang perjuangan yang menentukan masa depan umat Islam.
Di medan perang, pasukan Muslim berdiri dalam barisan yang rapat. Cahaya matahari senja memantulkan kilauan di ujung pedang dan tombak mereka. Di hadapan mereka, pasukan Quraisy telah siap dengan jumlah yang lebih besar, senjata yang lebih banyak, dan keyakinan bahwa mereka bisa memadamkan cahaya Islam untuk selamanya.
Khalid bin Walid berdiri tegap, memegang pedangnya erat. Sebelum masuk Islam, ia adalah panglima Quraisy yang menebarkan ketakutan di banyak pertempuran. Tapi kini, ia berdiri di sisi kebenaran, menjadi pedang Allah yang tidak terkalahkan.
Di barisan terdepan, Zubair bin Awwam menggenggam pedangnya dengan mantap. Ia menatap pasukan musuh dengan penuh kewaspadaan, sementara Sa’ad bin Abi Waqqas menyiapkan busur panahnya.
Rasulullah ﷺ, dengan wajah bercahaya penuh ketenangan, mengangkat kedua tangannya ke langit. Dari bibirnya terucap doa yang mengguncang arsy:
"Ya Allah, berikanlah kemenangan yang telah Engkau janjikan. Lindungilah hamba-hamba-Mu yang berjuang di jalan-Mu."
Dari kejauhan, dentuman suara genderang perang mulai terdengar. Pasukan Quraisy menerjang dengan kecepatan penuh, debu-debu beterbangan di belakang mereka.
“Allahu Akbar!” Seruan perang dari pasukan Muslim menggema di seluruh penjuru medan pertempuran.
Khalid bin Walid mengayunkan pedangnya dengan penuh ketangkasan, menebas musuh yang mendekat. Zubair bin Awwam menerjang dengan keberanian singa, menusukkan pedangnya ke lawan yang mencoba menerobos pertahanan Muslim.
Sementara itu, Sa’ad bin Abi Waqqas memanah dengan kecepatan yang luar biasa. Panah-panahnya melesat, mengenai sasaran dengan ketepatan yang tak tertandingi.
Di tengah pertempuran, seorang prajurit Quraisy berteriak, “Di mana Muhammad?! Bunuh dia, dan Islam akan berakhir!”
Mendengar itu, Ali bin Abi Thalib maju dengan amarah yang membara. Dengan kekuatan yang luar biasa, ia menghantamkan pedangnya, membuat musuh terpental.
Namun, jumlah pasukan Quraisy begitu banyak. Pasukan Muslim mulai terdesak.
Di saat kritis itu, dari belakang pasukan Muslim, muncul pasukan berkuda yang dipimpin oleh Khalid bin Walid. Dengan kecepatan kilat, mereka menerobos barisan musuh, menghancurkan formasi mereka.
Pasukan Quraisy mulai panik.
Ziyad, yang entah bagaimana berada di tengah pertempuran ini, menyaksikan semuanya dengan mata kepala sendiri. Hatinya bergetar. Ia melihat betapa gigihnya para sahabat Nabi ﷺ mempertahankan Islam.
Dan tiba-tiba, dunia kembali berputar.
Saat ia membuka mata, ia kembali berada di dunia nyata.
Ramadan masih berlangsung.
Tapi kini, hatinya telah berubah. Ia tahu bahwa Islam bukan hanya tentang ibadah pribadi, tetapi tentang perjuangan mempertahankan kebenaran.