Ruang makan mewah dengan meja besar dan kursi-kursi berukir. Cahaya lampu kristal menggantung di atas meja makan, menerangi hidangan mewah yang tersaji. papanya baru saja pulang dari dinas dibeberapa negara setelah kurang lebih 2 bulan tidak pulang.
"Lita, Papa sudah memikirkannya matang-matang," suara Papa Lita memecah keheningan ruang makan.
"Kamu akan kuliah di Amerika. Papa ingin kamu mengambil jurusan bisnis di sana."
Lita yang sedang makan malam, menghentikan gerakannya. Ia menatap ayahnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Kuliah di Amerika, Pa?" tanya Lita dengan suara pelan.
"Ya, Lita. Ini untuk kebaikanmu juga. Di Amerika, kamu akan mendapatkan pendidikan terbaik. Setelah lulus S2, kamu akan Papa angkat menjadi Presdir di perusahaan kita," jawab Papa Lita dengan nada tegas.
Lita terdiam. Ia tahu, ayahnya tidak akan menerima penolakan. Lita sudah seringkali merasakan bahwa hidupnya bagaikan boneka yang dikendalikan oleh ayahnya. Semua keputusan penting dalam hidupnya selalu diatur oleh ayahnya, termasuk soal pendidikan dan karir.
"Tapi, Pa..." Lita mencoba untuk menyampaikan pendapatnya, namun Papa Lita сразу memotongnya.
"Tidak ada tapi-tapi, Lita. Papa sudah memutuskan semuanya. Kamu hanya perlu belajar yang rajin dan meraih gelar S2-mu di sana," kata Papa Lita dengan nada tidak ingin dibantah.
Lita menghela napas pasrah. Ia tahu, percuma saja mencoba membantah. Ayahnya sudah membuat keputusan dan tidak akan mengubahnya. Lita hanya bisa menelan kekecewaannya dan menerima kenyataan bahwa ia harus kuliah di Amerika, meskipun hatinya tidak menginginkannya.
"Baik, Pa," jawab Lita dengan suara yang terdengar lesu.
Papa Lita mengangguk puas. Ia tidak menyadari bahwa keputusannya telah membuat hati putrinya terluka. Baginya, yang terpenting adalah masa depan perusahaan dan kesuksesan Lita.
Setelah makan malam selesai, Lita pergi ke kamarnya dengan perasaan campur aduk. Ia merasa sedih, marah, dan kecewa. Ia ingin memiliki kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri, namun ia merasa tidak punya pilihan. Lita hanya bisa berharap, suatu saat nanti ia bisa keluar dari "sangkar" yang telah dibuat oleh ayahnya.