Di Kantin Sekolah
Lita, Reno, Dinda, Rani, Andika, dan Dimas sedang berkumpul di kantin sekolah saat jam istirahat. Mereka duduk di sebuah meja besar sambil menikmati makanan masing-masing.
"Eh, tau gak sih? Kemarin aku lihat kucing naik motor," celetuk Dimas tiba-tiba, memecah keheningan.
"Hah? Kucing naik motor? Yang bener aja lo, Dim," sahut Rani dengan wajah polosnya.
"Ga mungkin ran, masa kucing bisa naik motor," timpal Dinda sambil tertawa kecil.
"Itu cuma guyonan, Rani," kata Andika sambil terkekeh. "Dimas emang suka ngelawak, kadang-kadang garing sih."
"Heh, gak garing ya! Ini lawakan berkelas tau gak," balas Dimas dengan nada sedikit kesal.
Lita yang dari tadi diam saja, tiba-tiba bertanya pada Reno,
"Kamu lagi sibuk apa sih, Ren? Kok kayaknya serius banget dari tadi."
Reno yang sedang fokus dengan makanannya, langsung menoleh ke arah Lita. "Oh ini, aku lagi mikirin tugas dari guru. Susah banget tau gak sih."
"Tugas apa? Boleh aku lihat?" tanya Lita sambil mengulurkan tangannya.
Reno memberikan kertas tugasnya kepada Lita. Lita membaca soal-soal di kertas itu dengan seksama.
"Wah, ini sih kayaknya seru nih. Aku bantuin ngerjain ya?" kata Lita dengan semangat.
"Beneran? Makasih ya, Sayang. Kamu emang yang terbaik deh," kata Reno sambil mengusap rambut Lita dengan lembut.
Rani yang melihat kemesraan Lita dan Reno, langsung menggoda mereka.
"Cie-cie, yang lagi kasmaran. Kapan nih kita nyusul?"
"Ih, apaan sih lo, ran," balas Lita dengan wajah sedikit memerah.
"Udah-udah, jangan ganggu mereka. Mending kita lanjutin makan aja," kata Dinda menengahi.Mereka pun kembali melanjutkan makan sambil berbincang-bincang tentang berbagai hal. Sesekali mereka tertawa mendengar lelucon dari Dimas dan Rani. Suasana di kantin itu terasa sangat hangat dan menyenangkan.
Dua bulan kemudian, hubungan Lita Dan reno makin mesra. Sampai ketika pengambilan raport kenaikan kelas. Dengan langkah gontai Lita memasuki rumahnya. Ia tahu, kemarahan papanya sudah di ubun-ubun. Rapor di tangannya menjadi saksi bisu penurunan drastis nilainya.
"Lita, bisa jelaskan apa yang terjadi dengan nilai kamu?" suara papanya menggelegar di ruang tamu. Wajahnya merah padam, matanya menyorotkan kekecewaan.
Lita hanya bisa menunduk, air matanya sudah di pelupuk mata. "Maaf, Pa," hanya itu yang bisa ia ucapkan.
"Maaf? Kamu bilang maaf setelah membuat nilai kamu terjun bebas seperti ini? Apa kamu sadar kalau kamu itu sudah kelas 12? Ini tahun penentuan kamu masuk universitas impian kamu!"
Lita terdiam, tidak berani menatap papanya. Ia tahu, papanya tidak akanMain-Main kali ini.
"Papa tidak mau tahu alasan kamu apa. Yang jelas, mulai sekarang kamu harus belajar lebih giat lagi. Papa sudah siapkan jadwal les yang super padat untuk kamu. Kamu harus ikut semuanya, tidak ada alasan!"
Lita mendongak, matanya membulat sempurna. "Les? Jadwal super padat? Pa, itu terlalu berlebihan!"
"Tidak ada yang berlebihan untuk kebaikan kamu. Kamu harus Focus belajar, tidak ada lagiMain-Main! Atau, kamu mau Papa kasih pilihan lain?"
Lita menelan ludah, firasatnya tidak enak. "Pilihan apa, Pa?"
"Kamu pilih, ikut les dengan jadwal super padat yang sudah Papa atur, atau kamu tinggalkan Reno danFocus belajar."
Lita terkejut, ia tidak menyangka papanya akan memberikan pilihan seperti itu. Antara Reno dan masa depannya, Lita benar-benar bimbang.
Setelah berpikir cukup lama, Lita akhirnya memilih untuk menerima jadwal les super padat yang diatur oleh papanya. Ia berjanji akan belajar lebih giat lagi dan membuktikan kepada papanya bahwa ia bisa meraih kesuksesan meskipun harus berkorban banyak hal.