Setelah mengikuti operasi sampai tiga kali hari ini, ditambah dia juga jaga malam, barulah sekarang Yura bisa merebahkan tubuhnya di sofa ruang jaga. Rasanya dia sesak napas sedari tadi saking sibuknya. Dan salah satunya adalah operasi pertamanya sebagai jibdoeui. Dokter utama yang mengoperasi.
Wah, rasanya tegang saat operasi pertamanya ditemani oleh Profesor Kim itu masih terasa di tulangnya.
Tok tok
Tak lama ketukan pintu itu berbunyi, seseorang yang sangat Yura kenal berjalan masuk ke dalam. "Han Yura."
Yura membuka matanya mendengar namanya dipanggil. "Eo? Neon wae yeogi isseo?" Dirinya bangkit dari tidurnya dan duduk lalu mengecek jam di hapenya yang tergeletak di meja. "Ini kan sudah jam 10 malam."
Rowoon mengulurkan kopi hangat untuk Yura dan ikut duduk di sebelahnya. "iya. Tadi aku sudah pulang dulu ke rumah, tapi kembali lagi karna kata Minjun kau jaga hari ini."
Yura menerimanya dengan senang hati. Menghirup wangi kopi seakan menaikkan energinya sedikit. Ibaratnya kalau ini dalam game, mungkin nyawanya bertambah sekitar 10XP. "Thankyou! Untuk apa kau kembali kesini?"
"Membawakanmu kopi, tentu saja. Kau juga penuh dengan operasi hari ini kan? Apalagi hari ini operasi pertamamu sebagai dokter utama." Rowoon terlihat sangat bangga saat mengatakannya. Tentu saja dia bangga karna temannya operasi sebagai dokter utama hari ini. "Woo!! Chukha handa!" katanya sambil menyinggung bahu Yura dengan bahunya pelan.
"Kau pasti tau dari Minjun, kan?" walaupun jawaban Yura seperti itu, tapi Yura juga tersenyum pada Rowoon.
"Tentu saja. Dari mana lagi. Bagaimana? Ada yang mau kau ceritakan? Bagaimana rasanya?"
Yura menyesap kopi hangat sebentar lalu baru membuka suara. "Wah, rasanya sangat tegang. Bahkan rasanya sekarang aku masih di ruang operasi sekarang."
"Mau aku tampol biar kau sadar kalau sekarang kau sedang di ruang jaga?"
"Jugeullae?" kata Yura sambil memberikan sedikit tatapan membunuh pada temannya itu. Rowoon langsung menggeleng dan sedikit menjauh tapi tertawa kecil. "Yah, benar-benar lega dan membuatku senang sih. Karna semua berjalan dengan baik. Professor Kim juga tumben sekali tidak galak seperti biasanya."
"Mungkin—"
"Sebentar."Yura merasa ponselnya bergetar. Dan matanya langsung berbinar saat melihatbahwa itu adalah jawaban pesan dari Minhyuk. Kopinya langsung ia letakkan dimeja dan sibuk membalas pesan Minhyuk.
Melihat temannya sibuk membalas pesan sambil tersenyum lebar, rowoon yang tadi omongannya terpotong jadi penasaran juga. Siapa yang bisa membuat Yura yang tadinya lelah tak ada tenaga, sampai bisa langsung tersenyum. "kau terlihat senang sekali?
Yura yang selesai chat, akhirnya meletakkan ponselnya kembali ke meja, lalu menatap rowoon tersenyum. "Kenapa memangnya?"
"Ani.. aku hanya penasaran saja. Karna sampai beberapa menit yang lalu, kau masih lelah dan tidak ada tenaga. Siapa? Orang yang kau sukai itu kah?"
"Anigeodeun!" yura langsung membuang wajahnya dengan cepat. Dan itu semakin membuat Rowoon penasaran. Apakah benar-benar ada orang yang sedang Yura sukai.
"Kau memang menyukainya kan?"
"Tidak ya. Itu kakaknya Minjun, Minhyuk. Teman baru. Hanya teman. Dan dia akan menjadi fotografer di acara panti asuhan nanti."
Rowoon hanya ber-oh ria, tidak membalas apapun.
"Kau tidak mau pulang?"
"Nanti saja. Kau tidur dulu saja. Nanti aku akan bangunkan jika ada yang mencarimu," pinta Rowoon dengan pelan.
Yura menangguk ragu tapi tetap kembali menyenderkan tubuhnya ke sofa lalu menutup matanya. "Terima kasih untuk kopinya."
"Anything for you, devil."
"Baru saja kau berbuat baik, sekarang kau mengajakku ribut," ujarnya sambil menutup mata.
Rowoon terkekeh lalu membuka jaketnya dan menutupi tubuh yura dengan jaketnya agar tidak terlalu dingin. "Tidurlah saja."
Yuramengangguk dan perlahan mulai masuk ke alam mimpi. Meninggalkan rowoon yangduduk di sampingnya sambil menatapnya dengan senyum tulus.
***
Minhyuk sedang berada di salh satu kafe di Hongdae, karna disanalah dia akan bertemu dengan editornya. Kali ini editornya berkata lebih baik untuk rapat di luar agensi saja karna direktur sedang mengamuk. Salah satu karyawannya ada yang salah membayar gedung untuk pameran salah satu fotografer.
"Jadi? Direktur Hwang masih marah?" tanya Minhyuk pelan sambil mengeluarkan SD cardnya dari kamera untuk diberikan pada editor yang baru saja sampai. Minhyuk memang tipikal orang yang lebih suka untuk datang lebih dulu. Jadi dia tidak masalah untuk menunggu sebentar.
Editor bernama Moon Gihwan itu menghela napasnya pelan lalu menerima SD card tersebut. "Iya, tapi memang sudah agak redaan sih. Lagipula, kenapa juga Manajer Min harus meminta anak baru untuk melakukannya tanpa keterangan yang jelas. Haduh."
Minhyuk terkekeh pelan. "Kau sudah makan, Editor-nim?"
Editor Moon menggelengkan kepalanya. "Hampir tidak ada waktu untuk makan belakangan ini. Aku sedang mengerjakan penyuntingan untuk photobook fotografer Joo Haeun, lalu masih ada foto yang perlu disunting untuk majalah bulan ini."
"Wah, kau sibuk sekali, Editor-nim," kata Minhyuk sambil bertepuk tangan karna editornya ini sibuk sekali. "Kalau begitu, kau bisa makan dulu. Sambil membicarakan fotonya untuk pameran dan majalah."
Editor Moon mengangguk setuju, karna perutnya memang sudah lapar juga. "Kau jadi mau mengadakan pameran kapan? Apakah sudah ada kepikiran tema dan foto-fotonya?"
"Hm, belum. Tapi sepertinya aku ingin memakai foto-foto acara panti asuhan nanti. Tapi tentu saja itu perlu ijin kan? Bolehkah kau membantuku untuk mengajukan izin itu ke rumah sakit?"
Editor setelah memakan kue yang tadi sudah dibeli oleh Minhyuk itu menjawab, "Boleh. Nanti biar kubicarakan pada project manager terlebih dahulu ya."
"Terimakasih, Moon Editor-nim."