Suara ceria dan tawa anak-anak memenuhi udara di Lotte World, namun di antara keramaian itu, Dami dan Jian berjalan menuju gerbang keluar. Dami melangkah penuh semangat, menikmati sisa-sisa kebahagiaannya. Namun, Jian tampak berhenti, diam di tempat seolah terjebak dalam pikirannya sendiri. Dami menoleh ke belakang, bingung.
"Jian-ah? Wae geurae?" tanya Dami, merasakan ada yang tidak beres.
Jian menggeleng pelan, tatapannya kosong. "Waktu bermain kita sudah habis, Dami-ya. Sudah waktunya kau kembali."
Dami tidak bisa mempercayai kata-kata itu. "Tidak! Aku ingin tetap di sini lebih lama! Kita baru saja mulai bersenang-senang!" Dami membalas dengan nada putus asa.
"Dami-ya..." Jian berusaha menenangkan. "Ini bukan tempatmu. Belum saatnya kau pergi. Masih ada banyak orang di luar sana yang menunggu kau untuk membuka matamu."
Air mata mulai menggenang di pelupuk mata Dami. "Tapi aku ingin tinggal bersamamu, Jo Jian! Aku merasa bahagia di sini."
"Song Dami." Jian mendekat, memeluk Dami erat. "Semua akan baik-baik saja. Aku minta maaf karena membuatmu mengalami semua ini. Ingat, masih banyak yang menyayangimu."
Tangisan Dami semakin keras, mengingat semua yang telah terjadi. Ia merasa sangat kehilangan, namun pelukan Jian memberikan sedikit kenyamanan. "Tapi, Jian-ah... aku merasa sendirian," isaknya.
"Ani, kau tidak sendirian. Aku akan selalu ada untukmu, meski tidak di sampingmu langsung. Dan kau masih punya keluarga, Seungjae juga," kata Jian lembut, melepaskan pelukannya perlahan. "Sekarang, aku ingin kau melangkah keluar dari gerbang ini. Mari kita buka lembaran baru, ya?"
Dengan air mata yang masih mengalir, Dami mengangguk pelan. Bersama Jian, ia melangkahkan kaki keluar dari gerbang. Saat melangkah, Dami berbalik untuk melambaikan tangan kepada Jian.
Jian tersenyum, melambaikan tangan kembali. "Berbahagialah kau, Song Dami! Saranghae, chinguya! Aku akan selalu ada di sini untukmu!"
***
Kegelapan perlahan menghilang, dan suara yang samar mulai memenuhi telinga Dami. Dia merasa air mata mengalir di pipinya. Ketika matanya terbuka, semua terasa kabur, tetapi saat pandangannya mulai jelas, ia melihat dua sosok yang sangat dikenalnya. Seungjae dan Sangho berdiri di belakang kaca, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran.
"Dami-ssi! Kau sudah bangun!" teriak Seungjae, matanya bersinar penuh harapan. Tanpa menunggu, ia berlari untuk memanggil tenaga medis.
Sangho tetap berdiri, menatap Dami dari balik kaca. Beberapa detik kemudian, tenaga medis datang dengan cepat, memeriksa kondisi Dami. Mereka bekerja dengan sigap, melakukan segala pengecekan yang diperlukan. Dami hanya bisa terbaring, merasa bingung dengan semua yang terjadi.
Setelah beberapa jam yang terasa seperti selamanya, Dami akhirnya dipindahkan ke ruang inap biasa. Di ruangan yang tenang itu, Seungjae dan Sangho menunggu dengan gelisah. Mereka menatap Dami, berharap semuanya baik-baik saja.
Dami tersenyum lemah. "Aku baik-baik saja," katanya, suaranya pelan namun penuh keyakinan. "Maaf sudah membuat kalian khawatir."
Sangho mengangguk, lalu mendekat dan memeluk Dami. "Aniya, gwaenchanha. Yang terpenting, kau sudah kembali," katanya dengan lembut, suaranya bergetar karena emosi.
Seungjae, yang berada di sisi lain tempat tidur, hanya bisa menatap Dami. Ada perasaan lega yang menyelimuti hatinya, tetapi juga kekhawatiran yang terus mengganggu. Ia menggerakkan tangan, meraih tangan Dami yang tergeletak di tempat tidur. Dami sedikit terkejut merasakan sentuhan itu dan menatap Seungjae dari balik punggung Sangho.
"Tolong... tolong jangan tinggalkan aku lagi," kata Seungjae akhirnya, suaranya pelan namun penuh makna.
Semua terdiam sejenak, merasakan kedalaman kata-kata tersebut. Dami menatap Seungjae, berusaha mencari kekuatan dalam tatapan mata pria itu. Dengan perlahan, dia mengangguk mantap. "Aku tidak akan pergi lagi," jawabnya, senyumnya mulai merekah, memancarkan harapan yang baru.
Sangho juga ikut tersenyum, melihat interaksi antara mereka. "Aku senang mendengar itu," katanya, suaranya penuh kasih sayang. "Kita akan melewati semua ini bersama-sama."
Dami merasakan kehangatan dari kedekatan mereka. Momen sederhana itu membuatnya merasa lebih kuat. Dia mengeratkan genggaman tangannya pada Seungjae, merasa nyaman dengan kehadirannya.
"Gomawoyo, Seungjae-ssi. Kau sudah ada untukku," Dami berkata, mengingat semua momen yang telah mereka lewati bersama.
"Tidak perlu berterima kasih. Aku akan selalu ada di sini, selamanya," jawab Seungjae, senyumnya tulus, membuat Dami merasa lebih tenang.
Kehangatan dalam ruangan itu membuat Dami merasa di rumah. Dengan Sangho dan Seungjae di sampingnya, dia merasa siap untuk menghadapi segala sesuatu yang akan datang. Meskipun perjalanan mereka tidak akan mudah, mereka akan melaluinya bersama.
***
Setelah peristiwa itu, Dami berusaha untuk menjalani hidupnya dengan semangat baru. Dengan dukungan Seungjae dan Sangho, dia belajar untuk bangkit dari kesedihan dan trauma yang menghantuinya. Setiap hari adalah langkah baru, dan dia tahu bahwa dia tidak sendirian. Dalam perjalanan ini, dia akan menemukan makna hidup dan cinta yang lebih dalam, bersyukur atas setiap momen yang ada.