Loading...
Logo TinLit
Read Story - Between Us
MENU
About Us  

(Flashback)

Jian menatap lurus ke arah jendela kantor, meskipun pikirannya sedang melayang jauh dari pemandangan yang ia lihat. Hari itu, rasanya semua beban dunia menimpanya sekaligus. Atasannya baru saja mengomel habis-habisan, suaranya yang tajam dan nada merendahkan masih terngiang-ngiang di telinganya.

"Bagaimana bisa kau melakukan kesalahan sebesar ini, Jian-ssi?! Klien kita hampir membatalkan kontrak karena kesalahan laporanmu!"

Jian tidak bisa menjelaskan, meskipun dia sangat ingin. Kesalahan itu bukanlah pekerjaannya. Itu adalah pekerjaan salah satu rekan timnya, tapi rekan itu dengan mudah melemparkan tanggung jawab kepada Jian ketika masalah muncul. Jian hanya bisa diam dan menerima semua omelan itu karena siapa yang akan mempercayai seorang karyawan junior sepertinya dibandingkan dengan rekan kerja yang lebih senior?

Ketika omelan berakhir, Jian merasa dirinya kosong. Pekerjaan yang semula menjadi kebanggaannya, kini terasa sebagai beban. Ia duduk di mejanya, mencoba untuk menyelesaikan tugas yang lain, tetapi setiap kali ia mengetik, pikirannya kembali ke omelan tadi. Rasa marah, frustrasi, dan tidak berdaya berputar-putar di dalam kepalanya.

Malam itu, ketika akhirnya ia sampai di rumah, Jian berpikir bahwa segalanya akan lebih baik jika ia bisa berbicara dengan kekasihnya. Ia mengirim pesan untuk bertemu, berharap setidaknya kekasihnya bisa menjadi pelipur laranya setelah hari yang berat ini.

Namun yang terjadi justru sebaliknya.

"Kita tidak bisa lanjut seperti ini, Jian-ah," kata kekasihnya dengan nada datar. "Kita sudah tidak cocok lagi. Aku rasa lebih baik kita mengakhiri ini."

Kata-kata itu menghantam Jian seperti pukulan telak. Di saat ia membutuhkan seseorang untuk bersandar, kekasihnya malah memutuskan hubungan mereka. Jian berusaha merayu, mencoba menjelaskan bahwa ia hanya sedang dalam masa sulit dan semuanya bisa diperbaiki, tetapi kekasihnya tidak tertarik mendengarkan. Ia merasa hatinya hancur berkeping-keping. Tidak ada satu pun hal yang berjalan baik dalam hidupnya hari itu.

Ketika kekasihnya pergi meninggalkannya di taman, Jian berdiri diam dalam keheningan malam. Angin dingin malam itu terasa menusuk kulit, tapi Jian tidak merasakannya. Semua terasa hampa, seperti dunia ini tidak lagi memiliki tempat untuknya. Pekerjaan yang membuatnya terpuruk, kekasih yang meninggalkannya, dan perasaan sendirian yang semakin membebani. Jian mulai merasa bahwa hidupnya sudah tidak lagi berarti.

***

Di tempat lain, Dami sedang bergulat dengan setumpuk pekerjaan baru yang diberikan padanya. Senior yang seharusnya mengerjakan proyek tersebut tiba-tiba menghilang, meninggalkan tanggung jawab besar di tangan Dami yang baru saja mulai bekerja. Ruangan kantor kecil yang ia tempati terasa lebih sempit ketika dokumen-dokumen menumpuk di mejanya. Telepon kantor berdering tanpa henti, dan email masuk bertubi-tubi.

Dami menarik napas dalam-dalam, berusaha keras menjaga fokusnya, meskipun kepalanya berdenyut nyeri karena tekanan yang begitu besar. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Nama Jian muncul di layar, tetapi Dami merasa tidak punya waktu untuk hal lain saat ini. Dia sedang tenggelam dalam pekerjaan yang seakan tak ada habisnya. Dengan cepat, ia mengangkat telepon itu, tetapi suaranya terdengar dingin dan penuh tekanan.

"Jian-ah, aku lagi sibuk. Wae?" katanya, tanpa menyadari tangis di ujung sana.

"Aku... aku butuh bicara, Dami-ya." suara Jian terdengar lemah, serak. Namun, Dami yang sedang penuh dengan beban pekerjaan tidak memperhatikan.

"Aku beneran lagi tidak bisa, Jian-ah. Kau bisa menyelesaikan masalahmu sendiri, kan? Jangan manja," jawab Dami, suaranya terdengar tajam.

Kata-kata itu menghantam Jian lebih keras daripada yang Dami duga. Jian yang sedang berusaha keras mencari dukungan dari sahabat terbaiknya, malah menerima penolakan. Air matanya mulai mengalir lebih deras, ia merasa sepenuhnya sendirian. Telepon itu berakhir dengan isakan Jian yang semakin keras, tetapi Dami, di sisi lain, sudah menutup telepon dan kembali tenggelam dalam pekerjaannya.

Malam itu, Jian memutuskan untuk berjalan tanpa arah. Hatinya dipenuhi dengan rasa sakit yang tak tertahankan. Ia berjalan di sepanjang jalan, tidak peduli ke mana kakinya membawanya. Hingga akhirnya, ia sampai di tepi jembatan Sungai Han. Suara air yang mengalir deras di bawahnya seakan memanggilnya, memberi bisikan gelap bahwa mungkin inilah akhir yang tepat.

Langit mulai mendung, hujan turun perlahan, seakan-akan alam merespons kesedihan yang ia rasakan. Jian berdiri di tepi jembatan, memandang jauh ke sungai yang mengalir di bawahnya. Pikirannya melayang-layang, antara keputusan untuk tetap hidup atau menyerah pada semua kesedihan ini.

Setelah beberapa lama, dengan hati yang sepenuhnya hancur, Jian akhirnya membuat keputusan. Dengan air mata yang bercampur dengan hujan, ia melangkah lebih dekat ke pinggir jembatan, memandang terakhir kalinya ke dunia yang tidak lagi ia rasa sebagai tempat yang bisa memberikan kebahagiaan.

Dan dalam satu gerakan, ia melompat ke dalam sungai yang dingin dan deras.

***

Dami sedang menyelesaikan pekerjaannya di kantor ketika ponselnya kembali berdering. Nama yang muncul kali ini membuat hatinya berhenti sejenak: Mama Jian. Dami mengangkat telepon itu dengan cepat, rasa takut tiba-tiba menyelimuti pikirannya.

"Dami-ya.. Dami-ya, Jian-ie... Jian jatuh dari jembatan di Sungai Han!" suara di ujung sana terdengar putus asa dan penuh dengan tangis. "Ada orang yang melihat dia jatuh... mereka sudah menelepon 911, tapi arus sungainya deras... mereka belum bisa menemukannya."

Dunia Dami seakan runtuh saat itu juga. Pikirannya kembali ke percakapan terakhir dengan Jian. Kata-katanya yang kasar dan tajam, serta bagaimana ia mengabaikan sahabatnya yang sedang putus asa. Dami merasa seakan udara di sekelilingnya hilang, membuatnya sulit bernapas. Segera, tanpa berpikir panjang, Dami meninggalkan kantornya dan bergegas menuju Sungai Han.

Sesampainya di sana, hujan masih turun deras. Sirine ambulans dan petugas penyelamat memenuhi suasana. Dami melihat ke arah kerumunan di tepi sungai, hatinya berdegup kencang penuh ketakutan. Di antara kerumunan itu, ia melihat ibu Jian, menangis dengan suara lirih, memegangi barang-barang yang ditemukan di dekat jembatan: ponsel, jaket, dan dompet Jian.

Waktu seakan melambat saat Dami melihat beberapa petugas penyelamat membawa tandu. Tubuh di atas tandu itu ditutupi selimut, tetapi Dami tahu itu Jian. Tubuhnya menggigil hebat saat tangis mulai pecah dari bibirnya. Dia tidak bisa menahan dirinya lagi. Tangannya menutupi mulutnya yang gemetar, matanya dipenuhi air mata.

"Jian... tidak... tidak mungkin..." bisik Dami dengan suara gemetar.

Dia terjatuh berlutut, tangisnya meledak seiring ia melihat tubuh Jian dibawa pergi. Di sebelahnya, ibu Jian juga tak bisa menahan tangisnya, terisak-isak sambil memegangi barang-barang Jian seolah mereka adalah satu-satunya hal yang tersisa dari anaknya.

Dami merasa hatinya hancur berkeping-keping. Penyesalan yang begitu besar menyesak di dadanya. Dia tidak bisa berhenti mengingat kata-kata terakhir yang ia ucapkan kepada Jian. Seharusnya dia mendengarkan. Seharusnya dia ada di sana untuk sahabatnya. Tapi sekarang, semua sudah terlambat. Jian sudah pergi. Hujan terus turun, seakan menangis bersama mereka.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
I\'m Too Shy To Say
467      320     0     
Short Story
Joshua mencintai Natasha, namun ia selalu malu untuk mengungkapkannya. Tapi bagaimana bila suatu hari sebuah masalah menimpa Joshua dan Natasha? Akan masalah tersebut dapat membantu Joshua menyatakan perasaannya pada Natasha.
Matchmaker's Scenario
1341      707     0     
Romance
Bagi Naraya, sekarang sudah bukan zamannya menjodohkan idola lewat cerita fiksi penggemar. Gadis itu ingin sepasang idolanya benar-benar jatuh cinta dan pacaran di dunia nyata. Ia berniat mewujudkan keinginan itu dengan cara ... menjadi penulis skenario drama. Tatkala ia terpilih menjadi penulis skenario drama musim panas, ia bekerja dengan membawa misi terselubungnya. Selanjutnya, berhasilkah...
The Second Lady?
453      327     6     
Short Story
Tentang seorang gadis bernama Melani yang sangat bingung memilih mempertahankan persahabatannya dengan Jillian, ataukah mempertahankan hubungan terlarangnya dengan Lucas, tunangan Jillian?
JANJI 25
48      41     0     
Romance
Pernahkah kamu jatuh cinta begitu dalam pada seseorang di usia yang terlalu muda, lalu percaya bahwa dia akan tetap jadi rumah hingga akhir? Nadia percaya. Tapi waktu, jarak, dan kesalahpahaman mengubah segalanya. Bertahun-tahun setelahnya, di usia dua puluh lima, usia yang dulu mereka sepakati sebagai batas harap. Nadia menatap kembali semua kenangan yang pernah ia simpan rapi. Sebuah ...
Secret Love
356      240     3     
Romance
Cerita ini bukan sekedar, cerita sepasang remaja yang menjalin kasih dan berujung bahagia. Cerita ini menceritakan tentang orang tua, kekasih, sahabat, rahasia dan air mata. Pertemuan Leea dengan Feree, membuat Leea melupakan masalah dalam hidupnya. Feree, lelaki itu mampu mengembalikan senyum Leea yang hilang. Leea senang, hidup nya tak lagi sendiri, ada Feree yang mengisi hari-harinya. Sa...
Words Unsaid
628      363     2     
Short Story
For four years, I haven’t once told you my feelings. There are words still unsaid that I have always wanted to tell you.
Senja di Sela Wisteria
447      285     5     
Short Story
Saya menulis cerita ini untukmu, yang napasnya abadi di semesta fana. Saya menceritakan tentangmu, tentang cinta saya yang abadi yang tak pernah terdengar oleh semesta. Saya menggambarkan cintamu begitu sangat dan hangat, begitu luar biasa dan berbeda, yang tak pernah memberi jeda seperti Tuhan yang membuat hati kita reda. “Tunggu aku sayang, sebentar lagi aku akan bersamamu dalam napas abadi...
Redup.
720      428     0     
Romance
Lewat setiap canda yang kita tertawakan dan seulas senyum yang kerap dijadikan pahatan. Ada sebuah cerita yang saya pikir perlu kamu dengarkan. Karena barangkali saja, sebuah kehilangan cukup untuk membuat kita sadar untuk tidak menyia-nyiakan si kesayangan.
Our Tears
3065      1362     3     
Romance
Tidak semua yang kita harapkan akan berjalan seperti yang kita inginkan
Strange Boyfriend
306      245     0     
Romance
Pertemuanku dengan Yuki selalu jadi pertemuan pertama baginya. Bukan karena ia begitu mencintaiku. Ataupun karena ia punya perasaan yang membara setiap harinya. Tapi karena pacarku itu tidak bisa mengingat wajahku.