Loading...
Logo TinLit
Read Story - Between Us
MENU
About Us  

Sore itu, Sangho duduk di ruang tamu, matanya terpaku pada pintu depan, menunggu dengan cemas. Sudah beberapa jam berlalu sejak Dami pergi, dan ia belum juga kembali. Perasaannya bercampur antara khawatir dan tak berdaya. Ia tahu adiknya sedang melalui masa yang sulit, terutama setelah apa yang terjadi, namun tak ada yang bisa ia lakukan selain menunggu.

Ketika akhirnya pintu terbuka, Dami melangkah masuk. Wajahnya sembab, matanya merah dan bengkak, menandakan bahwa ia telah menangis sepanjang jalan pulang. Sangho langsung bangkit dari sofa, bergegas menghampiri adiknya.

"Dami-ya..." panggil Sangho pelan, suaranya dipenuhi kekhawatiran.

Dami tidak menjawab, tapi tubuhnya terlihat lunglai, seperti tidak punya tenaga lagi. Sangho tanpa ragu memeluknya erat, dan seketika itu juga Dami kembali menangis di pelukan kakaknya. Suara tangisnya pecah, mengisi keheningan ruangan. Isakannya terdengar begitu menyayat, membuat hati Sangho ikut terasa hancur.

"Aku... aku tidak percaya, Oppa," isaknya di sela-sela tangisnya. "Aku tidak percaya Jian sudah tidak ada. Aku baru aja ketemu dia, kita ngobrol, kita jalan bareng... bagaimana mungkin dia sudah tiada?"

Sangho mengusap punggung Dami dengan lembut, menahan air matanya yang ikut menggenang. Rasanya begitu sakit mendengar kesedihan adiknya, tapi ia tahu ia harus kuat. Untuk Dami.

"Ara, Dami-ya... Himdeun go ara," kata Sangho dengan suara bergetar. "Tapi kita akan melewati ini. Kau tidak sendiri.an" (Aku tahu, Dami. Aku ini ini berat)

Dami hanya menangis semakin keras. Sangho memeluknya lebih erat, mencoba menyalurkan seluruh kasih sayangnya lewat pelukan itu. Air matanya akhirnya jatuh juga. Keduanya menangis bersama dalam keheningan yang penuh dengan rasa kehilangan.

Setelah beberapa saat, Sangho melepaskan pelukan itu perlahan, meskipun ia enggan. "Besok kita ke psikiater, ya?" ujarnya lembut. "Aku tidak mau kau hadapi ini sendirian."

Dami tidak memberikan jawaban yang jelas. Sangho bisa melihat bahwa adiknya terlalu lelah dan bingung untuk merespons saat itu. Ia mencoba tersenyum dan berkata, "Aku ambilin air dulu, ya."

Namun saat Sangho berbalik untuk mengambil air, Dami bergerak cepat. Ia segera menuju kamarnya dan dengan cepat mengunci pintu. Sangho terkejut dan berlari menghampiri pintu kamar Dami.

"Dami-ya! Jangan kunci pintunya! Yaegi jom haja! Eo?" teriak Sangho, mengetuk pintu dengan panik. Tapi tidak ada jawaban dari dalam. Hanya sunyi. "Dami-ya! Song Dami!"

***

Hari pertama setelah Dami mengunci diri di kamarnya, Sangho berusaha keras membujuknya untuk keluar. Ia berdiri di depan pintu kamar adiknya, mengetuk dengan lembut, berharap ada jawaban.

"Dami-ya, ayo buka pintunya," kata Sangho dengan nada penuh perhatian. "Kau belum makan sejak kapan. Aku bawa makanan kesukaanmu. Ayo, cuma sebentar saja keluar."

Tapi dari balik pintu, tidak ada jawaban. Hanya keheningan yang semakin membuat Sangho khawatir. Dia tahu Dami sedang sangat terpukul, tapi dua hari tanpa makan dan minum bukanlah hal yang bisa dianggap sepele.

Sangho mencoba lagi keesokan harinya. Ia mengetuk pintu kamar Dami lebih keras kali ini, dengan suara yang hampir terdengar putus asa. "Dami, ini sudah dua hari, kau belum makan atau minum apa pun. Tolong, aku tidak bisa tenang kalau kau seperti ini."

Tetap tidak ada jawaban.

Air mata mulai menggenang di mata Sangho. Dia tidak tahu harus berbuat apa lagi. "Dami-ya, jebal... Aku takut terjadi sesuatu denganmu di dalam. Jebal, mun yeol rago." (Tolong, buka pintunya)

Sangho bahkan sempat memohon, suaranya bergetar dan terdengar hampir putus asa. Dia merasakan kesedihan mendalam melihat adiknya menderita seperti ini, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa selain terus mencoba berbicara dengan Dami.

"Aku mohon, Dami-ya... Kumohon. Ini sudah dua hari kau tidak keluar, kau butuh makan, kau butuh minum," suara Sangho hampir pecah saat ia terus mengetuk pintu, namun lagi-lagi tidak ada jawaban. Dia hanya bisa mendengar suara samar tangisan dari dalam kamar, suara yang begitu lemah dan hampir tidak terdengar.

Di balik pintu, Dami hanya terbaring di lantai. Matanya basah dan sembab karena terlalu banyak menangis. Di tangannya, ia menggenggam album foto yang berisi kenangan-kenangan bersama Jian. Setiap kali ia membuka album itu, melihat foto-foto mereka berdua, hatinya kembali hancur. Air mata yang sudah kering tiba-tiba mengalir lagi.

Begitulah yang terjadi selama dua hari. Dami akan menangis sampai tertidur, lalu terbangun dan kembali menangis sambil melihat foto-foto itu. Suara Sangho yang terus memanggilnya di luar hanya terdengar samar. Ia tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi di sekitarnya. Hatinya terlalu sakit untuk merespons.

***

Hari ketiga, Sangho benar-benar sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi. Dami tidak memberikan tanda-tanda ingin keluar, dan ia sangat khawatir dengan kondisi adiknya yang tidak makan atau minum selama tiga hari. Dengan rasa panik, ia memutuskan untuk memanggil Seungjae, sahabat Dami yang mungkin bisa membantu.

Begitu Seungjae tiba, Sangho segera menjelaskan situasinya. "Aku sudah tidak tahu harus bagaimana lagi. Dami sudah tiga hari tidak mau keluar, bahkan tidak mau makan atau minum. Aku takut terjadi sesuatu."

Seungjae, yang sama khawatirnya, langsung menuju pintu kamar Dami. Ia mengetuk pintu dengan hati-hati dan berbicara dengan lembut.

"Dami-ssi, na ya, Seungjae. Tolong buka pintunya. Aku di sini untukmu. Kita bisa ngobrol kalau kau mau," kata Seungjae, suaranya lembut namun penuh dengan kepedulian.

Tapi seperti yang Sangho alami sebelumnya, tidak ada jawaban dari dalam. Bahkan tidak ada suara tangisan lagi. Keheningan itu membuat suasana semakin mencekam.

Sangho mulai semakin panik. "Biasanya ada suara isak tangis, tapi sekarang tidak ada suara sama sekali," bisiknya kepada Seungjae. "Aku takut terjadi sesuatu yang buruk."

Seungjae berpikir sejenak sebelum membuat keputusan yang mungkin tampak drastis. "Kalau tidak ada suara, kita harus lakukan sesuatu sekarang."

Sangho hanya bisa mengangguk. Mereka tidak punya kunci cadangan untuk kamar Dami, dan satu-satunya cara untuk masuk adalah dengan mendobrak pintu. Seungjae mengambil napas dalam-dalam sebelum menendang pintu dengan sekuat tenaga. Pintu itu bergetar keras, namun masih tidak terbuka.

Sekali lagi, Seungjae mencoba mendobrak pintu itu, dan kali ini, pintu itu terbuka dengan suara keras. Sangho dan Seungjae langsung menerobos masuk, dan apa yang mereka lihat membuat jantung mereka berhenti sesaat.

Dami terbaring di lantai, wajahnya pucat pasi. Tubuhnya yang biasanya sehat tampak kurus, tanda bahwa ia tidak makan dengan baik selama beberapa hari terakhir. Tangannya masih memegang album foto, dan matanya tertutup, seperti sedang tertidur.

"Dami-ya!" teriak Sangho dengan panik, berlutut di samping adiknya. Namun Dami tidak memberikan reaksi apa pun.

Seungjae segera bergerak cepat. Ia memeriksa denyut nadi Dami, dan meskipun ia merasakan denyut yang lemah, ia tahu Dami harus segera dibawa ke rumah sakit. Tanpa berpikir panjang, ia menggendong tubuh lemah Dami ke luar kamar.

"Kita bawa dia ke rumah sakit sekarang," kata Seungjae tegas, dan Sangho hanya bisa mengangguk, masih diliputi kepanikan. Mereka bergegas keluar dari rumah, harapan mereka hanya satu: Dami harus selamat.

Sangho terus memegang tangan Dami erat-erat sepanjang perjalanan, berharap adiknya segera bangun dan semua ini berakhir.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Praha
309      190     1     
Short Story
Praha lahir di antara badai dan di sepertiga malam. Malam itu saat dingin menelusup ke tengkuk orang-orang di jalan-jalan sepi, termasuk bapak dan terutama ibunya yang mengejan, Praha lahir di rumah sakit kecil tengah hutan, supranatural, dan misteri.
Kenzo Arashi
1970      736     6     
Inspirational
Sesuai kesepakatannya dengan kedua orang tua, Tania Bowie diizinkan melakukan apa saja untuk menguji keseriusan dan ketulusan lelaki yang hendak dijodohkan dengannya. Mengikuti saran salah satu temannya, Tania memilih bersandiwara dengan berpura-pura lumpuh. Namun alih-alih dapat membatalkan perjodohannya dan menyingkirkan Kenzo Arashi yang dianggapnya sebagai penghalang hubungannya dengan Ma...
Janji
493      344     0     
Short Story
Dia sesalu ada, dan akan tetap ada.
Kala Saka Menyapa
12241      2891     4     
Romance
Dan biarlah kenangan terulang memberi ruang untuk dikenang. Sekali pun pahit. Kara memang pemilik masalah yang sungguh terlalu drama. Muda beranak begitulah tetangganya bilang. Belum lagi ayahnya yang selalu menekan, kakaknya yang berwasiat pernikahan, sampai Samella si gadis kecil yang kadang merepotkan. Kara butuh kebebasan, ingin melepas semua dramanya. Tapi semesta mempertemukannya lag...
Yang ( Tak ) Di Impikan
566      425     4     
Short Story
Bagaimana rasanya jika hal yang kita tidak suka harus dijalani dengan terpaksa ? Apalagi itu adalah permintaan orangtua, sama seperti yang dilakukan oleh Allysia. Aku melihat Mama dengan maksud “ Ini apa ma, pa ?” tapi papa langsung berkata “ Cepat naik, namamu dipanggil, nanti papa akan jelaskan.” ...
Premium
Cinta Dalam Dilema
38779      4813     0     
Romance
Sebagai anak bungsu, Asti (17) semestinya menjadi pusat perhatian dan kasih sayang ayah-bunda. Tapi tidak, Asti harus mengalah pada Tina (20) kakaknya. Segala bentuk perhatian dan kasih sayang orang tuanya justru lebih banyak tercurah pada Tina. Hal ini terjadi karena sejak kecil Tina sering sakit-sakitan. Berkali-kali masuk rumah sakit. Kenyataan ini menjadikan kedua orang tuanya selalu mencemas...
Ada Apa Esok Hari
222      172     0     
Romance
Tarissa tak pernah benar-benar tahu ke mana hidup akan membawanya. Di tengah hiruk-pikuk dunia yang sering kali tak ramah, ia hanya punya satu pegangan: harapan yang tak pernah ia lepaskan, meski pelan-pelan mulai retak. Di balik wajah yang tampak kuat, bersembunyi luka yang belum sembuh, rindu yang tak sempat disampaikan, dan cinta yang tumbuh diam-diamtenang, tapi menggema dalam diam. Ada Apa E...
Seperti Cinta Zulaikha
1818      1186     3     
Short Story
Mencintaimu adalah seperti takdir yang terpisahkan. Tetapi tuhan kali ini membiarkan takdir itu mengalir membasah.
Foto dalam Dompet
531      372     3     
Short Story
Karena terkadang, keteledoran adalah awal dari keberuntungan. N.B : Kesamaan nama dan tempat hanya kebetulan semata
The Boy
1889      738     3     
Romance
Fikri datang sebagai mahasiswa ke perguruan tinggi ternama. Mendapatkan beasiswa yang tiba-tiba saja dari pihak PTS tersebut. Merasa curiga tapi di lain sisi, PTS itu adalah tempat dimana ia bisa menemukan seseorang yang menghadirkan dirinya. Seorang ayah yang begitu jauh bagai bintang di langit.