Loading...
Logo TinLit
Read Story - Between Us
MENU
About Us  

Sarapan pagi ini dimasak oleh Seungjae lagi. Dami tentu saja senang dengan hal itu. Karna makanan yang dimasak oleh Seungjae itu enak-enak. Mungkin karna dia juga sudah lama tinggal sendiri kali ya? 

Nah, sebagai gantinya, Dami ngotot bahwa dirinyalah yang akan mencuci piring. Tentu saja Seungjae sempat menolak. Dia juga ngotot agar Dami duduk manis saja, karna sebenarnya itu bukanlah tugas seorang manajer. Dan belum lagi, jika Sangho tahu, bisa saja dia kena diomeli oleh Sangho nanti. 

Tapi namanya Dami, tetaplah Dami. Perempuan itu langsung menyelesaikan makanannya lebih cepat daripada Seungjae, membuat lelaki itu sampai tercengang melihat Dami makan lebih cepat daripada biasanya. "Pelan-pelan," kata Seungjae saat melihat Dami sempat tersedak karna makan dengan cepat tadi. 

Ada alasan mengapa Dami makan dengan cepat, mendahului Seungjae, agar dia bisa mengambil dan memakai sarung tangan untuk cuci piring dan berdiri di deapn wastafel, mulai untuk mencuci piring. Seungjae yang menyadarai itu belakangan, hanya bisa menggelengkan kepalanya tak percaya, tersenyum lalu menaruh peralatan makannya di wastafel. 

"Terimakasih." Itu kata Seungjae begitu ia meletakkan peralatan makannya di wastafel agar Dami bisa mencucinya.

Dami tersenyum simpul, "tak apa. Kau kembalilah beraktifitas. Selesai ini, aku akan duduk di ruang tamu. Seperti biasa." Balasan itu membuat Seungjae mengangguk paham dan dia berjalan ke ruang tamu untuk main dengan Nemo dulu.

Seungjae duduk santai di sofa ruang tamu, bermain dengan Nemo, yang duduk dengan nyaman di pangkuannya. Dami, yang sedang mencuci piring di dapur, tiba-tiba memanggil.

"Seungjae-ssi, bisa tolong angkatin hapeku di meja ruang tamu?" suara Dami terdengar dari arah dapur.

Seungjae melirik meja yang tak jauh dari tempatnya duduk. Di sana, ponsel Dami tergeletak diam. Tidak ada suara dering atau getar, tidak ada tanda bahwa telepon sedang masuk. Sedikit bingung, Seungjae mengambil ponsel itu dan melihat layarnya. Kosong. Tidak ada apa-apa.

"Tidak ada apa-apa di sini," gumamnya, lebih kepada dirinya sendiri.

Tak lama, Dami keluar dari dapur, menyeka tangannya dengan handuk, langsung mengambil hapenya dan menjawab telepon yang sebenarnya Seungjae tidak lihat ada panggilan masuk. Lalu Dami berbincang sebentar entah dengan siapa di seberang sana. Beberapa menit kemudian, Dami mengulurkan ponselnya pada Seungjae. "Ada yang telepon, Jian," ujarnya sambil tersenyum kecil. "Dia mau kenalan sama kau."

Seungjae menatapnya, terkejut mendengar nama itu. Jian? Tapi tanpa berpikir panjang, Seungjae mengangguk. "Tentu saja."

Dami menyerahkan ponsel itu padanya dan kembali ke dapur. Seungjae mendekatkan ponsel itu ke telinganya.

"Halo? Jian-ssi?"

Tidak ada jawaban. Sunyi. Seungjae menatap layar ponsel. Layar itu hitam, tidak ada tanda-tanda panggilan berlangsung. Dia mencoba lagi.

"Halo? Jian-ssi? Ini Seungjae."

Tetap saja tidak ada suara balasan. Seungjae bingung. Dia menurunkan ponsel, memandanginya dengan kening berkerut. Tidak ada panggilan, tidak ada apapun. Perasaan aneh menyelimuti dadanya, campuran antara kebingungan dan ketidakpastian.

Dami yang kembali dari dapur hanya tersenyum ringan melihatnya. "Sudah? Kalau sudah, taruh aja di meja ya. Aku mau lanjut cuci piring."

Seungjae mengangguk perlahan, masih tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Dia meletakkan ponsel itu kembali di meja dengan tangan yang sedikit gemetar. Pikiran Seungjae berputar-putar, mencoba mencerna apa yang terjadi barusan. Telepon dari Jian, yang dia tidak dengar, dan layar hitam yang tidak menunjukkan panggilan apapun.

Hatinya tiba-tiba dipenuhi dengan rasa gelisah yang tak bisa dijelaskan. Seungjae memutuskan bahwa dia perlu bicara dengan seseorang, seseorang yang mungkin bisa memberinya penjelasan. Orang pertama yang terlintas di benaknya adalah Sangho, sahabat lamanya.

Dia mengambil ponselnya sendiri dan mengirim pesan singkat ke Sangho.

Lim Seungjae:
bisa ketemu hari ini?

***

Sore hari ini, Seungjae berdiri di depan rumah Sangho, menunggu pintu dibuka. Setelah pesan singkatnya tadi, Sangho segera menyetujuinya. Pintu terbuka, dan Sangho menyambutnya dengan senyum yang selalu hangat. Namun, Seungjae bisa merasakan sedikit ketegangan dalam suasana.

"Masuklah," ujar Sangho sambil mempersilakan Seungjae masuk ke dalam rumah.

Mereka berdua duduk di ruang tamu kecil Sangho. Ruangan itu terasa nyaman, namun kali ini suasananya berbeda, sedikit berat. Setelah beberapa saat hening, Seungjae langsung ke inti pembicaraan.

"Sangho hyung," Seungjae mengawali dengan suara pelan. "Kau kenal seseorang bernama Jian?"

Sangho, yang tadinya tampak santai, langsung berubah. Wajahnya seketika menjadi pucat, dan tangan yang tadi memegang cangkir kopi tiba-tiba terlihat gemetar.

"Jian?" Sangho bertanya, nadanya penuh keterkejutan. Dia menatap Seungjae dengan tatapan yang dipenuhi kebingungan dan kecemasan. "Dari mana kau tahu tentang Jian?"

Sikap Sangho membuat Seungjae semakin yakin bahwa ada sesuatu yang sangat penting mengenai nama itu. Sesuatu yang Sangho mungkin coba sembunyikan, atau bahkan hindari.

"Aku tanya dulu," Seungjae mengulang dengan lebih tegas. "Kau kenal Jian?"

Sangho terdiam. Seolah kata-kata tidak mudah keluar dari mulutnya. Matanya menyapu ruangan, seperti sedang mencari jawaban dari situasi yang tiba-tiba terasa sulit. Seungjae terus menatapnya, menunggu dengan sabar meskipun di dalam hatinya, ada kekhawatiran yang mulai tumbuh.

Akhirnya, dengan nada rendah dan sedikit ragu, Sangho menjawab. "Ya... aku kenal Jian."

Seungjae menghela napas perlahan, merasa sedikit lega bahwa apa yang dia rasakan bukanlah hal yang sepenuhnya imajinasi. Tapi jawaban itu belum cukup. Masih ada sesuatu yang belum jelas.

"Lalu kenapa kau kaget ketika aku menyebut namanya?" tanya Seungjae lagi, suaranya lebih tenang tapi penuh dorongan.

Sangho tampak tergagap, bibirnya bergerak seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi dia menahan diri. Seungjae terus menatapnya dengan penuh harap.

"Aku...," Sangho memulai dengan perlahan, "Jian... bukan seseorang yang seharusnya kau dengar atau kenal sekarang."

"Apa maksudmu?" tanya Seungjae, bingung dengan jawaban yang tidak jelas itu.

Sangho menarik napas panjang, lalu menatap Seungjae dengan mata yang terlihat sangat lelah. "Dia bagian dari masa lalu, Seungjae-ya. Dan itu sudah lama sekali. Aku tidak tahu bagaimana kau bisa mendengar tentang dia sekarang."

"Aku dengar dari Dami," kata Seungjae, suaranya masih penuh kebingungan. 

Sangho terdiam lama, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. Akhirnya, dia berkata pelan, "Jian... dia memang ada di masa lalu kita, Seungjae. Tapi ceritanya rumit."

Seungjae merasa semakin tersesat. Kata-kata Sangho seolah membuka pintu ke sesuatu yang jauh lebih besar dari yang ia duga.

"Apa maksudmu? Ada apa sebenarnya?" desak Seungjae.

Sangho menunduk, tampak enggan untuk melanjutkan, tetapi akhirnya dia berkata, "Jian... dulu sangat dekat dengan kami. Dia orang yang penting bagi Dami. Tapi setelah apa yang terjadi... sepertinya Dami sulit melepaskannya."

Seungjae merasa seolah-olah jantungnya berhenti berdetak sejenak. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa semuanya terasa begitu samar dan tidak terjangkau? 

Dan yang Seungjae dengar kemudian, membuat tubuhnya membeku seketika. Jantungnya seakan berhenti berdekat, jatuh ke perutnya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Kenangan Hujan
517      383     0     
Short Story
kisah perjuangan cinta Sandra dengan Andi
SENJA
542      420     0     
Short Story
Cerita tentang cinta dan persahabatan ,yang berawal dari senja dan berakhir saat senja...
dr. romance
930      545     3     
Short Story
melihat dan merasakan ucapan terimakasih yang tulus dari keluarga pasien karena berhasil menyelamatkan pasien.membuatnya bangga akan profesinya menjadi seorang dokter.
Menghukum Hati
423      248     0     
Romance
Apa jadinya jika cinta dan benci tidak bisa lagi dibedakan? Kau akan tertipu jika salah menanggapi perlakuannya sebagai perhatian padahal itu jebakan. ???? Ezla atau Aster? Pilih di mana tempatmu berpihak.
Untuk Reina
24690      3726     30     
Romance
Reina Fillosa dicap sebagai pembawa sial atas kematian orang-orang terdekatnya. Kejadian tak sengaja di toilet sekolah mempertemukan Reina dengan Riga. Seseorang yang meyakinkan Reina bahwa gadis itu bukan pembawa sial. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Riga?
Jikan no Masuku: Hogosha
3722      1326     2     
Mystery
Jikan no Masuku: Hogosha (The Mask of Time: The Guardian) Pada awalnya Yuua hanya berniat kalau dirinya datang ke sebuah sekolah asrama untuk menyembuhkan diri atas penawaran sepupunya, Shin. Dia tidak tahu alasan lain si sepupu walau dirinya sedikit curiga di awal. Meski begitu ia ingin menunjukkan pada Shin, bahwa dirinya bisa lebih berani untuk bersosialisasi dan bertemu banyak orang kede...
Renjana
478      354     2     
Romance
Paramitha Nareswari yakin hubungan yang telah ia bangun selama bertahun-tahun dengan penuh kepercayaan akan berakhir indah. Selayaknya yang telah ia korbankan, ia berharap agar semesta membalasnya serupa pula. Namun bagaimana jika takdir tidak berkata demikian? "Jika bukan masaku bersamamu, aku harap masanya adalah milikmu."
Niscala
329      216     14     
Short Story
Namanya Hasita. Bayi yang mirna lahirkan Bulan Mei lalu. Hasita artinya tertawa, Mirna ingin ia tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun tidak memiliki orang tua yang lengkap. Terima kasih, bu! Sudah memberi kekuatan mirna untuk menjadi seorang ibu. Dan maaf, karena belum bisa menjadi siswa dan anak kebanggaan ibu.
That Snow Angel
12902      2595     4     
Romance
Ashelyn Kay Reshton gadis yang memiliki kehidupan yang hebat. Dia memiliki segalanya, sampai semua itu diambil darinya, tepat di depan matanya. Itulah yang dia pikirkan. Banyak yang mencoba membantunya, tetapi apa gunanya jika dia sendiri tidak ingin dibantu. Sampai akhirnya dia bertemu dengannya lagi... Tapi bagaimana jika alasan dia kehilangan semuanya itu karena dia?
Senja di Sela Wisteria
431      270     5     
Short Story
Saya menulis cerita ini untukmu, yang napasnya abadi di semesta fana. Saya menceritakan tentangmu, tentang cinta saya yang abadi yang tak pernah terdengar oleh semesta. Saya menggambarkan cintamu begitu sangat dan hangat, begitu luar biasa dan berbeda, yang tak pernah memberi jeda seperti Tuhan yang membuat hati kita reda. “Tunggu aku sayang, sebentar lagi aku akan bersamamu dalam napas abadi...