Loading...
Logo TinLit
Read Story - Between Us
MENU
About Us  

Rapat kedua itu dimulai dengan ketegangan yang terasa di udara. Seungjae duduk di ujung meja, diapit oleh tim editor dan manajer dari agensinya. Mereka semua sudah membaca draft terbarunya, dan sekarang waktunya untuk menentukan akhir yang tepat. Diskusi tentang bagaimana novel ini harus diakhiri kembali memanas, seperti pertemuan sebelumnya.

"Aku tetap merasa, seperti yang aku katakan sebelumnya, bahwa sad ending adalah pilihan yang lebih kuat," Seungjae memulai, dengan suara yang terdengar tegas. "Karakterku telah melalui kehilangan. Kalau tiba-tiba diberi happy ending, rasanya tidak masuk akal. Berpisah dan memberikan rasa penyesalan pada tokohku itu lebih masuk akal."

Salah satu editor senior, Park Sejin, menghela napas berat. "Seungjae jakkanim, kita sudah bicara tentang ini. Pembaca kita mengharapkan sesuatu yang sedikit lebih positif. Kau tahu sendiri pasar kita bagaimana."

Seungjae meneguk kopinya, mencoba menahan emosi yang mulai naik. "Tapi aku ingin menulis sesuatu yang lebih realistis. Tidak semua cerita perlu berakhir bahagia. Hidup itu tidak selalu berakhir dengan senyum, dan aku ingin mencerminkan itu dalam novelnya."

"Tidak ada yang bilang bahwa hidup selalu bahagia," balas Sejin dengan nada lebih lembut kali ini. "Tapi sad ending mungkin terlalu berat untuk pembaca kita. Kami menginginkan sesuatu yang tetap menyentuh hati, tapi tidak meninggalkan pembaca dalam kegelapan."

Diskusi itu terus berlanjut, dengan argumen bolak-balik. Seungjae tetap pada pendiriannya, bahwa sad ending adalah pilihan terbaik. Namun, setiap usul yang ia ajukan ditolak oleh tim editor. Mereka tetap pada pandangan bahwa cerita ini memerlukan sesuatu yang memberikan harapan di akhir.

Setelah beberapa lama, Seungjae menyadari bahwa tidak ada gunanya terus berdebat soal sad ending. Tetapi ia juga tidak bisa menerima sepenuhnya happy ending seperti yang diminta agensi. Dia menarik napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum berbicara lagi.

"Baiklah," kata Seungjae akhirnya, suaranya sedikit lebih tenang, "kalau kalian tidak mau sad ending, dan aku tidak bisa memberikan happy ending, bagaimana kalau kita kompromi? Aku akan membuat open ending. Tidak ada jawaban pasti, tidak sad dan tidak sepenuhnya bahagia. Pembaca bisa menarik kesimpulan mereka sendiri tentang apa yang terjadi pada karakterku."

Tim editor saling berpandangan, menimbang usul baru Seungjae. Park Sejin akhirnya angkat bicara, matanya terfokus pada Seungjae. "Open ending, ya? Baiklah. Itu bisa bekerja, asalkan kau membuatnya cukup kuat, tanpa membuat pembaca merasa terputus."

"Jadi... bagaimana? Open ending?" tanya Seungjae, menahan napas.

Sejin mengangguk pelan, diikuti oleh beberapa editor lainnya. "Oke, kami bisa menerima itu. Tapi, pastikan transisinya mulus, Seungjae jakkanim. Kami akan memantau naskah akhirmu dengan hati-hati."

Seungjae tersenyum tipis, lega meskipun kompromi itu masih meninggalkan rasa campur aduk di hatinya. "Baiklah. Aku akan pastikan itu bekerja."

Rapat ditutup dengan keputusan bahwa Seungjae akan menulis open ending, dan agensi setuju untuk membiarkannya bereksperimen dengan gagasan itu. Ketegangan yang sempat memuncak perlahan mereda saat semua orang mulai membereskan dokumen mereka.

Setelah rapat selesai, Seungjae dan Dami memutuskan untuk makan siang bersama di kantin kantor, seperti yang biasa mereka lakukan setelah pertemuan panjang seperti ini. Seungjae masih merasakan sisa adrenalin dari perdebatan yang panjang, tapi suasana di kantin jauh lebih santai.

"Jadi, kau berhasil mendapatkan open ending yang kau mau," kata Dami sambil mengambil sepotong ayam goreng dari piringnya.

"Yah, bukan sad ending yang kuinginkan, tapi ini lebih baik daripada happy ending yang dipaksakan," Seungjae menjawab sambil tersenyum tipis. "Setidaknya, aku masih bisa mengekspresikan ceritaku tanpa harus sepenuhnya mengorbankannya."

Dami mengangguk, tersenyum kecil. "Aku yakin kau akan membuatnya bekerja. Kau selalu tahu bagaimana menarik hati pembaca."

Seungjae tertawa pelan. "Kita lihat saja nanti."

Sambil menikmati makan siang mereka, Dami menambahkan, "Oh ya, nanti malam aku akan bertemu dengan Jian. Jadi kau nggak perlu repot-repot mengantarku pulang."

"Jian lagi? Aku kapan bisa bertemu dengannya?" tanya Seungjae menggoda sambil tertawa.

Dami menatapnya dengan senyum geli. "Hahaha. Kalau kau mau ketemu, bagaimana kalau hari ini saja?"

Seungjae mengangkat bahu dengan santai. "Tentu, aku tak masalah."

***

Setelah selesai makan siang, Seungjae mengantar Dami ke tempat yang dijanjikan untuk bertemu dengan Jian. Mereka sampai di tempat yang tidak terlalu ramai, dengan kafe kecil di pinggir jalan yang tampak nyaman. Dami turun terlebih dahulu, sementara Seungjae mencari tempat parkir di dekat sana.

Setelah berhasil menemukan tempat parkir, Seungjae berjalan menuju kafe. Langkahnya pelan namun pasti, dan matanya memandang sekeliling, mencari sosok yang mungkin adalah Jian. Tetapi, ketika ia sampai di tempat Dami menunggunya, ia tidak melihat ada orang lain di sana. Dami berdiri sendiri, tersenyum saat melihat Seungjae mendekat.

"Dimana Jian-ssi?" tanya Seungjae heran.

Dami menghela napas dan tersenyum kecut. "Dia tidak jadi datang. Tadi dia bilang ada rencana lain dengan pacarnya yang baru."

Seungjae mengangguk paham. "Oh, pacar baru ya. Iya-iya, wajar sih kalau lebih memilih waktu dengan pacarnya."

"Ya begitulah," kata Dami sambil mengedikkan bahu. "Jadi, kita berdua aja makan di sini?"

"Sepertinya begitu," balas Seungjae dengan tawa kecil. "Tapi kenapa harus di kafe ini? Ayo kita makan di tempat yang lebih seru."

Setelah mempertimbangkan beberapa pilihan, mereka akhirnya memutuskan untuk makan tteokbokki di pinggir jalan. Mereka memilih gerobak kaki lima yang sederhana tapi populer di kalangan warga setempat. Aroma tteokbokki yang pedas dan gurih menggoda mereka saat Seungjae dan Dami duduk di bangku plastik sambil menunggu pesanan mereka.

"Aku selalu suka makanan kaki lima. Rasanya lebih enak dari makanan di restoran mahal," kata Dami sambil memandangi gerobak makanan di depannya.

"Setuju," jawab Seungjae. "Selain itu, suasananya lebih santai, tidak formal. Kita bisa ngobrol apa aja tanpa canggung."

Obrolan mereka terhenti sebentar ketika ponsel Dami berdering. Ia merogoh tasnya dan melihat layar. "Oh, ini Jian," katanya sambil mengangkat teleponnya.

Seungjae memperhatikan, tapi ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Dia tidak melihat layar ponsel Dami menyala, tidak ada panggilan masuk. Tapi, Dami tetap berbicara di telepon, suaranya terdengar jelas di tengah suasana jalanan yang ramai. Seungjae merasa ada yang aneh, tapi dia menepis pikirannya itu. Mungkin saja ponsel Dami sedang dalam mode getar dan dia tidak melihat layarnya dengan jelas.

Sambil menunggu Dami selesai berbicara di telepon, Seungjae menatap tteokbokki yang sudah terhidang di depannya. Beberapa kali dia melirik ke arah Dami yang tampak serius berbicara dengan Jian. Setelah beberapa saat, telepon itu akhirnya selesai.

"Maaf ya, lama. Jian bilang maaf sekali tidak bisa datang," kata Dami sambil meletakkan ponselnya di tas.

Seungjae hanya mengangguk dan tersenyum tipis, meskipun ada sedikit rasa bingung yang masih mengganjal di kepalanya.

Mereka kembali fokus pada tteokbokki yang terhidang. Seungjae mengambil sepotong tteokbokki dengan sumpitnya dan menawarkan kepada Dami, yang langsung menerimanya dengan senyum kecil. Mereka makan dalam suasana yang lebih santai, obrolan ringan mengalir, seakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Gerhana di Atas Istana
22358      5497     2     
Romance
Surya memaksa untuk menumpahkan secara semenamena ragam sajak di atas kertas yang akan dikumpulkannya sebagai janji untuk bulan yang ingin ditepatinya kado untuk siapa pun yang bertambah umur pada tahun ini
Heartbeat
226      178     1     
Romance
Jika kau kembali bertemu dengan seseorang setelah lima tahun berpisah, bukankah itu pertanda? Bagi Jian, perjumpaan dengan Aksa setelah lima tahun adalah sebuah isyarat. Tanda bahwa gadis itu berhak memperjuangkan kembali cintanya. Meyakinkan Aksa sekali lagi, bahwa detakan manis yang selalu ia rasakan adalah benar sebuah rasa yang nyata. Lantas, berhasilkah Jian kali ini? Atau sama seper...
Pensil HB dan Sepatu Sekolah
70      67     0     
Short Story
Prosa pendek tentang cinta pertama
Cinta dibalik Kebohongan
808      555     2     
Short Story
Ketika waktu itu akan datang, saat itu kita akan tau bahwa perpisahan terjadi karena adanya sebuah pertemuan. Masa lalu bagian dari kita ,awal dari sebuah kisah, awal sebuah impian. Kisahku dan dirinya dimulai karena takdir ataukah kebohongan? Semua bermula di hari itu.
To The Girl I Love Next
409      287     0     
Romance
Cinta pertamamu mungkin luar biasa dan tidak akan terlupakan, tetapi orang selanjutnya yang membuatmu jatuh cinta jauh lebih hebat dan perlu kamu beri tepuk tangan. Karena ia bisa membuatmu percaya lagi pada yang namanya cinta, dan menghapus semua luka yang kamu pikir tidak akan pulih selamanya.
Premium
RESTART [21+]
9743      3328     22     
Romance
Pahit dan getir yang kurasa selama proses merelakan telah membentuk diriku yang sekarang. Jangan pernah lagi mengusik apa yang ada di dalam sini. Jika memang harus memperhatikan, berdirilah dari kejauhan. Terima kasih atas semua kenangan. Kini biarkan aku maju ke depan.
Si Mungil I Love You
626      379     2     
Humor
Decha gadis mungil yang terlahir sebagai anak tunggal. Ia selalu bermain dengan kakak beradik, tetangganya-Kak Chaka dan Choki-yang memiliki dua perbedaan, pertama, usia Kak Chaka terpaut tujuh tahun dengan Decha, sementara Choki sebayanya; kedua, dari cara memperlakukan Decha, Kak Chaka sangat baik, sementara Choki, entah kenapa lelaki itu selalu menyebalkan. "Impianku sangat sederhana, ...
Time Travel : Majapahit Empire
53375      5566     10     
Fantasy
Sarah adalah siswa SMA di surabaya. Dia sangat membenci pelajaran sejarah. Setiap ada pelajaran sejarah, dia selalu pergi ke kantin. Suatu hari saat sekolahnya mengadakan studi wisata di Trowulan, sarah kembali ke zaman kerajaan Majapahit 700 tahun yang lalu. Sarah bertemu dengan dyah nertaja, adik dari raja muda Hayam wuruk
Melankolis
3064      1125     3     
Romance
"Aku lelah, aku menyerah. Biarkan semua berjalan seperti seharusnya, tanpa hembusan angin pengharapan." Faradillah. "Jalan ini masih terasa berat, terasa panjang. Tenangkan nafsu. Masalah akan berlalu, jalan perjuangan ini tak henti hentinya melelahkan, Percayalah, kan selalu ada kesejukan di saat gemuruh air hujan Jangan menyerah. Tekadmu kan mengubah kekhawatiranmu." ...
Asmara Mahawira (Volume 1): Putri yang Terbuang
6187      1243     1     
Romance
A novel from Momoy Tuanku Mahawira, orang yang sangat dingin dan cuek. Padahal, aku ini pelayannya yang sangat setia. Tuanku itu orang yang sangat gemar memanah, termasuk juga memanah hatiku. Di suatu malam, Tuan Mahawira datang ke kamarku ketika mataku sedikit lagi terpejam. "Temani aku tidur malam ini," bisiknya di telingaku. Aku terkejut bukan main. Kenapa Tuan Mahawira meng...