Seungjae berbaring gelisah di atas kasurnya, pikirannya tak henti-hentinya memikirkan satu hal, Dami. Ia merasa bingung kenapa Dami belakangan ini tampak menjaga jarak. Padahal, menurutnya, ia tidak melakukan kesalahan apapun. Mereka masih sering bertemu, berbicara seperti biasa, tetapi ada sesuatu yang berbeda. Dami lebih canggung, seolah berusaha menghindari kontak dengannya. Seungjae tidak bisa memahaminya. Ia menggulingkan badannya, menatap langit-langit kamar sambil mengelus poodle kesayangannya, Nemo, yang setia meringkuk di sampingnya.
"Nemo, kau tahu ada apa dengan Dami-ssi?" gumamnya pelan. Tentu saja, Nemo hanya menatapnya dengan mata bulatnya, lalu menjilat tangan Seungjae seakan mengatakan, "Aku tidak tahu, tapi aku di sini untukmu." Seungjae tersenyum tipis, merasa sedikit terhibur. Namun, kebingungan itu tetap tidak hilang. Ia merasa gelisah dan terus berganti posisi di kasur, mencari jawaban di balik sikap Dami yang berubah.
Setelah berjam-jam berbaring tanpa hasil, Seungjae memutuskan untuk menyerah. Ia tidak bisa tidur. "Ayo jalan-jalan, Nemo. Mungkin udara malam bisa menenangkan pikiranku," katanya sambil turun dari tempat tidur, mengambil tali kekang Nemo, dan jaketnya. Dengan antusias, Nemo langsung melompat turun, menggoyangkan ekornya, siap untuk berjalan-jalan.
Mereka keluar dari apartemen dan mulai berjalan menyusuri trotoar yang sepi. Malam itu cukup dingin, tapi udara segar memang membantu Seungjae untuk merasa sedikit lebih tenang. Ia berjalan sambil menatap jalanan yang sepi, membiarkan Nemo mengejar bayangan dan sesekali berhenti untuk mengendus rerumputan di tepi jalan. Namun, pikirannya tetap kembali ke Dami. Mengapa gadis itu begitu menjaga jarak? Seungjae merasa ada yang salah, tapi tidak tahu apa itu.
Saat mereka melewati sebuah taman kecil, perhatian Seungjae tertuju pada sebuah kios kecil yang menjual berbagai barang lucu. Di antara barang-barang itu, sebuah boneka kelinci putih dengan telinga panjang dan mata besar menarik perhatiannya. Boneka itu terlihat sangat menggemaskan, dan entah mengapa, Seungjae langsung berpikir tentang Dami.
"Apa ini ide yang bagus?" gumamnya, menatap boneka itu. Dia berpikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk membelinya. "Ini bisa jadi hadiah untuk Dami-ssi," katanya kepada diri sendiri. "Sebagai ucapan terima kasih karena sudah menemaniku ke panti asuhan kemarin." Namun, di balik alasan itu, ada keinginan lain yang lebih dalam. Seungjae ingin memberi Dami sesuatu yang bisa memperbaiki hubungan mereka, meski ia sendiri belum sepenuhnya menyadari alasannya.
Dengan boneka kelinci di tangan dan Nemo yang masih sibuk mengendus di dekatnya, Seungjae merasa sedikit lebih lega. Mungkin, pikirnya, ini bisa membantu mencairkan suasana antara mereka.
***
Keesokan paginya, Dami tiba di apartemen Seungjae seperti yang sudah mereka rencanakan. Ia datang untuk membantu Seungjae mengevaluasi tulisannya. Ketika Dami masuk ke dalam, Seungjae sedang duduk di ruang tamu sambil memegang boneka kelinci yang ia beli tadi malam.
"Dami-ssi, ini untukmu," kata Seungjae, mencoba terlihat santai dan cool saat menyerahkan boneka itu. Ia berusaha agar tidak terlihat terlalu antusias, meski dalam hatinya ada sedikit kecemasan tentang bagaimana Dami akan menerimanya.
Dami terkejut melihat boneka kelinci di tangan Seungjae. "Hah? Untukku?" tanyanya sambil tersenyum bingung. "Kenapa tiba-tiba?"
"Yah, anggap saja sebagai ucapan terima kasih karena sudah menemaniku ke panti asuhan waktu itu," jawab Seungjae, berusaha bersikap santai. "Aku pikir kau akan menyukainya."
Dami awalnya menolak, merasa tidak perlu diberi hadiah. "Anieyo. Kau tidak perlu repot-repot. Aku melakukannya karena aku ingin, bukan karena mengharapkan sesuatu."
Namun, setelah Seungjae mendesak dengan cara yang sedikit canggung tapi manis, akhirnya Dami menerimanya. Ia memeluk boneka itu, tersenyum tipis. "Terima kasih, Seungjae. Ini benar-benar lucu," katanya sambil mengelus bulu boneka yang lembut.
Setelah itu, Dami bertanya tentang perkembangan novel yang sedang dikerjakan Seungjae. "Jadi, sudah sampai mana ceritamu? Apa aku bisa membacanya?"
Seungjae mengangguk. "Tentu saja. Kau bisa membaca lima chapter pertama. Aku akan bekerja di ruanganku. Kau bisa duduk di sini," ujarnya sambil dia berlalu ke ruang kerjanya dan kembali ke ruang tamu, menyerahkan tablet yang berisi draft novelnya.
Dami duduk di sofa dengan nyaman, lalu mulai membaca. Ia terhanyut dalam cerita Seungjae, merasa terpikat dengan karakter dan alur yang Seungjae ciptakan. Sementara itu, Seungjae kembali ke ruang kerjanya, membiarkan Dami tenggelam dalam dunia novelnya.
Seiring waktu berlalu, Seungjae fokus pada pekerjaannya, tanpa menyadari bahwa waktu sudah semakin sore. Ia memutuskan untuk keluar dari ruang kerjanya, mencari Dami di ruang tamu. Namun, saat ia keluar, pemandangan yang dilihatnya membuatnya tersenyum.
Dami tertidur di sofa dengan wajahnya yang menempel di bantal. Di tangannya masih tergenggam tablet yang berisi draft novel Seungjae. Gadis itu tampak begitu damai, seolah kelelahan setelah seharian membaca. Seungjae tertawa kecil sambil menggelengkan kepala.
"Dia benar-benar ketiduran," gumamnya pelan. Dengan hati-hati, ia mengambil tablet dari tangan Dami dan meletakkannya di meja. Kemudian, tanpa membangunkan Dami, ia mengangkat tubuh gadis itu dan membawanya ke kamar tamu. Langkahnya pelan, mencoba untuk tidak membangunkan Dami.
Setelah sampai di kamar tamu, Seungjae meletakkan Dami dengan hati-hati di tempat tidur, lalu mengambil selimut untuk menutupi tubuhnya. Ia berdiri sejenak, menatap wajah damai Dami yang tertidur, lalu tersenyum tipis.
"Selamat tidur, Dami,-ssi" bisiknya sebelum ia meninggalkan kamar dengan pelan, menutup pintu dengan hati-hati agar tidak mengganggu tidur Dami.
***
Malam mulai merambat ketika Seungjae kembali ke ruang tamu dari ruang kerjanya. Ia duduk di sofa tempat Dami tadi tertidur, merasa pikirannya lebih tenang daripada malam sebelumnya. Meskipun ia masih tidak sepenuhnya memahami perubahan sikap Dami, interaksi kecil mereka hari ini membuatnya merasa lebih dekat lagi dengan perempuan itu.
Seungjae menatap boneka kelinci yang kini tergeletak di samping sofa, teringat bahwa ia membelinya dengan alasan sederhana, namun kenyataannya mungkin lebih dari itu. Mungkin boneka itu adalah cara Seungjae untuk menjaga hubungan mereka tetap hangat, atau mungkin hanya alasan agar dirinya bisa tetap terhubung dengan Dami, tanpa harus mengatakan apa yang sebenarnya ia rasakan.
Di sisi lain, Dami, yang masih terlelap di kamar tamu, memeluk selimut dengan nyaman. Entah sadar atau tidak, boneka kelinci yang tadi diberikan oleh Seungjae telah menemaninya melalui hari yang tenang dan mungkin, dalam mimpinya, membawa sebuah perasaan yang baru.