Loading...
Logo TinLit
Read Story - Between Us
MENU
About Us  

Pukul sudah menunjukkan jam sembilan pagi, dan Dami belum terlihat di rumah. Seungjae melirik jam dinding dengan ekspresi sedikit bingung. Biasanya, Dami sudah tiba lebih awal, terutama setelah mengambil alih sebagai manajernya sementara. Ada sedikit kegelisahan yang muncul, meskipun ia tidak mau mengakuinya.

Drrrggg Tinonittt

Baru saja Seungjae akan kembali ke ruang kerjanya, suara pintu depan terbuka membuatnya berbalik. Dami akhirnya masuk, tampak lelah, dengan tas penuh barang di tangannya. Ia menghela napas panjang, tampak terburu-buru, dan langsung melepas sepatu.

Seungjae segera keluar dari kamarnya, menatap Dami dengan tatapan bertanya-tanya. "Kau dari mana saja?" tanyanya, nada suaranya terdengar lebih cemas daripada yang ia maksudkan.

Dami sedikit terkejut mendengar suara Seungjae, tapi ia tidak ingin menunjukkan kelelahannya. "Bukankah aku sudah bilang kalau aku akan mampir ke agensi dulu untuk mengambil beberapa sampel untuk cover novelnya?"

Seungjae mengernyit. "Bukankah kau bisa mengambil softcopy-nya saja?"

Dami mendengus sambil mengganti sepatunya dengan sandal rumah yang ada di depan pintu. "Kau sendiri yang meminta semuanya dalam versi hardcopy," balasnya dengan nada setengah kesal. Dia meraih barang belanjaan yang sekalian ia beli tadi dan membawanya ke dapur, meletakkan semuanya di dalam kulkas Seungjae.

Seungjae hanya menggaruk tengkuknya, berdeham sedikit canggung. "Oh... iya, benar," gumamnya. Ia merasa sedikit bodoh karena lupa akan permintaannya sendiri. Tanpa berkata lebih lanjut, ia kembali ke ruang kerjanya.

Sementara itu, Dami menghela napas lega setelah selesai merapikan belanjaannya. Dia kemudian berjalan ke ruang tamu dan menemukan Nemo, anjing peliharaan Seungjae, yang dengan manisnya duduk di sofa. Dia tersenyum dan mendekat, mengelus lembut bulu si anjing poodle itu. Bagi Dami, bermain dengan Nemo adalah salah satu momen langka di rumah Seungjae yang bisa membantunya melepas lelah.

Suasana tenang itu segera membungkus ruangan, dengan Dami tenggelam dalam pikirannya. Kenapa rasanya aku selalu canggung setiap kali ada di sekitar Seungjae akhir-akhir ini? pikir Dami.

Sejak kunjungan ke panti asuhan, perasaannya terasa sedikit berbeda. Tapi ia memilih untuk mengesampingkan pikiran itu. Mungkin hanya kelelahan atau sekadar stres dari pekerjaan.

Setelah beberapa saat, Dami berdiri dan memutuskan untuk melanjutkan tugasnya. Dia mendekati pintu ruang kerja Seungjae, mengetuk pelan sebelum berkata dari luar, "Seungjae-ssi, besok ada janji di agensi untuk membahas cover novelmu. Jangan lupa, ya."

Seungjae tidak membalas, tapi Dami yakin dia mendengarnya.

***

Matahari mulai turun, dan warna oranye menyinari ruangan kerja Seungjae. Dami ragu-ragu di depan pintu, mengetuk perlahan sebelum berkata, "Seungjae-ssi, besok ada janji di agensi untuk bahas cover bukumu. Jangan lupa."

Tidak ada jawaban.

Dia mencoba lagi, suaranya lebih pelan, "Seungjae-ssi?"

Masih tidak ada respons. Perlahan, Dami membuka pintu dan mendapati Seungjae tertidur di sofa ruang kerjanya, tubuhnya yang besar terhampar di sana, nafasnya tenang. Dami berhenti di ambang pintu, matanya mengamati wajahnya yang terlihat begitu damai. Seperti anak-anak di panti asuhan kemarin, pikir Dami, senyum kecil menghiasi bibirnya.

Dia mendekat, langkahnya pelan agar tidak mengganggunya. Berjongkok di samping sofa, Dami memandang lebih dekat. Wajah Seungjae yang biasanya terlihat dingin dan menyebalkan, kini berbeda. Ada kelembutan yang terpancar dalam diamnya, alisnya sedikit melengkung, bibirnya sedikit terbuka.

Dia berbeda, benar-benar berbeda.

Nafasnya terasa lebih berat, dan ia sadar bahwa jantungnya mulai berdetak cepat. Kenapa jantungku seperti ini? Tangannya gemetar halus saat ia berusaha menenangkan dirinya, tapi pandangannya tetap terpaku pada Seungjae.

Namun, suasana canggung segera menyelimuti ruangan ketika Seungjae membuka matanya perlahan. Dia terbangun dan mendapati Dami tengah menatapnya dari jarak yang sangat dekat. Mata mereka bertemu, dan selama beberapa detik, mereka hanya saling menatap dalam keheningan. Udara terasa berat, penuh dengan sesuatu yang tidak terucap.

Seungjae, yang biasanya selalu memiliki komentar atau sikap dingin, kali ini hanya menatap balik. Matanya menyimpan kehangatan yang jarang terlihat.

Dami merasakan wajahnya mulai memanas. Ia berdeham canggung, akhirnya memutuskan kontak mata itu dengan susah payah. "Ayo makan. Aku harus pulang setelah ini," katanya cepat, berdiri dan menjauh dengan langkah sedikit goyah, mencoba menyembunyikan kebingungannya.

Seungjae yang masih dalam kebingungan karena baru terbangun, hanya mengangguk pelan. Tatapannya mengikuti punggung Dami yang cepat-cepat keluar dari ruangan, seperti ada sesuatu yang ia rasakan, namun tak tahu bagaimana mengekspresikannya.

Saat mereka duduk untuk makan, Dami masih berusaha menenangkan detak jantungnya yang tak kunjung normal. Suara pisau dan garpu yang beradu dengan piring menjadi satu-satunya suara di antara mereka. Dami merasa canggung, namun juga tidak bisa menahan dirinya untuk terus melirik ke arah Seungjae, bertanya-tanya apakah pria itu merasakan apa yang ia rasakan tadi.

Setelah makan selesai, Dami bangkit berdiri. "Aku akan pulang sekarang," katanya, mengambil tasnya dengan cepat.

"Aku antar," kata Seungjae tiba-tiba, membuat Dami sedikit tersentak.

"Dwaesseoyo," jawabnya cepat, mengibaskan tangan. "Aku bisa pulang sendiri, dan aku juga mau ke swalayan dulu sebentar." (Tidak perlu)

"Aku bisa menunggu di mobil," balas Seungjae tak kalah cepat. Nadanya begitu tenang, tapi ada sedikit keteguhan di dalamnya, seolah dia tidak mau menerima penolakan.

Tapi, Dami menggenggam erat tali tasnya dan memaksakan senyum. "Tidak perlu, sungguh. Besok juga aku yang jemput kau untuk ke agensi, kan?"

Seungjae menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya mengangguk pelan. "Baiklah."

Dami merasa lega sekaligus kecewa, meski ia sendiri tak tahu mengapa. Ia berjalan menuju pintu, tapi sebelum ia bisa memutar kenopnya, suara Seungjae terdengar lagi dari belakang, lembut tapi cukup membuatnya terhenti.

"Dami-ssi."

Ia berbalik, mata mereka bertemu lagi. Ada sesuatu dalam tatapan Seungjae kali ini—sesuatu yang tak bisa Dami jelaskan. Mungkin sebuah kekhawatiran, atau mungkin juga perasaan yang sama yang kini meluap dalam dirinya.

"Hati-hati di jalan," kata Seungjae, kali ini lebih pelan, seolah ingin mengatakan lebih banyak, tapi menahannya.

Dami hanya mengangguk, dan dengan cepat, ia keluar sebelum pikirannya mulai menyusun skenario lebih jauh lagi. Tapi, saat ia berjalan pulang, pikirannya terus berputar.

Kenapa dia begitu? Kenapa jantungku tak bisa berhenti berdebar setiap kali dia menatapku seperti itu?

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
fall
4349      1306     3     
Romance
Renata bertemu dua saudara kembar yang mampu memporak-porandakan hidupnya. yang satu hangat dengan segala sikap manis yang amat dirindukan Renata dalam hidupnya. satu lagi, dingin dengan segudang perhatian yang tidak pernah Renata ketahui. dan dia Juga yang selalu bisa menangkap renata ketika jatuh. apakah ia akan selamanya mendekap Renata kapanpun ia akan jatuh?
Kinara
4103      1524     0     
Fantasy
Kinara Denallie, seorang gadis biasa, yang bekerja sebagai desainer grafis freelance. Tanpa diduga bertemu seorang gadis imut yang muncul dari tubuhnya, mengaku sebagai Spirit. Dia mengaku kehilangan Lakon, yang sebenarnya kakak Kinara, Kirana Denallie, yang tewas sebagai Spirit andal. Dia pun ikut bersama, bersedia menjadi Lakon Kinara dan hidup berdampingan dengannya. Kinara yang tidak tahu apa...
Rewrite
8264      2477     1     
Romance
Siapa yang menduga, Azkadina yang tomboy bisa bertekuk lutut pada pria sederhana macam Shafwan? Berawal dari pertemuan mereka yang penuh drama di rumah Sonya. Shafwan adalah guru dari keponakannya. Cinta yang bersemi, membuat Azkadina mengubah penampilan. Dia rela menutup kepalanya dengan selembar hijab, demi mendapatkan cinta dari Shafwan. Perempuan yang bukan tipe-nya itu membuat hidup Shafwa...
THE HISTORY OF PIPERALES
1982      749     2     
Fantasy
Kinan, seorang gadis tujuh belas tahun, terkejut ketika ia melihat gambar aneh pada pergelangan tangan kirinya. Mirip sebuah tato namun lebih menakutkan daripada tato. Ia mencoba menyembunyikan tato itu dari penglihatan kakaknya selama ia mencari tahu asal usul tato itu lewat sahabatnya, Brandon. Penelusurannya itu membuat Kinan bertemu dengan manusia bermuka datar bernama Pradipta. Walaupun begi...
Reminisensi Senja Milik Aziza
847      446     1     
Romance
Ketika cinta yang diharapkan Aziza datang menyapa, ternyata bukan hanya bahagia saja yang mengiringinya. Melainkan ada sedih di baliknya, air mata di sela tawanya. Lantas, berada di antara dua rasa itu, akankah Aziza bertahan menikmati cintanya di penghujung senja? Atau memutuskan untuk mencari cinta di senja yang lainnya?
The Red Eyes
22638      3501     4     
Fantasy
Nicholas Lincoln adalah anak yang lari dari kenyataan. Dia merasa dirinya cacat, dia gagal melindungi orang tuanya, dan dia takut mati. Suatu hari, ia ditugaskan oleh organisasinya, Konfederasi Mata Merah, untuk menyelidiki kasus sebuah perkumpulan misterius yang berkaitan dengan keterlibatan Jessica Raymond sebagai gadis yang harus disadarkan pola pikirnya oleh Nick. Nick dan Ferus Jones, sau...
IMPIANKU
26209      3941     14     
Mystery
Deskripsi Setiap manusia pasti memiliki sebuah impian, dan berusaha untuk mewujudkan impiannya itu. Walau terkadang suka terjebak dengan apa yang diusahakan dalam menggapai impian tersebut. Begitu pun yang dialami oleh Satria, dalam usaha mewujudkan segala impiannya, sebagai anak Broken Home. Walau keadaan keluarganya hancur karena keegoisan sang ayah. Satria mencoba mencari jati dirinya,...
Story of time
2224      878     2     
Romance
kau dan semua omong kosong tentang cinta adalah alasan untuk ku bertahan. . untuk semua hal yang pernah kita lakukan bersama, aku tidak akan melepaskan mu dengan mudah. . .
If Is Not You
9951      2069     1     
Fan Fiction
Kalau saja bukan kamu, mungkin aku bisa jatuh cinta dengan leluasa. *** "Apa mencintaiku sesulit itu, hmm?" tanyanya lagi, semakin pedih, kian memilukan hati. "Aku sudah mencintaimu," bisiknya ragu, "Tapi aku tidak bisa melakukan apapun." Ia menarik nafas panjang, "Kau tidak pernah tahu penderitaan ketika aku tak bisa melangkah maju, sementara perasaank...
Bersyukur Tanpamu
560      374     4     
Short Story
Without You, I\'m Fine