Loading...
Logo TinLit
Read Story - Between Us
MENU
About Us  

Dami tahu hari-hari terakhirnya bekerja di perusahaan itu akan sulit, tapi dia tidak menyangka Park Yena akan membuatnya semakin berat.

Sejak Dami memutuskan untuk mengundurkan diri, Yena tidak berhenti menunjukkan ketidaksukaannya. Bukan dengan kata-kata, melainkan dengan sikap yang semakin menyebalkan. Setiap kali mereka melewati lorong kantor, Yena selalu memastikan bahu mereka bertabrakan. Kadang-kadang hanya sekadar sentuhan kecil, namun cukup keras untuk membuat Dami merasa tidak nyaman.

Pekerjaan yang seharusnya sudah lebih sedikit, ini malah Yena tambahkan sehingga semkain banyak yang harus Dami lakukan. "Kau harus menyelesaikan ini pada hari ini juga."

"Geunde, Sunbaenim. Hari ini aku ada deadline dari Pak Min. Tak bisakah besok?" Sejujurnya Dami sudah lelah sekali, tapi dia masih berusaha untuk berbicara dengan pelan, sopan, dan halus walaupun siapapun pasti menyadari betapa lelahnya dia dari nadanya.

"Aku tak mau tau."

Begitulah keseharian Dami selama ini.

Awalnya, Dami berusaha mengabaikan perilaku itu. Dia mencoba meyakinkan dirinya bahwa Yena hanya marah karena tak ada lagi yang bisa dimanfaatkan untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Dami sudah lama tau bahwa Yena sering kali memberikan pekerjaan pada orang lain, terutama dirinya. Saat Yena berlagak sibuk atau tertekan dengan deadline, Dami yang dengan patuh menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang bukan bagiannya, hanya demi menjaga hubungan baik. Tapi kini, setelah Dami menyerah pada situasi itu dan memilih pergi, Yena tidak lagi bisa memanfaatkannya. Itu, Dami yakin, yang menjadi alasan Yena semakin jadi.

Suatu hari, puncaknya terjadi saat Dami sedang berjalan keluar kantor. Park Yena, yang datang dari arah berlawanan, menabraknya begitu keras hingga tas Dami jatuh ke lantai. "Oh, mian," kata Yena dengan nada sinis, tanpa usaha sedikit pun untuk membantu. Darah Dami mendidih, tapi dia menarik napas dalam-dalam dan memungut tasnya. Ia tetap diam, meski dalam hatinya, amarahnya sudah mendesak ingin keluar.

Dami tentu tau dia harus melakukan sesuatu, tapi tidak bisa. Setiap kali Yena berusaha mengganggunya, Dami hanya diam dan menunduk. Dia tidak ingin ada drama, tidak ingin ada masalah baru. Tapi perlahan, sikap Yena mulai mempengaruhi pekerjaannya. Fokusnya terpecah, stresnya meningkat, dan ia sering kali pulang dengan kepala penuh tekanan. Ia tak bisa lagi berdiam diri.

Kini, tinggal sehari lagi sebelum dia benar-benar selesai dengan semuaini. Dami duduk di pojok belakang bus, punggungnya menempel pada jendela yang bergetar pelan setiap kali bus melewati jalan berlubang. Ia menatap keluar jendela, tetapi pandangannya kosong. Di telinganya, suara teman baiknya terdengar pelan melalui earphone.

"Jadi, dia benar-benar tabrakin bahu kau lagi?" suara Jian terdengar serius di ujung telepon.

Dami hanya menghela napas. "Iya. Udah berulang kali. Setiap lewat, sengaja aja gitu. TIdak keras, tapi cukup buat bikin aku hilang keseimbangan."

Jian terdiam sesaat, lalu berkata, "Kenapa nggak kau bilang sesuatu? Atau laporin ke HR?"

Dami menggeleng pelan, meskipun Jian tak bisa melihat. "Aku tidak ingin ribut. Aku tinggal satu hari lagi di kantor itu. Tidak worth it."

"Geunde Dami-ya, kalau terus begini, kayang akan terluka," Jian mendesah, suaranya terdengar prihatin. "Dia jelas marah karena tidak ada yang bisa dimanfaatin lagi. Itu bukan salah kau."

Dami tersenyum getir. Ia tau Jian benar. Park Yena memang selalu bergantung padanya untuk menyelesaikan pekerjaannya, dan ketika Dami memutuskan untuk keluar, Yena mulai menunjukkan ketidaksukaannya dengan cara yang semakin terang-terangan. Tabrakan bahu yang disengaja, tatapan sinis, komentar sinis yang dilontarkan di belakangnya. Semua itu mulai memengaruhi emosinya, meskipun Dami berusaha keras untuk tidak peduli.

"Ya, tapi aku cuma mau ini selesai dengan tenang. TIdak ingin meninggalkan drama apa-apa," kata Dami, suaranya rendah. Bus berhenti di lampu merah, dan dia merasa semakin berat dengan suasana itu. "Aku cuma ingin cepat-cepat pergi dari sana."

Jian tidak menanggapi langsung. Ia tau Dami terlalu sering menahan diri, membiarkan orang lain menginjaknya tanpa memberikan reaksi. "Kalau kamu butuh cerita lagi, kau tau aku selalu ada, kan?" suara Jian penuh kehangatan dan dukungan, sesuatu yang Dami hargai lebih dari apa pun saat ini.

"Gomawo, Jo Jian," jawab Dami pelan, matanya berkaca-kaca tanpa ia sadari.

Ketika bus akhirnya berhenti di halte dekat rumahnya, Dami turun tanpa terburu-buru. Udara malam yang dingin menyapanya, namun ia tak merasakannya. Ia berjalan pelan menuju pintu depan rumahnya, membiarkan telepon dengan Jian berakhir tanpa banyak kata perpisahan. Ketika akhirnya berada di dalam rumah, Dami berdiri di depan cermin yang tergantung di ruang tamu.

Matanya menatap bayangannya sendiri. Wajahnya terlihat lelah, lebih lelah dari yang pernah ia sadari. Tapi bukan itu yang menarik perhatiannya. Tangan kirinya terangkat, jemarinya menyentuh bekas luka samar di pergelangan tangan kanannya. Luka yang sudah lama sembuh, tapi masih terasa perih setiap kali dia mencoba mengingat asal-usulnya. Sampai sekarang ia tidak ingat kenapa bekas luka samar itu ada. Apa yang sudah terjadi padanya. Sangho juga tidak menjawab kala Dami bertanya.

Dengan sentuhan lembut, Dami mengelus bekas luka itu. Apakah dulu ia dulu berpikir rasa sakit fisik bisa menghapuskan rasa sakit emosionalnya?

Dia menarik napas panjang, mengalihkan pandangannya dari cermin. Meskipun dia tahu dia harus melangkah maju, beratnya hari-hari terakhir ini membuatnya merasa seolah terjebak di tempat yang sama, berkutat dalam lingkaran emosi yang tidak pernah berakhir.

[TBC]

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Venus & Mars
6080      1570     2     
Romance
Siapa yang tidak ingin menjumpai keagunan kuil Parthenon dan meneliti satu persatu koleksi di museum arkeolog nasional, Athena? Siapa yang tidak ingin menikmati sunset indah di Little Venice atau melihat ceremony pergantian Guard Evzones di Syntagma Square? Ada banyak cerita dibalik jejak kaki di jalanan kota Athena, ada banyak kisah yang harus di temukan dari balik puing-puing reruntuhan ...
It Takes Two to Tango
472      346     1     
Romance
Bertahun-tahun Dalmar sama sekali tidak pernah menginjakkan kaki di kota kelahirannya. Kini, ia hanya punya waktu dua minggu untuk bebas sejenak dari tanggung jawab-khas-lelaki-yang-beranjak-dewasa di Balikpapan, dan kenangan masa kecilnya mengatakan bahwa ia harus mencari anak perempuan penyuka binatang yang dulu menyelamatkan kucing kakeknya dari gilasan roda sepeda. Zura tidak merasa sese...
Another Word
633      368     2     
Short Story
Undangan pernikahan datang, dari pujaan hati yang telah lama kamu harap. Berikan satu kata untuk menggambarkannya selain galau.
Ojek Payung
548      395     0     
Short Story
Gadis ojek payung yang menanti seorang pria saat hujan mulai turun.
Kumpulan Quotes Random Ruth
2120      1116     0     
Romance
Hanya kumpulan quotes random yang terlintas begitu saja di pikiran Ruth dan kuputuskan untuk menulisnya... Happy Reading...
Before I Go To War
631      455     5     
Short Story
Inilah detik-detik perpisahan seorang pejuang yang tak lama lagi akan berangkat menuju peperangan. \"Selamat tinggal gadis yang tengah asyik bersujud dimihrab yang usang\" -Mustafa-
27th Woman's Syndrome
10744      2061     18     
Romance
Aku sempat ragu untuk menuliskannya, Aku tidak sadar menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Orang ketiga? Aku bahkan tidak tahu aku orang ke berapa di hidupnya. Aku 27 tahun, tapi aku terjebak dalam jiwaku yang 17 tahun. Aku 27 tahun, dan aku tidak sadar waktuku telah lama berlalu Aku 27 tahun, dan aku single... Single? Aku 27 tahun dan aku baru tahu kalau single itu menakutkan
Rain Murder
2557      677     7     
Mystery
Sebuah pembunuhan yang acak setiap hujan datang. Apakah misteri ini bisa diungkapkan? Apa sebabnya ia melakukannya?
A Man behind the Whistle
1506      670     2     
Action
Apa harga yang harus kau tukarkan untuk sebuah kebenaran? Bagi Hans, kepercayaan merupakan satu-satunya jalan untuk menemukannya. Broadway telah mendidiknya menjadi the great shadow executant, tentu dengan nyanyian merdu nan membisik dari para Whistles. Organisasi sekaligus keluarga yang harus Hans habisi. Ia akan menghentak masa lalu, ia akan menemukan jati dirinya!
Balada Valentine Dua Kepala
310      196     0     
Short Story
Di malam yang penuh cinta itu kepala - kepala sibuk bertemu. Asik mendengar, menatap, mencium, mengecap, dan merasa. Sedang di dua kamar remang, dua kepala berusaha menerima alasan dunia yang tak mengizinkan mereka bersama.