Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mermaid My Love
MENU
About Us  

Marrinette terbangun karena mendengar panggilan Fadli seraya mengetuk-ngetuk pintu kamarnya. Ia melirik jam dinding. Sudah menunjukkan jam sembilan pagi. Ia sedikit heran karena ternyata tertidur di lantai. Marrinette bangkit dengan agak sempoyongan. Kepalanya masih terasa sakit. Ia membuka pintu kamarnya.

"Maaf, aku sangat telat."

"Tidak apa-apa. Kebetulan Papa tidak pulang lagi hari ini. Jadi kamu takkan kena marah."

"Syukurlah."

"Kamu kenapa Marrinette? Kok pucat? Kamu sakit?"

"Tidak apa-apa."

"Kalau sakit jangan kerja dulu. Aku tak mau terjadi apa-apa denganmu. Istirahatlah. Biar Pak Adi yang menggantikan tugasmu untuk sementara waktu."

"Tak usah. Aku tidak apa-apa."

Marrinette keluar dari kamarnya berjalan kedapur dengan tertatih-tatih. Ia mengupas bawang dan cabe, memasukkannya ke dalam blender. Namun ketika memencet tombol on, blender itu meledak dan Marrinette terjatuh pingsan.

Ledakan itu terdengar oleh Fadli, yang langsung bergegas lari ke dapur. Dan ia terkejut melihat Marrinette yang tergeletak dengan muka menghitam.

"Marrinette!" teriaknya panik.

Marrinette langsung dilarikan kerumah sakit. Ia dirawat diruang UGD. Agak lama dokter menanganinya di dalam. Fadli menunggu dengan jantung berdebar.

"Bagaimana dok?" tanya Fadli saat melihat dokter keluar.

"Maaf, kami susah mendiagnosa penyakit pasien. Karena tergolong aneh."

"Aneh bagaimana?"

"Entahlah. Suhu tubuhnya terlalu tinggi. Bahkan melebihi panas orang yang demam pada umumnya."

"Lalu dia b-bagaimana dokter?"

"Tenang, tenang. Kami akan berusaha semaksimal mungkin."

Dokter kemudian meninggalkan Fadli yang meremas rambutnya panik.

Sudah berkali-kali Alya menelpon Marrinette, namun tidak diangkat.

"Heran. Tidak biasanya Marrinette seperti ini."

"Mungkin dia ketiduran. Coba telpon sekali lagi," kata Evelyn.

"Bagaimana mungkin dia ketiduran. Ini sudah jam berapa?"

Tiba-tiba kerang yang dipegang Evelyn mengeluarkan sinar. Evelyn membukanya dan melihat wajah Helen terpampang di sana.

"Evelyn, Alya, pergilah ke rumah sakit sekarang."

Lalu dengan kekuatannya Helen menunjukkan keadaan Marrinette sekarang.

"Marrinette!" pekik Alya tertahan.

"Cepatlah kalian ke sana dan bawa Marrinette ke kerajaanku."

"Baik, ratu."

Evelyn dan Alya bergegas pergi ke rumah sakit yang dimaksud. Sesampainya disana mereka bersembungi di balik tembok karena melihat Fadli sedang menjaga di pintu dengan assistennya.

"Uuh, ngapain dia ada disini juga?" gerutu Alya.

Tiba-tiba mereka melihat seorang suster datang menghampiri Fadli, berbincang-bincang sebentar kemudian Fadli dan asistennya mengikutinya. Bagus, ini peluang mereka untuk membawa Marrinette.

Alya dan Evelyn melihat kiri kanan, memastikan tidak ada yang memperhatikan mereka, kemudian masuk ke ruang UGD.

Alya memperhatikan Marrinette yang kini terbaring tak sadarkan diri, dia meraba dahi adiknya, kemudian terlonjak pelan.

"Uh, panas sekali."

Perhatiannya kini beralih pada tabung infus. Dan ia terkejut melihat cairan dalam infus itu mendidih.

"Evelyn," ujarnya seraya menunjuk infus itu. "Apakah darah Marrinette mendidih?"

"Sudahlah, kita tak punya banyak waktu. Ayo cepat bawa Marrinette sebelum mereka kembali atau kita akan ketauan."

Alya mengangguk. Evelyn mencabut infus ditangan Marrinette dengan hati-hati. Lalu mereka menggendongnya, membawanya keluar dari ruangan itu.

Setibanya di tepi pantai, Evelyn menurunkan tubuh Marrinette perlahan.

"Kenapa diturunkan? Ayo kita bawa dia kelaut sekarang."

"Tidak," sahut Evelyn.

"Mengapa? Apa masalahnya?"

"Badan Marrinette terlalu panas untuk kita bawa ke dalam laut. Kalau kita tetap membawanya, ikan-ikan dilaut bisa mati karena air ikut panas oleh tubuh Marrinette."

Alya tau apa yang harus dilakukannya, ia mengeluarkan kekuatan es nya, membekukan tubuh Marrinette.

"Ini tidak akan bertahan lama Evelyn. Kita harus cepat-cepat membawa Marrinette ke kerajaan sebelum es itu mencair karena tubuhnya terlalu panas."

Evelyn mengangguk, kemudian mengangkat Marrinette, bersama Alya masuk kelaut. Mereka berenang lebih cepat, terburu-buru, hingga sampailah pada kerajaan Apriana. Disana mereka sudah ditunggu oleh beberapa selir dan langsung membawa Marrinette ke salah satu kamar kerajaan.

Ratu Apriana memasuki kamar itu, memeriksa keadaan Marrinette.

"Apa yang terjadi dengannya ratu?"

"Sepertinya dia lupa dengan peringatanku. Untuk jangan keluar saat malam terjadinya bloodmoon. Tapi ternyata dia malah keluar pada malam itu hingga kekuatan yang dimilikinya saat ini tak terkendali. Setiap benda yang beraliran listrik apabila disentuhnya, akan meledak. Tidak hanya itu, kekuatannya juga dapat merusak tubuhnya perlahan-lahan."

"Apakah ini bisa disembuhkan?" tanya Alya cemas.

"Bisa," sahut ratu. "Tapi membutuhkan waktu yang lama."

Ratu Apriana berkata lagi. "Alya, Evelyn. Kalian harus mencari tujuh macam rumput laut dan tujuh butir mutiara,"

"Baik, ratu."

"Tapi ingat, kalian harus menemukannya dalam waktu enam hari. Karena pada hari ketujuh adalah proses pengobatannya. Jangan sampai terlambat, jika dalam waktu tujuh hari Marrinette tidak diobati, maka tubuhnya akan hancur."

"Dimana Marrinette!" teriak Fadli ketika melihat Marrinette tak lagi ditempatnya. "Marrinette! Dimana kamu!"

"Tuan muda, tenanglah," kata Pak Adi mencoba menenangkan.

"Bagaimana aku bisa tenang dalam keadaan seperti ini? Apalagi Marrinette dalam keadaan kritis." Fadli meremas rambutnya panik.

"Begini saja, disini ada CCTV, bagaimana kalau kita ke ruang security untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi diruangan ini."

"Pak Adi benar."

Fadli dan Pak Adi bergegas pergi ke tempat security, meminta mereka untuk memutar ulang rekaman CCTV di ruang UGD. Di rekaman itu terlihat Marrinette dibawa oleh dua perempuan yang tidak dikenalnya.

"Marrinette diculik!" serunya. "Pak Adi, kumpulkan bodyguard untuk mencari penculik itu, cepat!"

"Baik Tuan."
***
"Evelyn, kau mencari tujuh mutiara dan aku mencari tujuh macam rumput laut."

"Tidak. Aku ikut mencari rumput laut bersamamu. Mutiara bisa ditemukan disekitar istana."

Alya paham, kemudian mereka berenang menyusuri lautan. Terus berenang untuk menemukan rumput laut itu. Ditengah perjalanan mereka melihat ubur-ubur dari kejauhan, mereka berbalik. Kalau tidak, ubur-ubur itu akan menyengat tubuh mereka. Ada beberapa ubur-ubur yang tak bisa mereka hindari, Alya mengeluarkan jurus esnya sehingga ubur-ubur itu membeku. Kemudian mereka berenang secepat mungkin, menjauhi ubur-ubur itu.

Mereka menyembul ke permukaan air.

"Alya, sebaiknya kita hentikan perjalanan ini terlebih dahulu. Ada banyak ubur-ubur disana," kata Evelyn.

"Tidak Evelyn. Aku tidak mau membuang waktu. Kita harus bisa menemukannya secepat mungkin."

"Alya, ini terlalu berbahaya. Mereka bisa menyengat tubuh kita."

"Aku tau. Tapi bukankah bisa mencari jalan lain? Lautan ini luas."

Evelyn menghembuskan nafas berat. "Tapi aku tak bisa."

"Evelyn, kau tidak tau bagaimana rasanya memiliki adik yang sedang terluka. Hanya dia satu-satunya keluarga yang kupunya."

"Aku mengerti. Tapi apa kau tidak lelah setelah berenang sejauh ini? Lebih baik istirahat dulu. Masih ada hari esok."

"Aku tak mau menunda hari. Kalau kau tidak mau mengikutiku ya sudah, silahkan kembali ke istana. Biarkan aku yang mencarinya sendiri."

Evelyn menyerah. Ia tau Alya tak bisa dibantah lagi.

"Baiklah kalau begitu. Berhati-hatilah. Tapi ingat, tak semua rumput laut yang bisa dijadikan obat."

"Terimakasih sudah memberitahu." Alya kembali menyelam. Menyusuri lautan seorang diri.

Sedangkan Evelyn kembali ke istana, dan ia memutuskan untuk mencari mutiara sebanyak tujuh butir.

Alya mencari jalan lain dimana ia tak akan bertemu dengan ubur-ubur itu lagi, terus berenang hingga ke tengah lautan, mencabut satu sampai dua rumput laut yang berbeda. Saat sedang mencari rumput laut yang lain, matanya terbelalak karena melihat gerombolan ikan piranha. Ia segera menjauh secepat mungkin. Berenang lebih cepat agar sampai ke istana.

"Evelyn, mengapa kau hanya kembali seorang diri? Dimana Alya?" tanya ratu Apriana saat melihat Evelyn kembali.

"Alya mencari rumput laut seorang diri. Aku sudah mencegahnya karena tadi kita melihat ada banyak ubur-ubur ditengah laut. Aku takut tersengat, makanya aku memutuskan untuk pulang. Namun Alya tak mau dibujuk. Ia bersikeras untuk mencari rumput laut itu seorang diri. Sehingga aku memutuskan pulang sendirian."

Evelyn kemudian pergi ke belakang istana. Ia terus berenang, mengelilingi taman laut, hingga menemukan kerang, ia membukanya dan menemukan sebutir mutiara. Ia mencari kerang ditempat yang berbeda, mengumpulkannya satu persatu hingga menjadi tujuh butir. Ia kembali ke istana dan memberikan mutiara itu pada ratu.

Alya kembali setelah beberapa jam kemudian.

"Alya, kamu kenapa?" tanya ratu Apriana karena melihat wajah Alya cemas.

"Piranha,” sahutnya singkat dengan nafas terengah-engah.

Alya memberikan rumput laut itu pada Apriana. "Aku baru menemukan dua macam."

"Tidak apa-apa, besok bisa dilanjutkan."

Esoknya, Alya kembali mencari rumput laut bersama Evelyn. Mereka memutuskan untuk mencari rumput laut yang berbeda. Alya terus berenang hingga melihat ada rumput laut yang lumayan panjang. Dia memasukinya, mencabutnya kemudian berenang keluar. Namun sayangnya ia terperangkap. Ekornya terlilit oleh rumput itu dan sulit membebaskan diri.

"Evelyn! Help."

"Alya? Apa yang terjadi?"

"Tolong bebaskan aku dari sini. Ekorku dililit rumput."

Evelyn mendekat. Namun dicegah Alya.

"Tolong jangan terlalu dekat. Nanti kamu juga terperangkap."

"Acungkan tanganmu!"

Alya mengacungkan tangannya. Evelyn menariknya, namun ia kesulitan. Rumput itu terlalu kuat melilit tubuh Alya.

"Aaagh!"

Tiba-tiba rumput itu menarik tubuh Alya ke bawah.

"Aaaa!" teriak Alya.

"Alya!"

Evelyn panik. Apa yang harus dia lakukan? Rumput itu terlalu kuat. Mengapa ia harus terjebak disituasi seperti ini?

Tidak, dia tidak boleh menyerah. Alya sudah seperti keluarganya dan harus diselamatkan.

Ia harus berani!

Maju dan lakukan.

Ia mengambil ancang-ancang. "Aku akan menyelamatkanmu Alya!" Ia berenang sekuat tenaga, mengelak dari rerumputan yang mencoba melilit tubuhnya. Ia meraih tangan Alya.

"Satu! Dua! Tiga! Hiyaaaaa!" Evelyn berhasil menarik Alya keatas dan terbebas dari rerumputan itu. Buru-buru mereka meninggalkan tempat itu dan berenang ke permukaan.

"Hoah, sangat melelahkan," keluh Evelyn. "Alya, sudah kubilang kan, tidak semua rumput laut yang bisa diambil."

"Maaf aku tidak tau."

Evelyn tidak menyahut. Ia lelah. Kejadian tadi sangat menguras tenaga.

"Evelyn, bagaimana ini? Kita belum cukup menemukan tujuh macam rumput laut. Bagaimana dengan Marrinette?"

"Sebaiknya kita kembali ke kerajaan. Aku ingin istirahat."

"Evelyn...." suara Alya terdengar memelas. Begitupun dengan tatapannya.

Evelyn iba melihatnya.

"Huuh, baiklah. Ayo kita cari ditempat lain."

Dalam waktu lima hari mereka baru berhasil menemukan lima macam rumput laut. Keadaan Marrinette semakin memburuk. Wajahnya menghitam seperti terbakar.

"Marrinette!" teriak Alya sambil menangis.

"Kita harus mempercepat pengobatannya. Jika tidak, tubuhnya akan segera hancur," ujar ratu Apriana.

"Tapi ratu, rumput itu sulit ditemukan. Harus kemana lagi kita mencarinya?" sahut Alya sendu.

"Biasanya manusia suka mencari rumput laut untuk dijual. Coba kalian cari ditepi pantai, ada beberapa nelayan yang menjualnya," kata ratu Apriana.

Maka pergilah Alya dan Evelyn ketepi pantai. Mereka sudah mencarinya dari satu nelayan ke nelayan yang lain namun tidak ada. Hanya ada satu nelayan yang membawa rumput laut yang dimaksud. Mereka menghampirinya.

"Pak, saya mau beli rumput lautnya," kata Alya.

"Maaf neng. Rumput laut ini sudah dipesan oleh salah satu pemilik kafe."

"Tolong banget Pak. Adik saya lagi sakit dan dia butuh rumput laut ini."

"Tapi, saya sudah terlanjur menerima uangnya."

"Gimana kalau saya bayar dua kali lipat." Evelyn berkata. "Berapa harganya?"

"Sekilo dua puluh ribu."

Evelyn mengeluarkan lima butir mutiara dari dalam sakunya. "Segini cukup nggak?"

Nelayan itu terbelalak dan cepat menerimanya. "Cukup neng. Silahkan ambil saja semua. Makasi, makasi banyak."

Mereka mengambil rumput laut itu dan pergi dari sana. Menyelam ke dalam lautan, dan berenang menuju kerajaan Apriana.

Pengobatan mulai dilakukan. Apriana menumbuk 7 macam rumput laut itu hingga hancur. Lalu meneteskan airnya ke dalam mulut Marrinette.

Kemudian Apriana mengambil tujuh butir mutiara, ia memejamkan matanya sambil berkomat-kamit. Mutiara itu bersinar hingga mengeluarkan hawa murni. Apriana membuka matanya sambil terus komat-kamit mengalirkan kekuatan itu ke wajah Marrinette hingga kakinya.

Marrinette kejang-kejang, Alya panik dan berteriak sambil menangis.

"Marrinette!"  Ia hendak memeluk tubuh Marrinette namun ditahan oleh Evelyn. Tak ingin Apriana terganggu.

Apriana terus  mengalirkan hawa murni dibantu dengan kekuatannya sampai wajah Marrinette yang menghitam berubah seperti sediakala.

Kemudian ia menyelesaikan proses pengobatannya.

Mata Marrinette yang semula cuma terpejam perlahan-lahan mulai dibuka.

"Ratu?"

Apriana tersenyum. Marrinette juga melihat Evelyn dan Alya yang kemudian menghampirinya.

"Syukurlah kamu sudah sembuh. Aku sangat khawatir dengan keadaanmu," ujar Alya.

"Marrinette, sebaiknya kamu beristirahat agar keadaanmu cepat pulih. Besok baru boleh kembali ketempat Darlius."

"Baik ratu."

Apriana keluar dari kamar Marrinette diikuti dayang-dayangnya.
***
Fadli benar-benar dibuat pusing oleh kehilangan Marrinette. Dia selalu khawatir dengan apa yang akan terjadi pada gadis itu. Bahkan saking pusingnya ia bahkan tak nafsu makan.

Pintu diketuk dan dibuka oleh Pak Adi. Lima orang bodyguard masuk.

"Bagaimana?" tanya Fadli.

"Maaf Tuan, belum ketemu," salah satu diantara mereka menjawab takut-takut.

"Mencari seorang perempuan saja kalian tidak becus? Dasar tak berguna!"

Pak Adi mencoba menenangkan. "Sabar Tuan muda."

"Sabar? Bagaimana saya bisa tenang kalau Marrinette belum ditemukan! Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengannya! Bagaimana kalau ia dijual atau dibunuh, kamu mau tanggungjawab?! Apa kamu bisa mencarikan perempuan yang sama seperti Marrinette?!"

Bodyguardnya berbicara lagi. "Kami akan berusaha mencarinya sampai ketemu Tuan."

"Halah! Kalian tidak becus! Biar aku yang mencarinya sendiri!"

Fadli mengepalkan tangan, melangkah dengan gusar, membuka pintu dengan sentakan kuat.

Namun amarahnya langsung sirna karena melihat Marrinette, tersenyum diambang pintu.

"Marrinette!" teriaknya tak percaya. "Benarkah ini kau?"

Marrinette mengangguk, lagi-lagi tersenyum.

Fadli lantas memegang kedua pipi Marrinette. "Apa kau tidak apa-apa? Apa ada yang sakit, ada yang luka?" Fadli memperhatikan wajahnya, tangannya, sampai kaki untuk memastikan Marrinette tidak kurang suatu apapun.

"Aku baik-baik saja," sahut Marrinette.

"Syukurlah." Fadli lantas memeluknya. "Aku sangat mengkhawatirkanmu."

Marrinette sedikit kaget dengan pelukan itu, namun dia biarkan, tapi juga tak membalas pelukan itu.

Fadli cepat melepaskan pelukannya. "Maaf, reflek."

Marrinette tersenyum. "Tidak apa-apa."

"Kalau begitu ayo masuk. Sebaiknya kamu istirahat dulu. Pekerjaanmu biar nanti digantikan sama bodyguard-bodyguard ini."

"Tapi Tuan-"

"Jangan protes! Itu sebagai hukuman karena kalian tak becus mencari Marrinette."

"Maaf, kalau aku terlalu merepotkan kalian." Marrinette jadi tidak enakan.

"Tidak, sama sekali kamu tidak merepotkan," sahut Fadli.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ayat-Ayat Suci
699      400     1     
Inspirational
Tentang kemarin, saat aku sibuk berjuang.
The Last Mission
614      374     12     
Action
14 tahun yang silam, terjadi suatu insiden yang mengerikan. Suatu insiden ledakan bahan kimia berskala besar yang bersumber dari laboratorium penelitian. Ada dua korban jiwa yang tewas akibat dari insiden tersebut. Mereka adalah sepasang suami istri yang bekerja sebagai peneliti di lokasi kejadian. Mereka berdua meninggalkan seorang anak yang masih balita. Seorang balita laki-laki yang ditemuka...
Love is Possible
163      150     0     
Romance
Pancaroka Divyan Atmajaya, cowok angkuh, tak taat aturan, suka membangkang. Hobinya membuat Alisya kesal. Cukup untuk menggambarkan sosok yang satu ini. Rayleight Daryan Atmajaya, sosok tampan yang merupakan anak tengah yang paling penurut, pintar, dan sosok kakak yang baik untuk adik kembarnya. Ryansa Alisya Atmajaya, tuan putri satu ini hidupnya sangat sempurna melebihi hidup dua kakaknya. Su...
Khalisya (Matahari Sejati)
2836      953     3     
Romance
Reyfan itu cuek, tapi nggak sedingin kayak cowok-cowok wattpad Khalisya itu hangat, tapi ia juga teduh Bagaimana jika kedua karakter itu disatukan..?? Bisakah menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi..?? Semuanya akan terjawab disini. Ketika dua hati saling berjuang, menerobos lorong perbedaan. Mempertaruhkan hati fan perasaan untuk menemukan matahari sejati yang sesungguhnya &...
Not Alone
536      285     3     
Short Story
Mereka bilang rumah baruku sangat menyeramkan, seperti ada yang memantau setiap pergerakan. Padahal yang ku tahu aku hanya tinggal seorang diri. Semua terlihat biasa di mataku, namun pandanganku berubah setelah melihat dia. "seseorang yang tinggal bersamaku."
Ti Amo
532      312     2     
Romance
“Je t’aime, Irish...” “Apa ini lelucon?” Irish Adena pertama kali bertemu dengan Mario Kenids di lapangan saat masa orientasi sekolah pada bulan Juli sekitar dua tahun yang lalu. Gadis itu menyukainya. Irish kembali bertemu dengan Mario di bulan Agustus tahun kemudian di sebuah lorong sekolah saat di mana mereka kembali mencari teman baru. Gadis itu masih menyukainya. Kenyataannya...
Belahan Jiwa
510      343     4     
Short Story
Sebelum kamu bertanya tentang cinta padaku, tanyakan pada hatimu \"Sejauh mana aku memahami cinta?\"
CORAT-CORET MASA SMA
488      353     3     
Short Story
Masa SMA, masa paling bahagia! Tapi sayangnya tidak untuk selamanya. Masa depan sudah di depan mata, dan Adinda pun harus berpikir ulang mengenai cita-citanya.
Hey, I Love You!
1187      510     7     
Romance
Daru kalau ketemu Sunny itu amit-amit. Tapi Sunny kalau ketemu Daru itu senang banget. Sunny menyukai Daru. Sedangkan Daru ogah banget dekat-dekat sama Sunny. Masalahnya Sunny itu cewek yang nggak tahu malu. Hobinya bilang 'I Love You' tanpa tahu tempat. Belum lagi gayanya nyentrik banget dengan aksesoris berwarna kuning. Terus Sunny juga nggak ada kapok-kapoknya dekatin Daru walaupun sudah d...
Temu Yang Di Tunggu (up)
19440      4031     12     
Romance
Yang satu Meragu dan yang lainnya Membutuhkan Waktu. Seolah belum ada kata Temu dalam kamus kedua insan yang semesta satukan itu. Membangun keluarga sejak dini bukan pilihan mereka, melainkan kewajiban karena rasa takut kepada sang pencipta. Mereka mulai membangun sebuah hubungan, berusaha agar dapat di anggap rumah oleh satu sama lain. Walaupun mereka tahu, jika rumah yang mereka bangun i...