Loading...
Logo TinLit
Read Story - Mermaid My Love
MENU
About Us  

"Kalian telah melanggar aturan laut, yang membuat kalian nahas hari ini."

"Kau tau apa tentang laut! Kita nelayan telah bertahun-tahun tinggal disini dan lebih tau daripada kau! Kau hanya pengunjung, tak usah banyak bicara kau!"

Wanita itu tersenyum sinis. "Walaupun aku hanya pengunjung, tapi pengetahuanku jauh di atas kalian."

Wanita itu berkata lagi. "Kalian hanya tau tentang ikan, tapi kalian tidak memahami peraturan laut yang tidak boleh dilanggar."

"Pertama: Ratu tidak melarang mengambil ikan-ikan dilaut tapi tolong jangan melakukan kerusakan seperti mebom. Karena melakukan pengeboman dapat merusak terumbu karang yang dapat merusak ekosistem laut."

"Yang kedua: Dilarang menangkap ikan kesayangan ratu seperti ikan badut."

"Ratu? Hahaha! Kau mengigau ya? Hari gini mana ada ratu laut. Hahaha, lucu sekali dia."

Wanita itu menatap tajam. "Sepertinya kalian harus kuperkenalkan siapa ratu penguasa laut ini."

Ia mengangkat tangannya, mengeluarkan kekuatan, mengarahkan pada leher pria songong itu. Pria itu tercekik dan terangkat ke udara, meronta-ronta, mengerang kesakitan. Lalu melepaskannya hingga pria itu terjatuh ke tanah dan tak bergerak.

Temannya yang menyaksikan melongo, menatap wanita itu gemetaran. Lalu berteriak lari ketakutan.

"Setaaaaaaaaaaan!"

"Ratu Apriana!"

Wanita itu menoleh, memutar badannya. Marrinette, Alya dan Evelyn berlari ke arahnya. Apriana membuka kacamatanya.

"Salah satu nelayan tewas terkena cambuk petirku. Dan sekarang ratu membunuh satu orang lagi. Bukankah kita para duyung tidak boleh membunuh manusia jika tidak dalam keadaan terdesak yang mengancam nyawa kita?" kata Marrinette.

"Kata siapa aku membunuhnya. Aku hanya memberi pelajaran pada nelayan ini. Tiga hari lagi dia akan siuman dan akan mengingat kejadian ini. Semoga ia jera."
***
"Emm, ini adalah liburan terindah dalam hidupku. Bisa menikmati makanan enak ditempat yang tidak pernah kutemukan di kerajaan laut," kata Marrinette.

"Ya iyalah Marrinette, ini kan dunia manusia. Tentu saja berbeda dengan dunia laut," sahut Alya.

"Kalian harus berhati-hati dengan bloodmoon." Helen menyela.

"Bloodmoon?"

"Bloodmoon dapat membuat kekuatan kalian jadi tak terkendali. Ia akan terjadi seminggu lagi. Saya harap kalian tidak keluar pada malam itu."

"Baik, Buk."
***
Marrinette kembali lagi ke rumah Darlius.
Ceklek! Pintu dibuka. Marrinette masuk dengan wajah malas. Fadli yang lagi duduk di sofa ruang tamu berdiri menyambutnya namun tak mengeluarkan sepatah kata. Dalam hati ia senang karena melihat Marrinette sudah kembali.

Marrinette tak menyapanya, ia tampak lelah, lalu pergi kekamarnya untuk beristirahat.


Marrinette membuka matanya perlahan, melirik jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan jam 8 pagi.

"Gawat! Aku terlambat!"

Buru-buru ia turun dari tempat tidur, mencuci muka dan mengikat rambutnya. Terburu-buru pula dia membuka pintu. Dia bahkan tak menoleh pada Fadli yang sedang menonton tv diruang tengah dan melewatinya begitu saja.

"Tak usah terburu-buru."

Suara Fadli menghentikan langkahnya.

"Papa sedang tidak ada dirumah. Jadi tidak apa terlambat sedikit. Santai saja."

"Bukannya seperti biasa kamu juga minta dibuatkan sarapan pagi-pagi sekali ya?"

"Mulai sekarang tidak perlu. Jika tidak ada Papa dirumah, maka kamu tidak perlu terburu-buru. Aku tak mau merepotkanmu lagi."

Ini baru berita. Seorang Fadli yang galak dan jahat bisa sebegitu pengertian. Apa kepalanya terbentur lagi?

"Kenapa masih diam disitu? Kau tidak sedang bermimpi. Aku memang sudah melonggarkan aturan untukmu. Tapi kalau Papa tidak, aku tidak bisa mempengaruhinya. Tapi kabar baiknya, Papaku jarang pulang karena ia sibuk dengan perempuan lain."

Ya aku tau aku tidak bermimpi, tapi kebingungan. Bagaimana bisa dia berubah secepat itu? Aha! Lebih baik menikmatinya saja. Marrinette tersenyum kemudian kembali ke kamarnya, mengambil handuk, kekamar mandi untuk bersih-bersih.

Marrinette menikmati dinginnya air di pagi hari. Dia melambai-lambaikan ekornya. Seketika ingat perkataan Helen sehari sebelum ia kembali ke sini. Merubah strategi.

"Kamu harus bisa mendekati anak Darlius itu. Mengesampingkan egomu dan berubahlah menjadi wanita lembut yang selalu menuruti perkataannya, berikan perhatian. Saya yakin dia akan luluh terhadapmu."

Awalnya Marrinette keberatan mendengar perkataan itu. Tapi melihat Fadli mulai baik padanya, dia melihat seperti ada celah. Marrinette harus memanfaatkan kesempatan itu sebaik mungkin.

Selesai mandi, ia mengeringkan tubuhnya sampai berubah jadi manusia kembali.

Usai bersih-bersih ia pergi kedapur, membuatkan spagetty dan hot lemon tea untuk Fadli.

"Kenapa kamu membuatkan ini untukku? Aku kan tidak memintanya," kata Fadli saat Marrinette meletakkan makanan di meja dihadapannya.

"Bukankah ini makanan kesukaanmu? Kenapa harus disuruh-suruh?"

Fadli tersenyum, memakan spagetty itu.

"Kamu mau aku pijitin nggak?" kata Marrinette seusai Fadli makan.

"Tidak usah."

"Kenapa tidak? Aku tidak akan kerepotan jika hanya memijit kamu seorang."

Fadli menatapnya. Marrinette tersenyum, memijit Fadli dengan lembut. Diperhatikan seperti itu membuat hati Fadli jadi menghangat, ada rasa nyaman saat ia didekat Marrinette.

Siang hari, teman Fadli, Alex dan Rian datang kerumahnya.

"Ini yang bekerja di kafe Pak Danu kan?" tanya Alex menunjuk Marrinette.

"Ya betul," sahut Rian. "Pernah juga jadi pelayan di restorant Helen."

Alex tertawa. "Hahaha, Dipecat terus ya. Sampai-sampai harus bekerja jadi pembantu disini. Duh, malangnya nasibmu. Sepertinya sudah nasibmu menjadi pembantu.”

Alex tertawa lagi, kali ini diikuti oleh Rian.

"Eh sini!"

Marrinette menghampirinya walau enggan.

"Namamu siapa?"

"Marrinette."

"Kornet? Hahaha," ledek Alex. Rian tertawa lebih keras.

"Aku nggak peduli siapapun namamu. Buatkan kopi sekarang dalam waktu lima menit. Telat satu detik saja kau harus push up limapuluh kali."

Apa!

"Anda siapa berani-berani menyuruh Marrinette?" Fadli yang baru muncul langsung berdiri menghadap mereka dengan tampang horornya.

"Lho, dia kan pembantu kamu Fadli. Apa salahnya kita menyuruh seorang pembantu, ya kan?" Ucap Alex menoleh pada Rian yang dibalas dengan anggukan.

"Dia pembantu dirumah saya bukan dirumahmu! Jadi jangan leluasa menyuruhnya tanpa seizin saya!"

"Dimana-mana kalau orang bertamu pasti akan dibuatkan minuman. Kalau tuan rumah tidak sempat ya jadi tugas pembantu."

"Tapi saya tidak menerima kalian jadi tamu dirumah ini. Jadi silahkan keluar!" Rahang Fadli mengeras.

Alex bangkit dari tempat duduknya.

"Lo udah berubah sekarang Fad. Apa karena dia!" tuding Alex pada Marrinette.

"Itu bukan urusan lo! Pergi dari rumah ini atau gue suruh satpam buat ngusir kalian!"

"Tak usah! Gue bisa pergi sendiri. Ayo Yan!"

Alex menarik Rian dengan gusar keluar dari rumah itu.

Marrinette hanya melongo melihatnya, terlebih melihat Fadli begitu sangar, hii ngeri. Tapi seorang Marrinette tak boleh takut, mau sesangar apapun manusia. Dia punya kekuatan, bisa ia gunakan andaikata Fadli melampiaskan amarahnya padanya.

Tapi tidak, Fadli malah menatapnya lembut.

"Kalau ada orang yang nyakitin kamu, bilang ke aku. Biar kuhajar dia," ujar Fadli.

Oh benarkah? Dia tidak salah dengar bukan?

"Tapi...." Marrinette berucap lirih. "Maaf, karena aku kau jadi bermusuhan dengan temanmu."

"Tak usah meminta maaf," sahut Fadli. "Itu bukan salahmu. Kau lihat sendiri bukan, mereka main masuk begitu saja. Bahkan aku baru tau saat Pak Adi melapor. Apakah layak melayani seorang tamu yang leluasa dirumah orang lain??"

Marrinette mengangguk. "Bagaimana..., kalau mereka menghajarmu ditengah jalan. Membalas dendam?"

Fadli tergelak. "Siapa yang berani padaku? Tak ada yang bisa melawanku."

"Ada," sahut Marrinette. "Bu Helen."

Fadli memalingkan mukanya. "Jangan kau sebut nama itu lagi. Aku muak mendengarnya"

"Kenapa?"

"Papaku suka padanya. Papaku gila perempuan, uangnya hanya dihabiskan untuk para perempuan. Dan sekarang Papaku mengincar Helen. Hh! Mana ada perempuan yang dapat menolak rayuan om-om kaya raya."

"Tidak semua wanita seperti itu. Buktinya Bu Helen tidak mau."

"Kenapa kamu malah membela wanita itu? Bukankah ia mantan bosmu. Pasti kau keluar karna dipecat 'kan?"

Marrinette menggeleng. "Tidak. Aku keluar sendiri."

"Kenapa?"

Tentunya Marrinette tidak akan memberitahu kalau ia mendapatkan tugas untuk mencari keberadaan mustika yang diklaim ada dirumahnya.

"Karena aku bertengkar dengan pelayan lain. Tidak enak rasanya bila bekerja dan bertemu dengan musuh kita tiap hari."

Fadli mengangguk paham.

Sorenya, Marrinette membukakan pintu karena diketuk oleh seseorang.

"Maaf, cari siapa ya?" tanya Marrinette ketika melihat yang datang adalah seorang perempuan. Berpakaian pendek sampai paha. Dandannya begitu menor. Dari setelannya terlihat kalau perempuan itu adalah orang kaya.

Namanya Caitlin, dia adalah perempuan yang menyukai Fadli.

"Maaf, Anda sedang mencari siapa?" tanya Marrinette sekali lagi, ramah.

Namun Caitlin tidak menjawab, ia melongokkan kepala ke dalam. Senyumnya langsung sumringah melihat Fadli duduk disofa ruang tamu sambil membaca buku. Tanpa salam ia langsung menyelonong masuk bergegas seraya mendekati Fadli dengan genit.

Hh! Apa semua tamu Fadli tak punya sopan santun. Geram Marrinette.

"Fadliii, aku rindu," ucap Caitlin dengan manja seraya duduk disebelah Fadli dan langsung bergelayut manja di lengannya.

Fadli terlihat risih. "Apa yang kamu lakukan disini?" katanya seraya menyingkirkan tangannya dari Caitlin.

"Kan aku sudah bilang, rinduuu."

Marrinette tidak menghiraukannya, mengambil sapu dan melanjutkan tugasnya yang terbengkalai. Namun telinganya tetap menangkap pembicaraan mereka berdua.

"Kan sudah aku bilang, jangan menggangguku lagi."

"Iih, kok kamu galak banget siih? Baik sesekali kenapa?"

"Buat apa? Sudah kubilang kan, aku tidak menyukaimu dan berhentilah mengejarku." Fadli beranjak dari tempat duduknya, menjauhi Caitlin.

"Kamu jahat!" Caitlin mengambil tasnya, berdiri untuk pergi. Diambang pintu dia berhenti. "Ingat ya, kamu tidak akan bisa menghindar dariku Fadli, tidak akan pernah!" Kemudian Caitlin menghilang dari balik pintu.

Fadli kembali muncul ketika memastikan Caitlin sudah pergi.

"Namanya Caitlin." Ucap Fadli. Padahal Marrinette tidak bertanya.

"Oh," sahut Marrinette singkat.

"Papaku mau menjodohkanku dengan dia. Tapi aku tidak mau."

"Kenapa?"

"Aku tidak suka dia. Papa menjodohkanku karena ingin mempererat hubungan perusahaannya dengan Papa Caitlin. Urusan bisnis kenapa malah mengorbankan anak?"

Marrinette tak menyahut.

"Dulu aku tak punya daya untuk menolak karena aku tak punya alasan yang jelas. Tapi sekarang aku punya alasan yang kuat untuk menolak perjodohan itu"

"Kenapa?"

"Karena...." Lidahnya langsung kelu. Fadli menelan ludah, kemudian tergelak. "Ah kau ini ingin tau saja. Adalah pokoknya."

Fadli berlalu dari sana. Marrinette bisa menangkap kalau Fadli sedang salah tingkah. Karena dirinya? Marrinette tersenyum. Sangat lucu kalau itu kenyataan.
***
"Aku ingin membeli yang bulat-bulat pakai kuah itu apa namanya?" tanya Alya.

"Cilok," sahut Evelyn.

"Ya. Makanan manusia ternyata enak-enak juga ya." Alya menggigit bibir. Membayangkan makanan yang baru disebut Evelyn barusan.

Evelyn tergelak. "Kasihan sekali, meskipun tinggal di kerajaan besar namun kau hanya memakan ikan-ikan mentah ya?"

Alya melempar Evelyn dengan bantal.

"Tapi bagiku dulu itu adalah makanan terlezat."

Evelyn tak menyahut, ia pergi ke dapur untuk membuat susu hangat. Ketika mengintip di jendela, ia melihat bulan purnama berwarna semerah darah.

Bloodmoon?

Lok, lok cilok.... Lok cilok.

Mendengar suara itu, Alya langsung bangkit dari tempat tidur, dan berlari keluar mengejar penjual cilok. Namun ketika di ambang pintu, langkahnya terhenti karena tangannya ditahan oleh Evelyn.

"Alya!"

Alya lantas menoleh. Evelyn langsung berbisik ditelinganya.

"Hati-hati, bloodmoon."

"Hah? Darimana kau tau?"

"Aku tadi melihatnya dari jendela dapur. Jangan keluar, bahaya, kekuatan kita bisa tak terkendali."

"Huuh, kenapa harus terjadi malam ini sih. Nggak jadi makan cilok dong." Alya masuk kamar dengan kecewa.

Nahasnya, Marrinette malah keluar saat terjadinya bloodmon.

"Kenapa kepalaku tiba-tiba pusing ya?" ujar Marrinette pada dirinya sendiri.

Badannya seketika terasa panas. Ia berlari ke dalam rumah, masuk ke kamarnya untuk beristirahat. Namun baru saja menutup pintu, Marrinette terjatuh pingsan.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Evolvera Life: Evolutionary Filtration
144      116     0     
Fantasy
.Setiap orang berhak bermimpi berharap pada keajaiban bukan. Namun kadang kenyataan yang datang membawa kehancuran yang tak terduga Siapa yang akan menyangka bahwa mitos kuno tentang permintaan pada bintang jatuh akan menjadi kenyataan Dan sayangnya kenyataan pahit itu membawa bencana yang mengancam populasi global. Aku Rika gadis SMA kelas 3 yang hidup dalam keluarga Cemara yang harmonis d...
Call Kinna
6927      2225     1     
Romance
Bagi Sakalla Hanggra Tanubradja (Kalla), sahabatnya yang bernama Kinnanthi Anggun Prameswari (Kinna) tidak lebih dari cewek jadi-jadian, si tomboy yang galak nan sangar. Punya badan macem triplek yang nggak ada seksinya sama sekali walau umur sudah 26. Hobi ngiler. Bakat memasak nol besar. Jauh sekali dari kriteria istri idaman. Ibarat langit dan bumi: Kalla si cowok handsome, rich, most wante...
Lantas?
38      38     0     
Romance
"Lah sejak kapan lo hilang ingatan?" "Kemarin." "Kok lo inget cara bernapas, berak, kencing, makan, minum, bicara?! Tipu kan lo?! Hayo ngaku." "Gue amnesia bukan mati, Kunyuk!" Karandoman mereka, Amanda dan Rendi berakhir seiring ingatan Rendi yang memudar tentang cewek itu dikarenakan sebuah kecelakaan. Amanda tetap bersikeras mendapatkan ingatan Rendi meski harus mengorbankan nyawan...
Delapan Belas Derajat
11143      2286     18     
Romance
Dua remaja yang memiliki kepintaran di atas rata-rata. Salah satu dari mereka memiliki kelainan hitungan detak jantung. Dia memiliki iris mata berwarna biru dan suhu yang sama dengan ruangan kelas mereka. Tidak ada yang sadar dengan kejanggalan itu. Namun, ada yang menguak masalah itu. Kedekatan mereka membuat saling bergantung dan mulai jatuh cinta. Sayangnya, takdir berkata lain. Siap dit...
Pacarku Pergi ke Surga, Tapi Dia Lupa Membawa Buku Catatan Biru Tua Itu
796      345     7     
Fantasy
Lily adalah siswa kelas 12 yang ambisius, seluruh hidupnya berputar pada orbit Adit, kekasih sekaligus bintang pemandunya. Bersama Adit, yang sudah diterima di Harvard, Lily merajut setiap kata dalam personal statement-nya, sebuah janji masa depan yang terukir di atas kertas. Namun, di penghujung Juli, takdir berkhianat. Sebuah kecelakaan tragis merenggut Adit, meninggalkan Lily dalam kehampaan y...
Kamu
3880      1532     1     
Romance
Dita dan Angga sudah saling mengenal sejak kecil. Mereka bersekolah di tempat yang sama sejak Taman Kanak-kanak. Bukan tanpa maksud, tapi semua itu memang sudah direncanakan oleh Bu Hesti, ibunya Dita. Bu Hesti merasa sangat khawatir pada putri semata wayangnya itu. Dita kecil, tumbuh sebagai anak yang pendiam dan juga pemalu sejak ayahnya meninggal dunia ketika usianya baru empat tahun. Angg...
Batas Sunyi
1920      870     108     
Romance
"Hargai setiap momen bersama orang yang kita sayangi karena mati itu pasti dan kita gak tahu kapan tepatnya. Soalnya menyesal karena terlambat menyadari sesuatu berharga saat sudah enggak ada itu sangat menyakitkan." - Sabda Raka Handoko. "Tidak apa-apa kalau tidak sehebat orang lain dan menjadi manusia biasa-biasa saja. Masih hidup saja sudah sebuah achievement yang perlu dirayakan setiap har...
Magelang, Je t`aime!
670      502     0     
Short Story
Magelang kota yang jauh itu adalah kota tua yang dingin dan tinggal orang-orang lebut. Kecuali orang-orang yang datang untuk jadi tentara. Jika kalian keluar rumah pada sore hari dan naik bus kota untuk berkeliling melihat senja dan siluet. Kalian akan sepakat denganku. bahwa Magelang adalah atlantis yang hilang. Ngomong-ngomong itu bukanlah omong kosong. Pernyatanku tadi dibuktikan dengan data-d...
U&O
21072      2108     5     
Romance
U Untuk Ulin Dan O untuk Ovan, Berteman dari kecil tidak membuat Rullinda dapat memahami Tovano dengan sepenuhnya, dia justru ingin melepaskan diri dari pertemanan aneh itu. Namun siapa yang menyangkah jika usahanya melepaskan diri justru membuatnya menyadari sesuatu yang tersembunyi di hati masing-masing.
(L)OVERTONE
2390      840     1     
Romance
Sang Dewa Gitar--Arga--tidak mau lagi memainkan ritme indah serta alunan melodi gitarnya yang terkenal membuat setiap pendengarnya melayang-layang. Ia menganggap alunan melodinya sebagai nada kutukan yang telah menyebabkan orang yang dicintainya meregang nyawa. Sampai suatu ketika, Melani hadir untuk mengembalikan feel pada permainan gitar Arga. Dapatkah Melani meluluhkan hati Arga sampai lela...