Selanjutnya, setelah lebih tenang Luna mulai menceritakan apa yang sebenarnya terjadi kepadanya hingga dia berakhir dengan kondisi seperti itu.
“Sebenarnya, orang yang selalu muncul di media sosialku itu bukan pemilik pertamaku, tetapi dia adalah adik dari pemilikku. Pemilikku yang pertama meninggal dunia karena sakit, sebelum meninggal dia menitipkanku di rumah adiknya dan memintanya untuk merawatku. Dia dengan senang menuruti permintaan pemilikku. Aku pikir dia juga akan menyayangiku, tetapi ternyata dia hanya ingin memanfaatkanku saja.”
Aku dan Bruno sama-sama terdiam mendengarkan awal kisah dari kehidupan Luna. Sejujurnya aku sangat ingin berkomentar, tetapi melihat Bruno yang terdiam dan mendengarkan dengan baik, membuatku mengurungkan niatan tersebut.
“Setelah pemilikku meninggal, dia membuat akun media sosial untukku. Saat ini aku bodoh dan tidak menyadari bahwa dia sedang memanfaatkanku untuk mendapatkan uang. Dalam waktu enam bulan akun media sosialku sudah memiliki ratusan ribu pengikut dan dia jelas senang bukan main. Tidak hanya itu saja, aku dan dia juga mulai mendapatkan tawaran untuk mempromosikan produk-produk keperluan hewan peliharaan, khususnya kucing ya.
“Dari promosi itu dia mulai mendapatkan uang dan cukup banyak. Sejak itulah aku menyadari bahwa semua sikap yang dia berikan padaku hanyalah sebuah kebohongan. Aku mulai merasakan bahwa diriku ini di manfaatkan demi kepentingannya. Di depan kamera dia selalu bersikap baik, tetapi di belakang dia tidak bersikap seperti itu. Dia mulai tidak peduli padaku karena sudah memiliki uang banyak.
“Hingga akhirnya aku muak dengan hal tersebut, lalu akhirnya dua minggu lalu aku memutuskan untuk meninggalkan dia. Aku tidak peduli jika dia mencariku atau tidak. Aku hanya ingin hidup bebas dari segala kamera sialan itu,” ceritanya panjang.
“Bagus!” seruku. “Itu adalah keputusan yang bagus, Luna!”
“Molly benar, kau sudah mengambil keputusan yang benar. Jangan mau tinggal bersama manusia toxic seperti itu. Dia memang pantas ditinggalkan olehmu,” ujar Gunner.
“Bagaimana dengan kalian? Apa kalian tidak memiliki pemilik?” tanya Luna.
“Aku masih memiliki pemilik, tetapi aku tidak tahu keberadaannya. Jadi sejak tahun lalu aku mencari keberadaan pemilikku itu. Tahun lalu dia pergi untuk merawat ibunya dan mengatakan tidak akan lama, tetapi sampai hari ke lima dia tidak kunjung kembali,” jawab Gunner.
“Tunggu, bukankah itu artinya dia membuangmu?”
Aku terkejut mendengar apa yang ditanyakan Luna. Kucing kecil itu benar-benar berani mengatakan apa yang pernah aku pikirkan setelah mendengar cerita Gunner. Aku melihat wajah Gunner yang terlihat kesal, tetapi dia tetap berusaha untuk tidak menunjukkan hal tersebut.
“Kurasa tidak,” jawab Gunner. “Dia tidak akan mungkin membuangku, Kucing kecil.”
“Tidak ada yang tahu,” ujar Luna. “Manusia terkadang bersikap seperti itu. Seolah akan pergi sebentar, tetapi tidak tahunya dia pergi untuk tidak kembali lagi pada hewan peliharaannya.”
“Luna, kurasa kau sebaiknya berhenti berbicara,” pinta Gunner dengan seringaian di wajahnya.
“Oh, maafkan aku. Sepertinya kata-kataku telah menyinggungmu,” sesal Luna.
“Aku maafkan,” jawab Gunner.
“Lalu bagaimana denganmu? Apa yang terjadi padamu?” Luna memandangku.
“Ceritanya sangat panjang, tetapi aku akan meringkasnya,” jawabku. “Jadi, pemilikku itu menginginkan aku mati. Dia menaruh racun pada makananku, tetapi untungnya seekor tikus datang dan memberitahu jika ada racun dimakananku. Lalu pada akhirnya aku memilih pergi dari rumah sambil berharap ada manusia lain yang mau membawaku pulang dan merawatku dengan tulus.”
“Oh, aku turut bersedih dengan apa yang menimpamu, Kawan,” ujar Luna.
“Terima kasih, Luna,” jawabku. “Oh iya, namaku Molly dan dia Gunner. Walaupun bertampang jahat, tetapi dia anjing yang baik.”
“Apa maksudmu bertampang jahat?” Gunner memberikan tatapan kesal padaku. Tetapi rupanya hal itu berhasil membuat Luna tertawa.
“Oh, tawamu sangat manis, Luna,” pujiku yang disetujui oleh Gunner.
“Terima kasih,” ujar Luna.
“Omong-omong, apa kau mau bergabung dengan kami?” tanyaku.
“Bolehkah?” Luna.
“Tentu saja boleh, bukan begitu Gunner?” tanyaku yang dijawab dengan anggukkan kepala Gunner. “Jika kita bersama-sama, semuanya akan aman, apalagi ada Gunner di sini.”
“Oh terima kasih! Terima kasih karena sudah mengajakku bergabung dengan kalian!” Luna gembira sekali karena kami mengajaknya bergabung.
“Sama-sama.” Aku dan Gunner kembali menjawab dengan kompak.
“Haruskah kita pergi sekarang? Matahari sudah di atas, waktunya mencari makan siang,” ajak Gunner.
“Kebetulan sekali aku merasa lapar. Sejak kemarin aku belum makan sama sekali,” ujar Luna. “Semoga nanti kita bisa menemukan daging yang lezat untuk mengisi perut kita.”
“Semoga saja.”