Setelah aku meninggalkan tempat pengisian bahan bakar dan juga Toro, keempat kaki kecilku berhasil membawaku ke sebuah kota besar yang dihiasi dengan bangunan yang tinggi. Kota itu juga disebut sebagai kota yang tidak pernah tidur, sebab semua bangunan komersil yang ada di sana buka selama 24 jam sehari!
Tidak hanya itu saja, terdapat patung wanita setinggi 93 meter yang memegang obor di sana.
Dulu ketika aku masih tinggal di tempat penampungan, aku pernah melihat patung itu melalui gambar saja. Putri kecil dari pemilik tempat penampungan yang menunjukkan gambar itu padaku dan juga anjing-anjing lainnya. Tidak hanya menunjukkan gambarnya saja, gadis berkepang dua itu juga menjelaskan tentang patung tersebut.
“Patung Liberty ini disebut juga sebagai Patung Kebebasan. Kalian tahu? Patung ini merupakan hadiah dari Prancis untuk Amerika Serikat pada akhir abad ke-19, juga sebagai simbol selamat datang untuk pengunjung, imigran, dan orang Amerika yang kembali,” jelasnya bersemangat.
“Ayahku pernah pergi ke sana bersama ibu saat mereka belum menikah. Suatu hari nanti, aku juga ingin pergi ke sana dan melihat secara langsung patung itu.”
Dulu tidak hanya gadis kecil itu saja yang ingin pergi melihat Patung Liberty, tetapi aku juga menginginkannya. Dan keinginanku itu terwujud juga. Aku sangat kagum ketika melihat patung tersebut, walaupun dari jarak yang jauh sebab untuk melihatnya secara langsung aku harus menaiki kapal feri.
Walaupun aku bisa saja menyusup ke kapal yang ada, tetapi aku tidak melakukannya. Aku cukup puas melihatnya dari jarak jauh. Setelah puas melihat patung itu, keempat kaki kecilku kembali bergerak untuk menjelajahi kota New York itu.
Kalian pasti bertanya-tanya, kenapa aku tidak memilih pergi ke rumah Nona Pita Merah, dan justru memilih untuk berkelana di kota besar yang tidak aku ketahui sebelumnya, benar?
Izinkan aku memberitahu kalian alasan kenapa aku tidak pergi ke rumah Nona Pita Merah.
Jadi pada awalnya, aku juga sempat berpikir untuk pergi ke sana karena dia pasti akan menerimaku dengan sepenuh hati, serta akan merawatku dengan tulus. Tetapi, coba kalian bayangkan apa yang akan terjadi jika aku tiba-tiba berada di depan pintu rumahnya? Dia pasti akan terkejut, karena aku yakin Nona Rambut Ikal sudah memberitahu kabar ‘kematianku’ padanya.
Tidak hanya itu saja, Nona Pita Merah pasti akan segera menghubungi Nona Rambut Ikal untuk menanyakan fakta yang sebenarnya tentang ‘kematianku’ itu. Dan lebih buruknya, jika sampai dia tahu telah dibohongi oleh temannya sendiri, Nona Pita Merah pasti akan merawa kecewa dan mungkin memilih mengakhiri hubungan pertemanannya dengan pemilik lamaku itu.
Aku sama sekali tidak mau hal itu sampai terjadi pada Nona Rambut Ikal. Sudah cukup baginya kehilangan pujaan hatinya, aku tidak mau dia sampai kehilangan teman baiknya juga.
Sebab itu aku memilih berkelana di jalanan yang asing dari pada pergi ke rumah Nona Pita Merah, walaupun aku tahu alamat rumah barunya itu.
Akhir musim panasku pada tahun itu dihabiskan dengan berkeliling di kota New York sambil tetap berharap ada manusia yang mau membawaku pulang. Tetapi, saat itu belum ada satu manusia yang mau membawaku pulang. Beberapa dari mereka yang melihatku hanya mengabaikan diriku saja, tetapi ada juga yang dengan baik hati memberiku makanan jika aku memasang wajah memelas andalanku.
Sebenarnya di kota New York, jika ada hewan tanpa pemilik berkeliaran---seperti diriku---biasanya orang-orang akan menghubungi Animal Care Centers of NYC untuk membawa hewan tersebut. Atau mereka sendiri yang akan membawa hewan itu ke care centers. Itu yang aku dengar dari seekor anjing yang pernah aku temui di sana.
Tetapi selama beberapa hari aku berkeliaran di sana, belum ada satu orang yang melihatku lalu menghubungi animal care centers atau langsung membawaku ke sana. Mungkin mereka bisa mendengar pikiranku yang menginginkan pemilik baru tanpa harus tinggal di tempat penampungan lagi.
Tetapi sepertinya itu tidak mungkin, benar? Mereka tidak mungkin bisa mendengar pikiranku.