Malam itu, di sebuah kafe kecil di sudut Yogyakarta, Wulan duduk dengan penuh harap. Ia mengenakan gaun sederhana berwarna pastel, riasannya tipis namun cukup menonjolkan kecantikannya. Seorang pria yang dikenalnya lewat aplikasi kencan akan datang menemuinya. Wulan tak sabar bertemu Candra, pria tampan dengan paras bak aktor korea, berumur 35 tahun namun terlihat jauh lebih muda dari usianya, serta seorang pengusaha kerajinan tangan yang sukses.
Ketika Candra tiba, senyuman pria itu langsung memikat hati Wulan. Tak butuh waktu lama bagi keduanya untuk merasa cocok. Candra memancarkan pesona dengan cara bicaranya yang santun dan karismanya yang kuat. Dalam komunikasi langsung itu, ia mengungkapkan niat seriusnya untuk membawa hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Mendengar hal itu, Wulan tentu saja sangat gembira dan tak butuh waktu untuk berpikir, ia menerima tawaran Candra.
“Kalau begitu, awal bulan depan di hari Sabtu, Mas akan ke rumahmu membawa Bapak dan Ibu, ya Dek,” ucap Candra, mengusap puncak kepala Wulan dengan lembut.
“Iya, Mas. Nanti Wulan sampaikan niat baik Mas ke bapak sama ibu,” balas Wulan.
---
Cinta Kilat yang Menggelora
Satu bulan kemudian, Candra menepati janjinya membawa keluarganya menemui orang tua Wulan untuk melamar. Orang tua Wulan yang awalnya ragu, akhirnya luluh setelah melihat kepribadian Candra yang sopan dan mengetahui kesuksesannya sebagai pengusaha. Orangtua Wulan merasa tenang ketika tahu putri semata wayangnya akan dinikahi oleh laki-laki dewasa yang telah mengerti tanggungjawab.
Dalam pertemuan itu, mereka sepakat menggelar pernikahan tujuh bulan kemudian, waktu yang dianggap cukup untuk mempersiapkan segala kebutuhan pesta.
Seiring berjalannya waktu, gairah di antara Wulan dan Candra semakin besar untuk ditahan hingga hari pernikahan. Dengan keyakinan bahwa mereka akan segera menikah, hubungan mereka menjadi lebih intim hingga akhirnya Wulan hamil.
“Mas, gimana ini? Aku takut bapak sama ibu marah dengan kehamilan ini,” tanya Wulan yang ketakutan.
Candra memeluk Wulan, menepuk punggungnya, “Sudah, tenang saja. Kamu jangan stress, nanti bayi kita ikut merasakan perasaan ibunya. Aku ayahnya, pasti bertanggungjawab, sebentar lagi kita menikah. Sementara ini, kamu rahasiakan dulu kehamilanmu, ya. Nanti kita bicara bareng-bareng sama ibu dan bapak,” ucap Candra dengan tenang, tanpa merasa bersalah.
Melihat raut wajah kekasihnya yang tetap tenang, membuat ketakutan Wulan berkurang. Ia memilih menuruti saran kekasihnya.
---
Tragedi yang Menghancurkan
4 bulan kemudian, kehamilan Wulan tidak bisa lagi disembunyikan karena perutnya yang semakin membesar. Akhirnya, Candra dan Wulan mengakui perbuatan haram mereka. Mengetahui kenyataan pahit itu, kedua orangtua Wulan memaksa agar keduanya segera melangsungkan pernikahan di bulan itu juga. Tak masalah jika tidak dirayakan besar-besaran karena khawatir kehamilan Wulan lebih dulu diketahui oleh kerabat dan tetangga sekitar.
Wulan menurut saja dengan keinginan orangtuanya, sedangkan Candra meminta waktu satu bulan untuk menyelesaikan seluruh urusan pekerjaannya agar ia bisa melangsungkan pernikahan dengan tenang. Ditambah berkas pengajuan ke KUA juga belum mereka selesaikan.
“Saya janji enggak akan ingkar janji, Pak, Bu,” mohon Candra.
“Apa jaminannya kamu enggak akan kabur?” tanya Ayah Wulan yang masih kesal dengan tindakan bodoh Wulan dan Candra.
“Bapak sudah tahu alamat rumah saya dan keluarga saya. Wajah bapak, ibu dan adik saya. Bapak juga sudah tahu alamat kantor saya dan reputasi saya di mata publik. Jika saya kabur, Bapak bebas menyebarluaskan berita ini ke publik dan melaporkan saya ke polisi dengan kasus pemerkosaan. Ini janji saya, Pak,” ucap Candra, meyakinkan.
Ayah Wulan menghela napas panjang, lalu menatap tajam calon suami anaknya itu. “Kalau kamu ingkar, nyawamu dan keluargamu taruhannya.”
Candra menelan ludah dengan susah payah saat mendengar ancaman serius dari calon ayah mertuanya. “Iya, Pak.”
Orangtua Wulan pun terpaksa menyetujui permintaan Candra, dan meminta Wulan untuk keluar dari pekerjaannya dengan tujuan sementara waktu berdiam diri di rumah. Hal itu dilakukan agar tak ada orang luar yang menyadari kehamilan Wulan.
---
Sebulan kemudian, saat hari pernikahan hampir tiba, sebuah tragedi tiba-tiba menimpa Wulan. Ketika sedang buang air kecil di jam 12 malam, ia terpeleset hingga kepalanya terbentur keras lantai kamar mandi. Ayah dan Ibu Wulan bergegas mendatangi kamar mandi saat mendengar suara pekikan dari putrinya. Wulan langsung dilarikan ke rumah sakit, namun sayang, nyawanya tak tertolong. Ia meninggal bersama janin yang dikandungnya.
Keluarga Wulan hancur. Candra tampak sangat terpukul, menangisi kepergiannya sambil menyalahkan dirinya sendiri karena telah meminta tambahan waktu. Ia dan keluarganya meminta maaf kepada keluarga Wulan sebelum pergi untuk terakhir kalinya. Barang seserahan dan uang pernikahan mereka tinggalkan, dan tak menuntut apapun.
---
Rahasia Kelam Candra
Di sebuah rumah besar milik Candra, terdapat ruang bawah tanah yang selalu terkunci rapat. Hanya Candra yang memiliki akses ke sana. Di dalam ruang itu, seekor kelelawar sangat besar dengan mata merah menyala menggantung di langit-langit. Codot Ngising, makhluk gaib yang telah menjadi peliharaan Candra selama lima tahun, adalah sumber dari kekayaan dan kesuksesannya. Makhluk gaib ini akan "mengeluarkan kotoran" sebagai bagian dari ritual pesugihan, di mana kotoran tersebut dapat berubah menjadi emas atau uang. Namun, untuk menjaga kejayaannya, Candra harus memberikan tumbal berupa wanita muda yang sedang mengandung.
Sejak perjanjian itu, sudah empat wanita menjadi korbannya. Semua dirancang dengan hati-hati olehnya, dimulai dari perkenalan, hubungan asmara, hingga kehamilan yang disengaja. Wulan adalah korban kelima. Candra memilihnya karena kepribadiannya yang lugu dan keluarganya yang sederhana, sehingga tidak akan mencurigai rencana busuknya. Candra sengaja meminta tambahan waktu sebelum pernikahan untuk memastikan tumbalnya sempurna.
Saat Wulan terjatuh dan meregang nyawa, Codot Ngising muncul dengan sayap terbentang lebar dan mata merahnya. Makhluk itu menghisap janin di perutnya dan energi kehidupan Wulan hingga akhirnya keduanya meninggal dunia.
Kini, Candra bisa bebas sementara selama satu tahun karena telah menunaikan kewajibannya memberikan tumbal. Sambil menjalankan usahanya yang semakin sukses, ia kembali merancang rencana untuk menjebak wanita lugul ainnya di luar sana dan dijadikan tumbal berikutnya.