Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Golden Prince
MENU
About Us  

Tangan Alicia bergetar saat dia menahan tebasan pedang Ren, tetapi pria itu belum selesai saat dia memutar tubuhnya dan memberikan tebasan kesamping.

Alicia sudah bergerak mundur untuk menghindar, ujung pedangnya hampir mengenai lehernya, itu hanya berjarak beberapa inci. Dirinya mundur kembali beberapa langkah, menjaga jarak.

Ren tak membuang waktu, dia kembali maju ke depan, mengangkat pedangnya keatas, bersiap melakukan tebasan vertikal.

Alicia, tepat ketika jarak mereka hanya tersisa tiga langkah, bergerak maju dengan dorongan kaki yang kuat, seketika tepat berada di hadapan Ren — dengan seringai dia menebas secara horizontal.

Ren tak panik, dengan lihai memutar pedangnya kebawah, memblokir serangan.

Pedang mereka beradu, sementara wajah mereka berdekatan — menatap seringai gadis di depannya, Ren terkekeh. "Lumayan."

Dia cukup terkesan melihat bagaimana Alicia memperpendek jarak dalam sekejap, membuat momentum serangannya rusak dan terpaksa mengubah haluan untuk bertahan. Kejeliannya untuk menemukan celah dan memanfaatkannya adalah sesuatu yang patut diapresiasi.

Alicia mendorong mundur, menjaga jarak aman, dia tersenyum bangga. "Hehe... ini belum semua, lihat ini."

Maju dengan gerakan zig-zag, Alicia tiba di samping Ren dan mengayunkan pedangnya.

Pria itu dengan mudah memblokir setiap serangan. Namun setiap kali serangannya gagal, Alicia akan memutar dirinya, bergerak dari satu sisi ke sisi lain sambil memberikan rentetan tebasan.

Tak peduli dirinya dihujani serangan, Ren hanya fokus menatap gerakan kaki gadis itu.

'Ini lebih baik dari sebelumnya,' pikirnya, memperhatikan bagaimana Alicia menerapkan apa yang telah diajarkannya.

Seni berpedang bukan hanya soal keterampilan menggunakan pedang, tapi juga bagaimana mengelola tubuh agar bisa memposisikan diri ke momentum yang tepat pada setiap gerakan yang dilakukan.

Ren, sebagai Master Pedang, memiliki seni pedangnya tersendiri. Tapi yang unik dari seni pedangnya bukanlah serangan atau metode bertahannya, melainkan gerak kakinya.

Setiap gerakan dilakukan dengan presisi yang tepat, dengan memperhitungkan jarak musuh, jangkauan serangan dan jangkauan visibilitas — lalu merumuskan bagaimana memposisikan diri untuk bertindak.

Elemen penting dari seni pedangnya juga adalah kecepatan — cepat dalam merespon, baik untuk menyerang, bertahan atau menghindar.

Bahkan meski serangannya cenderung biasa saja, karena sejatinya dia hanya memiliki tiga gerakan serangan: tebasan horizontal, vertikal dan gerakan menusuk ke depan, ketepatan dan kecepatan gerakannya inilah yang membuatnya berbahaya — dan tak hanya berbahaya, namun juga indah.

Faktanya, alasan utama mengapa Alicia ingin diajarkan seni pedangnya, bukanlah untuk menjadi kuat atau demi melindungi diri, melainkan dia ingin menerapkan gerak kaki yang seperti tarian itu.

Ren bisa dengan jelas melihat bagaimana gadis itu tersenyum senang, bukan karena dia berhasil memberikan rentetan serangan padanya, tapi karena dia bisa memamerkan gerak kakinya yang indah — bukan hanya padanya, tapi juga kepada para prajurit yang dengan bodoh menatap terpesona.

Tak bisa dipungkiri bahwa pertarungan pasangan ini akan menarik perhatian, para prajurit menghentikan segala aktifitas dan menonton dengan antusias.

Salah satu prajurit bergumam pada rekannya di samping, "Tuan Putri kita sangat memukau bukan?"

Prajurit lainnya mengangguk. "Iya, dulu aku pernah melihatnya berdansa di aula kastil saat mendapat shift jaga, itu sama indahnya dengan yang ini."

Bukan cuma mereka, yang lain juga takjub akan keindahan Alicia. Gadis itu, daripada bertarung, lebih tepat dikatakan bahwa dia tengah menari.

Yang muda hanya bisa dengan bodoh terpesona, sedangkan yang lebih tua dan veteran, memperhatikan lebih detail, mereka melihat keindahan Alicia menyembunyikan bahaya yang mematikan.

Dibalik gerakan kakinya yang memukau, ada serangan dengan presisi yang sempurna, mengincar area vital dengan serangan cepat. Syukurnya, yang dihadapi oleh gadis itu bukanlah sembarang orang, orang itu adalah Master Pedang termuda dalam sejarah.

Tak peduli seberapa intens dan mematikannya serangan Tuan Putri mereka, Sir Ren dengan mudah mampu mengatasinya.

Bahkan selama ini, pria itu memegang pedangnya hanya dengan satu tangan, sementara tangan lainnya dibiarkan menganggur begitu saja, menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak kesulitan menghadapi Putri Alicia. Fakta ini hanya membuat para prajurit senior mengangguk dalam diam, menghormati keterampilannnya.

Ren, yang selama ini bertindak pasif, mulai meningkatkan permainannya, dia tak lagi sekedar menahan dan menghindar, tapi mulai memberikan serangan balik.

Alis gadis itu tampak berkerut melihat perlawanannya, menatapnya dengan tak suka, seolah kesenangannya baru saja diganggu.

Ren tersenyum, dia mengambil langkah mundur, memberi jarak, tapi Alicia tak memberi kesempatan saat dia melangkah maju, mengangkat pedang, bersiap menebas secara vertikal.

Senyum Ren melebar saat dirinya bergerak cepat ke depan, merusak momentum serangan Alicia. Tanpa memberi kesempatan gadis itu untuk merespon, Ren mencengkram tangannya yang memegang pedang, menahannya tetap di atas, sementara dia mencondongkan diri ke depan, berbisik di telinga gadis itu. "Waktu pamernya habis, Alicia sayang."

Tubuh Alicia menegang mendengar bisikan menggodanya, tapi detik berikutnya, melalui tangannya yang dicengkram, tubuh Alicia berputar sebelum terhempas ke udara, jatuh ke tanah, berguling beberapa kali.

Ren, yang baru saja melempar Alicia sejauh belasan meter, menatap gadis itu yang baru saja bangkit dari tanah, menatapnya dengan marah.

"Apa ini caramu memperlakukan tunanganmu sendiri?!"

Ren terkekeh, dia mengangkat bahu, menjawab santai. "Bukan, tapi ini caraku memperlakukan muridku."

Wajah Alicia semakin jelek. Dirinya memperhatikan penampilannya yang berantakan, beberapa noda tanah bisa dilihat di baju dan bahkan wajahnya.

Menatap pria di depannya, Alicia mencengkram pedangnya dengan erat, menarik napas dalam-dalam, merasakan sensasi menyegarkan yang secara ajaib menyelubungi dirinya.

"Hoh..." Ren berseru kagum, dia merasakan energi aura yang bergejolak dari tubuh gadis itu.

Alicia memiliki bakat untuk manjadi Master Pedang, dirinya tahu itu, tapi gadis ini masih terlalu muda untuk mampu mencapai terobosan dan menciptakan Aura Pedang.

Dia memperkirakan Alicia seharusnya bisa melakukan terobosan dalam waktu sekitar lima tahun. Namun, mengetahui motivasinya yang hanya berlatih pedang untuk memenuhi keinginan narsismenya, Ren tak bisa tidak meragukannya.

Sungguh disayangkan, gadis ini bisa menjadi salah satu Master Pedang termuda — meski tidak akan semuda dirinya yang mampu mencapai terobosan dan menjadi Master Pedang di usia 19 tahun, bakat Alicia masih termasuk yang terbaik.

Pikiran Ren harus terhenti saat Alicia maju dengan cepat, lebih cepat dari sebelumnya. Ren menahan tebasan Alicia, masih dengan mudah, namun tangannya sedikit bergetar sekarang, suara benturan mereka juga jauh lebih keras dari sebelumnya.

Ren tersenyum atas fakta ini, walaupun Alicia belum bisa membangkitkan Aura Pedangnya, energi auranya masih mampu memberikan peningkatan pada tubuhnya, membuatnya memiliki kekuatan lebih dan mempertajam indranya sampai batas tertentu.

Dentingan pedang kayu bergema di area pelatihan, menunjukkan intensitasnya yang berat. Yang lain menonton dengan senang, jika yang bertarung adalah prajurit biasa, mereka pasti sudah berteriak heboh, tapi karena keduanya adalah orang penting, para prajurit tak berani bersuara, khawatir mengganggu konsentrasi mereka.

Ren kembali bertindak pasif, hanya menahan dan menghindari serangan Alicia. Walau dari luar pertarungan mereka menjadi lebih serius, Ren sama sekali tidak merasa senang, ada sesuatu yang mengganggunya, itu adalah fakta bahwa saat ini gerakan Alicia tampak kacau.

Daya serangnya mungkin meningkat, tapi gerakan kakinya tak jelas, seolah gadis ini hanya menyerang untuk melampiaskan emosinya. Melihat ekspresi muramnya saat melakukan serangan, Ren tahu bahwa memang itulah yang terjadi.

Tersenyum pahit, Ren membiarkan gadis itu melanjutkan aksi konyolnya selama beberapa menit ke depan, sebelum dirinya sendiri lelah dan memutuskan untuk mengakhirinya.

Ren dengan cekatan bergerak ke belakang Alicia. Mata gadis itu mengikuti, tapi sayangnya tubuhnya tak secepat lirikan matanya. Dia merasakan rasa sakit di punggungnya bersamaan dengan suara tepukan yang renyah.

Dengan cepat Alicia memutar diri, menebas ke belakang, tapi sayangnya pria itu sudah tidak ada, dan detik berikutnya, Alicia kembali merasakan sakit, kali ini di bahu kirinya.

Kembali memutar diri dan menyerang, Alicia gagal mengenai Ren, hanya mampu menebas angin, sedangkan Ren, kembali memberi serangan yang bahkan gadis itu tak bisa lihat dari mana datangnya.

Hanya mereka, para penonton luar yang bisa melihat serangan Ren. Pria itu selalu pergi dengan cepat ke titik buta Alicia sebelum menyerang, membuat yang terakhir kualahan karena tak mampu melawan.

Merasa cukup memberi pelajaran, Ren melakukan serangan terakhir, dia dengan kuat menebas pedang Alicia yang di arahkan padanya, itu langsung terlepas dari tangannya, terpental ke udara, sementara gadis itu meringis, merasakan sakit di tangannya karena efek benturan.

Ren menatap Alicia yang berantakan, ada beberapa jejak lebam yang terlihat, tak berlebihan, namun tetap memberi rasa sakit.

Gadis itu menatap pria di depannya, matanya berkilau akan air mata.

Melihat ekspresi terluka Alicia, Ren merasa tak enak, tapi dia menahannya, guru macam apa jika dia terlalu lembut pada muridnya? karenanya, Ren berkata dengan nada main-main. "Kamu nangis? hmm... aku ingat dulu ada gadis kecil yang janji nggak akan nangis demi bisa berlatih pedang, apa sekarang janji itu batal ya?"

Mendengarnya, Alicia terdiam, dirinya tahu apa yang dimaksud, itu adalah janji ketika dulu dia meminta Ren untuk mengajarinya seni berpedang. Sayangnya, pria itu menolak, mengatakan bahwa ini bukan mainan anak-anak, bahkan dia mengejeknya bahwa dirinya akan menangis selama sesi pelatihan.

Itu jelas membuatnya kesal, karenanya dia terus mengganggu pria itu, sampai pada akhirnya dia mengalah dan mau mengajarinya dengan syarat bahwa dirinya tidak boleh mengeluh dan menangis.

Alicia menguatkan dirinya, mengusap genangan air mata dan berkata dengan nada sedikit terisak. "Nggak kok, aku nggak nangis."

Ren menggeleng, dirinya jelas merasakan kepedihan gadis itu. Menatap ke atas, Ren menangkap pedang Alicia yang sebelumnya terpental ke udara.

"Kamu tahu, latihan itu tempatnya berlatih, bukan pamer, memangnya kamu nggak mau jadi lebih kuat? apa jangan-jangan kamu berlatih pedang cuma buat kelihatan keren aja?"

Alicia membuang mukanya dengan eskpresi jengkel, jelas apa yang dikatakan sepenuhnya benar. Ren menatap geli dan melanjutkan. "Memangnya kamu nggak mau jadi Master Pedang? bisa bikin kayak gini loh."

Ren mengacungkan pedang kayunya, seketika rona aura berwana emas tiba-tiba muncul, menyelimuti pedangnya. Mata Alicia berbinar melihatnya, dia berseru. "Aura Pedang!"

Ini adalah keistimewaan seorang Master Pedang, yakni mampu memanifestasikan energi aura dari dalam diri ke luar. Alicia hanya mampu menggunakan energi aura di dalam dirinya, tapi belum mampu menerobos untuk membawanya ke luar.

Bagi mereka yang mampu melakukan terobosan, mereka bisa memanifestasikan energi mereka dalam wujud aura, seperti yang dilakukan Ren — dan ini adalah syarat mutlak untuk seseorang bisa disebut sebagai Master Pedang.

Aura pedang setiap Master umumnya berbeda satu sama lain, tak ada acuan pastinya, namun beberapa cendikiawan berpendapat bahwa itu dipengaruhi oleh kepribadian orangnya, gaya bertarung atau mentor yang mengajarinya seni berpedang.

Aura Pedang Ren sendiri memiliki karakteristik berupa ketajaman, ini membuat pedang atau bahkan anggota tubuhnya menjadi sangat tajam, dirinya bisa memotong baja seolah memotong mentega.

Alicia yang tak jauh dari Ren, bisa merasakan suasana mencekik di sekitar pria itu. Melihat rona emas yang meliuk-liuk disekitar pedangnya, Alicia yakin bahwa tangannya akan tergores hanya dengan bersentuhan dengannya.

Ren melempar ke atas pedang kayu yang sebelumnya digunakan Alicia, ketika jatuh kembali, dia menebasnya dengan pedang kayu yang telah dia aliri Aura Pedang, langsung memotongnya menjadi dua bagian dan jatuh ke tanah.

Menatap Alicia yang terpesona, Ren berkata. "Lebih rajinlah mulai sekarang, dan aku akan bantu kamu menerobos untuk menjadi Master Pedang."

Ren mengambil potongan pedang kayu di bawah, berbalik untuk meletakkan kembali peralatan latihan.

Alicia terbangun dari lamunannya, berkata dengan cemberut. "Hmph... sebagai tunangan aku, sudah semestinya dong kamu bantuin aku jadi lebih kuat."

Ren sedikit melirik ke belakang. "Mungkin sebagai tunangan, tapi sebagai guru," Ren menggeleng. "Kamu harus punya pendirian kalo mau aku bantu kedepannya."

Saat Ren meletakkan kembali peralatan latihan, Alicia tersenyum nakal. "Kalo gitu kenapa kamu nggak melakukan apa yang seharusnya seorang tunangan lakukan?"

Dahi Ren berkerut bingung, berbalik dan bertanya. "Lakukan apa?"

Senyum Alicia melebar, berjalan menyusul Ren dan melingkarkan tangannya ke tangan pria itu, berbisik di telinganya. "Ajak aku kencan."

Wajah Ren berubah serius. "Alicia, kamu tahu kondisi di luar lagi nggak bagus kan?"

Alicia menggembungkan pipinya. "Ihh... tapi aku udah lebih dari dua minggu di sini terus, aku kangen main ke luar lagi."

Ren menggeleng. "Nggak bisa, walaupun masalahnya sudah lewat, pelaku utamanya masih ada di luar sana, ditambah lagi," Ren berbisik. "Masih ada pontensi adanya pengkhianat di dalam Istana, terlalu berbahaya."

Alicia sejenak terdiam, raut wajahnya juga berubah, dia mulai berpikir dengan serius. Namun, saat dia kembali menatap wajah tampan Ren yang menatap tegas padanya, senyum manisnya kembali. "Sayang, kan ada kamu di sekitar aku, jadi apa yang harus aku takutin?"

Wajah Ren berkedut, dia membuka mulut tapi bingung ingin berkata apa. Alicia tidak salah, sebagai seorang Master Pedang, dirinya sangat kuat — jika Alicia bersamanya, maka jelas tidak akan ada masalah, tapi... dia terlalu malas.

Yaps, Ren merasa malas untuk keluar, dia berpikir sejenak sebelum akhirnya mendapat sesuatu. "Ehem, Alicia sayang, bahkan kalo aku mau, Ayah kamu nggak akan ngasih izin loh, kamu tahu sendirikan betapa protektifnya Ayah kamu."

Wajah Alicia berubah jelek, dia tahu bahwa apa yang Ren katakan benar, Ayahnya pasti tidak akan memberi izin, tapi...

"Nggak nggak, pokoknya aku mau kita kencan hari ini, aku mau kita jalan-jalan di luar!"

"Alicia-"

"Kita bisa pergi diam-diam kalo perlu!"

"Tapi-"

"Sayang tolong..." Alicia memohon dengan wajah memelas. Ren yang menatap wajah itu merasa berkonflik.

"Aku mohon, tolong ya, kali ini aja, nanti aku janji bakal lebih rajin latihannya, bahkan belajar yang lain pun aku bakal rajin, jadi tolong ya..."

Wajah Alicia sudah di ambang tangis, melihatnya sulit bagi Ren untuk menahan diri, pria mana yang tega membuat perempuan yang dicintainya menangis? Dirinya mungkin keras sebagai guru, tapi sebagai kekasih, dia jelas sulit untuk menolak permintaan gadis itu.

Dengan helaan napas berat, Ren mengangguk. "Ok, sore ini kita coba jalan-jalan sebentar-"

"Yey! Hore!"

Tanpa membiarkan pria itu menyelesaikan kata-katanya, Alicia berseru antusias, dia segera bergerak untuk memeluk Ren sambil bersorak.

Yang lain, para prajurit yang sejauh ini menonton pertandingan, merasa masam melihat kemesraan keduanya, terutama yang muda, mereka mengutuk nasib mereka sendiri karena menjadi jomblo, sedangkan yang lebih tua hanya menggelengkan kepala dan kembali beraktifitas.

Ren, di bawah pelukan riang Alicia, tersenyum pahit, dia harus berpikir bagaimana membuat alasan agar Yang Mulia Raja, Ayah Alicia, memberinya izin untuk membawa putrinya berkencan di luar. Dirinya bahkan sempat memikirkan ide Alicia untuk pergi diam-diam.

Yah... apapun itu, dia sudah cukup senang melihat bagaimana gadis yang dicintainya ini tampak begitu bahagia karena permintaannya diterima.

------------------------------

Halo hay! gimana sejauh ini? tertarik dengan ceritanya? atau bagaimana dengan adegan pertarungannya? seru kah? atau justru kalian susah buat mengimajinasikannya?

Hmm... kalo itu yang terakhir, agak sulit sih... Author disini sudah mencoba yang terbaik untuk membuat adegan yang bisa digambarkan ke imajinasi pembaca. 

Kalo masih kurang... boleh dong dikasih paham Author yang tampan ini.

Komen aja di bawah perihal bab ini ya... jangan segan... Author nggak ngegigit kok wkwk...😉

How do you feel about this chapter?

1 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Harsa untuk Amerta
246      198     0     
Fantasy
Sepenggal kisah tak biasa berlatar waktu tahun 2056 dari pemuda bernama Harsa sang kebahagiaan dan gadis bernama Amerta sang keabadian. Kisah yang membawamu untuk menyelam lebih dalam saat dunia telah dikuasai oleh robot manusia, keserakahan manusia, dan peristiwa lain yang perlahan melenyapkan manusia dari muka bumi. Sang keabadian yang menginginkan kebahagiaan, yang memeluk kesedihan, yan...
Wilted Flower
350      267     3     
Romance
Antara luka, salah paham, dan kehilangan yang sunyi, seorang gadis remaja bernama Adhira berjuang memahami arti persahabatan, cinta, dan menerima dirinya yang sebenarnya. Memiliki latar belakang keluarga miskin dengan ayah penjudi menjadikan Adhira berjuang keras untuk pendidikannya. Di sisi lain, pertemuannya dengan Bimantara membawa sesuatu hal yang tidak pernah dia kira terjadi di hidupnya...
The Boy Between the Pages
1555      933     0     
Romance
Aruna Kanissa, mahasiswi pemalu jurusan pendidikan Bahasa Inggris, tak pernah benar-benar ingin menjadi guru. Mimpinya adalah menulis buku anak-anak. Dunia nyatanya membosankan, kecuali saat ia berada di perpustakaantempat di mana ia pertama kali jatuh cinta, lewat surat-surat rahasia yang ia temukan tersembunyi dalam buku Anne of Green Gables. Tapi sang penulis surat menghilang begitu saja, meni...
Surat untuk Tahun 2001
5514      2202     2     
Romance
Seorang anak perempuan pertama bernama Salli, bermaksud ingin mengubah masa depan yang terjadi pada keluarganya. Untuk itu ia berupaya mengirimkan surat-surat menembus waktu menuju masa lalu melalui sebuah kotak pos merah. Sesuai rumor yang ia dengar surat-surat itu akan menuju tahun yang diinginkan pengirim surat. Isi surat berisi tentang perjalanan hidup dan harapannya. Salli tak meng...
Hideaway Space
115      94     0     
Fantasy
Seumur hidup, Evelyn selalu mengikuti kemauan ayah ibunya. Entah soal sekolah, atau kemampuan khusus yang dimilikinya. Dalam hal ini, kedua orang tuanya sangat bertentangan hingga bercerai. evelyn yang ingin kabur, sengaja memesan penginapan lebih lama dari yang dia laporkan. Tanpa mengetahui jika penginapan bernama Hideaway Space benar-benar diluar harapannya. Tempat dimana dia tidak bisa bersan...
Diary Ingin Cerita
3465      1656     558     
Fantasy
Nilam mengalami amnesia saat menjalani diklat pencinta alam. Begitu kondisi fisiknya pulih, memorinya pun kembali membaik. Namun, saat menemukan buku harian, Nilam menyadari masih ada sebagian ingatannya yang belum kembali. Tentang seorang lelaki spesial yang dia tidak ketahui siapa. Nilam pun mulai menelusuri petunjuk dari dalam buku harian, dan bertanya pada teman-teman terdekat untuk mendap...
Cinta Tiga Masa
180      114     0     
Romance
Aku mencurahkan segalanya untuk dirimu. Mengejarmu sampai aku tidak peduli tentang diriku. Akan tetapi, perjuangan sepuluh tahunku tetap kalah dengan yang baru. Sepuluh tahunku telah habis untukmu. Bahkan tidak ada sisa-sisa rasa kebankitan yang kupunya. Aku telah melewati tiga masa untuk menunggumu. Terima kasih atas waktunya.
Gadis Kecil Air Tawar
502      361     0     
Short Story
Mulailah berbuat baik terhadap hal-hal di sekelilingmu.
Mask of Janus
19528      3351     9     
Fantasy
"Namun, jangan pernah memberikan topeng kepada mereka yang ingin melakukan hal-hal jujur ... karena mereka akan mengambil dunia dari genggamanmu." Vera van Ugde tidak hanya bermain di depan layar sebagai seorang model internasional, tetapi juga di belakang layar di mana dunia gelap berada. Vera adalah seorang mafia. Hanya saja, sekelompok orang--yang memanggil diri mereka sebagai par...
Mimpi & Co.
1264      802     2     
Fantasy
Ini kisah tentang mimpi yang menjelma nyata. Mimpi-mimpi yang datang ke kenyataan membantunya menemukan keberanian. Akankah keberaniannya menetap saat mimpinya berakhir?