Sorak-sorai riuh memenuhi aula megah RSIA Purnama saat acara peluncuran Gen Kasih dimulai. Aula yang sebelumnya hanya digunakan untuk pertemuan medis dan seminar, berubah menjadi pusat perhatian dengan hiasan bunga-bunga segar dan latar belakang panggung yang indah.
Saat tiba waktunya, Jaya dan Bayu berada di panggung utama sebagai pembicara. Dia mengenakan setelan jas yang rapi dan tampak percaya diri. Mereka membawakan materi masing-masing dengan ekspresi wajah yang penuh semangat dan perhatian.
Segera saja, aura positif mereka menebar ke para pengunjung. Sejumlah pertanyaan terlontar dan dijawab satu per satu dengan santai dan sesederhana mungkin agar mudah dipahami. Jaya menyempatkan diri menebar pandangan dan senyuman ke seluruh tamu untuk menambah keakraban.
Di antara kerumunan di hadapan, Jaya sedikit terkejut dan gugup mendapati wajah yang pernah akrab mengisi harinya. Rena, perawat di rumah sakit umum tempat Jaya bekerja sebelumnya. Kesulitan menjaga profesionalitas usai retaknya hubungan asmara mereka, membuat Jaya menerima tawaran Bayu berkarier di RSIA Purnama.
Rena cukup sadar sedang diperhatikan Jaya. Reflek dia melirik ke sebelahnya dengan sedikit khawatir. Reaksi semacam itu sudah cukup membuat Jaya memahami apa yang terjadi sepeninggalnya. Dokter Dedi sang spesialis penyakit dalam yang dikenalnya itu tentulah bukan sekedar mendampingi tempat duduk Rena, melainkan juga pendamping hatinya.
Usai gelar wicara tersebut, Banyak yang menyerbu gerai Jaya dan Bayu untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut. Keduanya memberikan panduan tentang program Gen Kasih, dan menyapa semua orang dengan senyuman ramah, termasuk kepada Rena dan Dedi yang juga mampir ke gerainya.
Jaya tersenyum tipis dan menyapa, "Hai, Ren. Lama ya, enggak ketemu."
Rena terkejut, lalu menimpali, "Oh, Jaya. Ya, benar. Sudah lama sekali."
Jaya pun menjabat tangan Dedi sambil berbasa-basi, “Apa kabar, Ded?"
“Baik, baik. Kamu juga, kan?” jawab Dedi.
Jaya mengangguk dan menyahut, "Alhamdulillah. Jadi, kalian …?"
Dedi segera memahami maksud pertanyaan Jaya. “Ah, iya. Kami bertunangan,” terang Dedi sambil menggenggam jemari Rena.
Rena jadi salah tingkah dan mencoba mengalihkan topik dengan bertanya, "Jadi, ini kesibukanmu sekarang?"
Jaya menjawab dengan cukup diplomatis. Dedi tersenyum sambil bertanya menggoda, "Kayanya, ada yang bikin kamu betah di sini ya, Jay? Pendamping baru, mungkin?"
Jaya tersenyum samar seraya berkata, "Belum, Ded. Aku fokus kerja dulu saat ini."
Rena memperhatikan Jaya dengan tatapan sendu sambil bergumam, "Kamu selalu penuh dedikasi, Jaya."
Dedi berdeham dan memeluk Rena. Dia melempar pandangan ke sekeling dan berkomentar, "Semoga sukses ya, acaranya."
Jaya mengangguk dan menyambut tulus, "Terima kasih, Ded."
Dedi pun mengajak Rena berpamitan. Meski tampak sedikit enggan, Rena akhirnya mengikuti langkah Dedi menuju gerai-gerai lain yang disediakan di acara peluncuran Gen Kasih ini. Jaya menghela napas sejenak dan kembali mengulas senyum untuk pengunjung lain.
Sekilas, Jaya mengikuti arah gerak Rena menuju gerai Lab. Pak Atma tampil tak kalah profesional di sana. Beliau bahkan sampai berganti pakaian mengenakan setelan jas yang rapi dan kemeja putih untuk menyampaikan presentasi tentang proses tes lab.
Jaya melihat dengan kagum pada Pak Atma yang menerima banyak pujian dan ucapan terima kasih dari para pengunjung. Diam-diam, Jaya ingin selanggeng Pak Atma dalam berkarier.
Perlahan, dia jadi penasaran, seperti apa keluarga yang dipimpin Pak Atma? Seperti apa pasangan yang bisa melepaskan Pak Atma untuk terus berkarya seperti sekarang? Mungkin, Jaya akan mencari perempuan seperti itu.
Akan tetapi, masihkah ada? Mengingat tidak banyak orang seperti Pak Atma, bisa jadi pendamping yang ideal pun merupakan barang langka. Apa lagi, dengan kondisi seperti Jaya. Dua kali sudah Jaya membina hubungan serius dalam asmara, selalu terjegal oleh perkara yang sama. Jaya jadi pesimis soal cinta.
Jaya dan Bayu berdiri di belakang panggung, menyaksikan dengan bangga keberhasilan acara yang mereka rancang bersama. Sambil menata kursi, Bayu tersenyum dan bertanya penasaran, "Aku lihat, ada Rena tadi. Kalian sempat ngobrol?"
Jaya mengangguk pelan.
"CLBK?" kejar Bayu lagi.
"Boro-boro," jawab Jaya. "Dia datang sama tunangannya."
"Oh," sahut Bayu prihatin. Sejenak kemudian, Bayu tersenyum dan berseloroh, "Berarti, tadi ada pertunjukan teater dong, di peluncuran Gen Kasih? Dengan bumbu drama segala macam?"
Jaya tertawa melepaskan kegelisahan yang tersisa. Dia menghela napas panjang dan menimpali, "Iya, juga sih, Bay. Aku kira udah lulus ujian ketegaran hati, ternyata belum. Rasanya agak kikuk, tahu. Aku takut kelihatan aneh aja."
Bayu menyeletuk, "Tenang, tenang, Jay. Kita masih punya banyak waktu latihan. Yang penting, kamu enggak kelihatan kepanikan tadi!"
Jaya mengangkat alis seraya bertanya, "Emang aku kelihatan tenang?"
Bayu tertawa sebentar sebelum menjawab, "Enggak juga, sih. Cuma, kamu kelihatan cukup menahan diri. Itu yang penting!"
Jaya mengangguk-angguk dan menyahut, “Iya, sih. Lebih mudah dari yang kukira. Tadinya, kupkir bakal berat banget kalau ada momen kaya gini. Mana ada tunangannya, sama teman kerja sendiri lagi. Eh, ternyata, kok aku malah lega, ya?”
Bayu menggenggam dagu Jaya sambil tersenyum bangga dan berujar, “Mantap! Udah bisa move on, nih! Berarti aku enggak perlu lagi lihat matamu yang berkaca-kaca kaya setiap kali ketemu Tasya zaman kuliah dulu, kan?”
Jaya tertawa sambil mengibaskan tangan karena malu. “Duh! Jangan diingetin, dong! Namanya juga masih galau, Bro,” dalih Jaya.
“Sekarang udah enggak galau? Yakin?” canda Bayu.
“Hem … masih, sih. Cuma, soal lain,” gumam Jaya.
“Yang penting, soal cewek udah kelar, kan?” seloroh Bayu dengan tatapan sok menyelidik.
“Kelar!” sahut Jaya mantap.
Bayu berjingkrak kecil dan berseru, “Cihui! Ini baru Duo Bay ….”
“Eh! Enggak, enggak. Ini tempat umum, Bay. Malu,” cegah Jaya segera menurunkan kedua lengan Bayu yang sudah siap terentang ke depan.
Bayu manyun, tetapi secepat kilat terpikir ide lain yang membuatnya kembali ceria. “Kalau gitu, mari kita rayakan kepulanganmu dari masa lalu dengan es krim favorit!”
Di kantin, Bayu dan Jaya memesan satu scoop es krim favorit masing-masing. Rasa cokelat untuk Bayu dan vanila buat Jaya. Mereka kemudian mencari meja kosong di tengah ramainya pengunjung hari ini.
Tepat di pojok, ada Pak Atma duduk sendiri dengan dua kursi kosong di meja yang salah satu sisinya merapat ke dinding itu. Bayu melambaikan tangan ke beliau dan mengajak Jaya duduk di sana.
Pak Atma yang sedang asyik menikmati pisang goreng beserta kopi hitam itu menyambut gembira. Mereka pun berbasa-basi sejenak sambil menikmati hidangan masing-masing. Saat es krim di gelasnya tinggal sedikit, Bayu pun menyeletuk.
"Pak Atma, mumpung ada orangnya. Bilang aja langsung," ujar Bayu sambil menyuap sendokan es krim terakhir.
Pak Atma agak terkejut dan tersipu-sipu, sementara Jaya bertanya heran, "Ada apa, ya?"