Read More >>"> GLACIER 1: The Fire of Massacre (Bab 1: Hamil) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - GLACIER 1: The Fire of Massacre
MENU
About Us  

NENEK bilang, rubah merah algaropa—jenis rubah merah sebesar kuda yang biasa kami pelihara—merupakan hewan tunggangan Dewi Arghi selama beribu-ribu tahun lalu. Matanya yang emas memesona dan ekornya yang kekuningan di bagian ujungnya selalu membuatku terkagum-kagum dengan wujud serta eksistensinya.

Rubah peliharaan kami, Lana, memiliki perawakan itu. Aku selalu senang bagaimana dirinya bersuara sambil menengadah seolah memamerkan moncongnya yang panjang ke langit, atau berjalan dengan lenggak-lenggok ekornya yang bergoyang-goyang memesona seperti pamer bahwa ia cantik. Iya, aku mengakui kalau Lana sangat cantik, dan perawakan lingkungan Glacier kurang lebih hampir sama seperti rubah algropa. Ditinggali oleh gadis-gadis manis, cantik, dan wanita-wanita kuat yang bijak dan memesona.

"Kakak, ayolah, kau sudah sangat cantik, loh." Ria terkekeh ketika dia melihatku sedang bercermin di aliran sungai dingin yang sedikit tertutupi es.

Kedua kakiku berdiri tepat di atas batu dengan tubuh yang sedikit condong—takut jamur-jamur yang kubawa berjatuhan ke sungai—sementara dirinya sudah menyebrang, dengan kedua kaki yang sudah menyentuh salju.

Di depanku juga ada air terjun kecil setinggi orang dewasa. Dengan bebatuan kecil di bawah, bebatuan besar di kanan-kiri, dan pohonan lumayan tinggi menjulang di bagian atas sebelah kanan. Airnya kecil karena sebagian telah membeku, mengalir dengan riak bunyinya yang sedikit terdengar.

Aku biasanya selalu kagum pada air terjun mungil itu, sehingga saat aku berjalan lewat kemari, aku pasti akan secara otomatis langsung menoleh ke sana. Sayangnya, tidak untuk hari ini.

Di pantulan air itu, aku menatap wajahku dengan cemas. Di pipi sebelah kananku, ada noda hitam yang apabila diusap lumayan sulit dihilangkan. Aku menggerutu. Ini semua gara-gara jamur mitamita! Ia kentut di depan mukaku ketika aku hendak memotongnya dengan pisau.

Jamur itu biasanya tumbuh lebat di Gunung Ofura—letaknya tepat di belakangan wilayah Glacier—menempel kuat di akar-akar pohon longtora raksasa yang gagah.

Sebenarnya, sebelum memanennya, kau harus menyentuh jamurnya sampai jamur itu mengeluarkan gas asap hitam dari tubuhnya—aku menyebutnya kentut. Sentuh saja sampai semuanya mengeluarkan asap. Nah, setelah selesai dan setelah asapnya memudar, barulah kau bisa memanennya dengan tenang. Sebenarnya, itulah cara jamur mitamita melindungi diri, agar jenis tumbuhan seperti mereka bisa tertahan hidup dari hewan pemakan tanaman. Hanya saja, karena aku yang tidak sabaran dan amat ceroboh, akhirnya aku kena akibatnya. Sepanjang jalan, setelah memanen jamur itu, aku pun menggerutu karena wajahku.

"Kakak bisa membasuh muka setelah sampai di rumah."

"Iya, baiklah."

Ria menegurku berkali-kali. Tahu betul selain wajahku yang bernoda, langit sudah mulai menggelap karena akan ada badai.

Aku pun melangkah, melompat berkali-kali pada bebatuan sampai akhirnya kedua kakiku tepat menginjak salju. Aku mengeratkan kedua tali yang melingkari kedua bahu, membawa bergunuk-gunuk jamur mitamita setinggi kepala di tas keranjang. Tidak berat sebenarnya, tetapi karena salju yang putih dan tampak licin membuatku cemas akan tersandung batu berselimut salju dan kemudian terjatuh sampai jamurnya berceceran.

Inilah hal yang paling tidak kusukai tentang musim dingin, salju selalu membuatku jatuh dan tampak ceroboh di mata Ibu maupun di mata saudariku yang lain.

Aku menghembuskan napas. Kami bertiga—bersama Lana—kemudian memasuki hutan dengan pepohonan cemara yang berselimut salju. Menuju rumah.

"Lana, boleh aku menunggangimu?" Tiba-tiba terbesit ide itu dibenakku. Aku mengucapkannya seraya menatap Lana dengan wajah berbinar yang manis. Aku bahkan menautkan kedua tanganku, tanda bahwa aku sedang memelas padanya.

Lana yang berjalan berlenggak-lenggok di sampingku langsung mendesis. Dia menunjukkan muka garangnya sambil mundur selangkah. Seolah waspada atau tidak setuju dengan ide atau permintaanku. Bukannya takut, aku malah bingung sambil menelengkan kepalaku.

Lana akhir-akhir ini sensitif sekali. Seminggu ini dia tidak ingin ditunggangi. Baik olehku maupun oleh saudariku yang lain.

"Kakak tidak sadar?" Ria bertanya, menghampiriku yang masih bingung.

Aku mengangkat sebelah alis. "Apanya?"

Ria terkekeh dengan nada yang anggun. Mulutnya dia tutup dengan tangan—Ibu bilang, seperti itulah seharusnya wanita Glacier tertawa.

"Lana hamil."

"Eh?" Aku terdiam mendengarnya. Aku melotot dengan senyum semringah.

Lana mendengus. Wajahnya mendongak ke atas dengan angkuh. Dia seolah kesal dengan diriku yang baru mengetahui hal ini.

Ria terkekeh lagi. "Iya, anaknya ada tiga."

Aku semakin berbinar mendengarnya.

Di antara keluarga kami, Ria selalu pintar dalam menebak sesuatu, khususnya jumlah anak dalam kandungan.

Dahulu, saat Mimisa—ayam kami—tiba-tiba tidak bersemangat seperti biasanya karena tubuhnya yang membuncit. Ria dengan santai berkata kalau Mimisa hamil. Anaknya ada sepuluh, begitu katanya, dan beberapa hari kemudian Mimisa pun bertelur. Apa yang dikatakan Ria dahulu betul. Mimisa sekarang sudah punya sepuluh anak.

Lalu, ketika Kak Tallulah—Kakak tertua kami—pulang dari hutan sehabis berburu rusa, dan muntah-muntah tidak karuan, serta mengalami pusing, mual, dan sejenisnya, lagi-lagi Ria berkata dengan santai bahwa Kak Tallu hamil.

Ibu langsung cemas mendengarnya, Bibi kami—Bibi Oan—tidak percaya sambil sesekali tertawa, sedangkan Nenek langsung memanggil tabib untuk memastikan, dan apa yang dikatakan Ria dibenarkan oleh tabib.

Kak Tallu hamil. Usia kandungannya sudah tujuh hari.

Kecemasan Ibu semakin melonjak saat itu, Bibi Oan menganga—lebih tidak menyangka karena tebakan Ria benar adanya—sedangkan Nenek langsung memberitahukan kabar baik ini pada seluruh Glacier dan juga Tetua Adat Rowei. Setelahnya, perayaan dan ritual pun menghujam Kak Tallu.

Masih ingat dibenakku perayaan dua Minggu lalu itu. Aku, Ria, dan Dapna (sebagai anak paling muda) diharuskan menari di bawah sinar bulan sambil mengelilingi api unggun besar di malam musim dingin—dengan rok biru lebar yang berkibar dan juga mahkota bunga kering sebagai hiasan kepala kami. Ini semua sebagai bentuk rasa syukur kami dari anggota keluarga karena sang Dewi Kesuburan, Dewi Arghi, menganugrahkan seorang anak pada Kak Tallu.

Selain daripada itu, mendadak rumah menjadi sangat sibuk sekali. Dapur penuh oleh orang-orang yang ikut merayakan kehamilan Kak Tallu dengan membuat berbagai macam makanan ringan dan berat, kue kering dan basah, serta berbagai macam makanan manis, pedas, dan asam.

Kak Nahla (kakak kedua kami) langsung diberi pekerjaan rumah; membantu para Ibu membuat kudapan. Padahal, dia saat itu sedang sibuk belajar mengendalikan kekuatan penyegel bersama Nenek. Karena acara semacam inilah, Kak Nahla harus menunda waktu latihannya dahulu.

Aku ingat bagaimana Kak Tallu diperlakukan amat istimewa saat itu. Mendapat perhatian dan pelayanan langsung dari Tetua Adat Rowei. Tetua Adat sendiri dengan suka rela mau memijat kakinya, memberinya berbagai macam obat herbal, dan juga berbagai petuah khusus untuk ibu hamil.

Aku pun sempat iri pada Kak Tallu mengingat dia mendapat perhatian lebih dari Tetua Adat, tetapi, Ibu yang mendengar keluh-kesahku hanya tertawa. Berkata bahwa suatu hari nanti ketika aku dewasa dan hamil, aku akan mendapat perlakuan yang sama; kehamilan yang dirayakan, orang-orang yang membuat makanan karenaku, dan juga perhatian Tetua Adat. Karena itu, aku jadi sedikit menantikannya meski umurku masih tiga belas.

Yah, bagaimana, ya? Habisnya, melihat Kak Tallu dilayani oleh pemimpin suku dan dirayakan dengan penuh sukacita, tampak menyenangkan.

"Aww, Lana." Aku masih berbinar—mengenyahkan pemikiranku tentang Kak Tallu.

Kemudian, aku menangkupkan kedua tanganku ke atas kepala, sambil menunduk dan menutup mata. "Ya, Dewi, berkatilah rubah merahku yang sedang hamil. Semoga ia dan anaknya mendapatkan banyak berkah dan kesejahteraan darimu, aamiin." Aku mendoakannya, lantas kembali tersenyum lebar. "Jadi, Lana, boleh aku menyentuhmu ...." Tanganku terulur, hendak menyentuh bulunya, tetapi Lana dengan tega langsung mundur. Setelah itu, ia menengadah dengan angkuh di depanku dengan kedua mata terpejam. Ia menjauh. Ekornya yang cantik berlenggak-lenggok ke atas seperti wanita congkak yang tidak ingin disentuh.

Aku terdiam, sementara Ria sudah mulai menertawakanku dengan tawanya yang anggun.

Aku menghampiri Lana, lagi-lagi mengulurkan tanganku ke arahnya. "Oh, ayolah Lana, Sayang, biarkan aku membelaimu."

Lagi, dia menghindar. Kali ini, dia menghindar ke sebelah kiri, kemudian berlari kecil. Aku jadi mengejarnya dengan berlari kecil pula.

"Aku tidak sengaja lupa, loh." Aku lagi-lagi mengulurkan tangan ke arah bulunya, dan Lana sendiri langsung menghindar ke sebelah kiri lagi kemudian dengan santai berjalan ke belakang sampingku. Lama-kelamaan, aku jadi sebal padanya. "Lana!"

Akhirnya aku dan ia seperti sedang bermain kejar-kejaran. Aku mengejar Lana hanya karena ingin mengusap bulunya, memberikan rasa syukur atas kehamilannya yang baru kuketahui. Namun tampaknya, rubah satu itu malah dengan sengaja menghindariku. Lidahnya terjulur dengan mulutnya yang sedikit terbuka. Suara ang-ang-ang juga keluar dari sana. Ia tertawa, dengan sesekali menoleh ke arahku dan akan menghindar ke arah mana saja ketika aku menjulurkan tangan dan mendekatinya.

Aku jadi bertambah kesal dibuatnya. Ria tidak membantu. Dia hanya tertawa di tempat, masih dengan tawa yang anggun.

"Lana!"

Kakiku tersandung batu yang tertutup salju. Tubuhku pun terhuyung ke depan, melayang dengan posisi wajah mengarah ke salju. Aku lupa satu hal yang tidak boleh dilakukan setelah memetik jamur mitamita.

Setelah jamur itu dipetik, bukan berarti kadar gasnya berkurang. Kadar gasnya masih ada, dan apabila dijatuhkan atau disentuh, ia masih bisa mengeluarkan gas dari tubuhnya.

Wajahku sukses mendarat di atas salju, bersama tubuhku yang lain—tiarap. Bergunuk-gunuk jamur mitamita yang semula ada di tas keranjangku berhamburan tepat di belakang kepalaku. Gas hitamnya langsung keluar dari jamur, meletus-letus seperti gunung.

Tawa anggun Ria terhenti dan digantikan oleh rasa panik, sedangkan aku langsung mengangkat wajah dari salju dan menjerit sejadi-jadinya. Antara terkejut karena jatuh dan kesal karena dikentuti oleh jamur untuk keduanya kalinya.

Lana, si rubah merah itu tertawa. Suara ang-ang-ang keluar dari mulutnya. Persis seperti tadi.

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Ayugesa: Kekuatan Perempuan Bukan Hanya Kecantikannya
6912      1984     204     
Romance
Nama adalah doa Terkadang ia meminta pembelajaran seumur hidup untuk mengabulkannya Seperti yang dialami Ayugesa Ada dua fase besar dalam kehidupannya menjadi Ayu dan menjadi Gesa Saat ia ingin dipanggil dengan nama Gesa untuk menonjolkan ketangguhannya justru hariharinya lebih banyak dipengaruhi oleh keayuannya Ketika mulai menapaki jalan sebagai Ayu Ayugesa justru terus ditempa untuk membu...
Secret Garden
225      190     0     
Romance
Bagi Rani, Bima yang kaya raya sangat sulit untuk digapai tangannya yang rapuh. Bagi Bima, Rani yang tegar dan terlahir dari keluarga sederhana sangat sulit untuk dia rengkuh. Tapi, apa jadinya kalau dua manusia berbeda kutub ini bertukar jiwa?
Bye, World
6509      1514     25     
Science Fiction
Zo'r The Series: Book 1 - Zo'r : The Teenagers Book 2 - Zo'r : The Scientist Zo'r The Series Special Story - Bye, World "Bagaimana ... jika takdir mereka berubah?" Mereka adalah Zo'r, kelompok pembunuh terhebat yang diincar oleh kepolisian seluruh dunia. Identitas mereka tidak bisa dipastikan, banyak yang bilang, mereka adalah mutan, juga ada yang bilang, mereka adalah sekumpul...
Perlawanan Suku Pedalaman
1669      1208     6     
Short Story
Seorang tentara bayaran yang terjebak ditengah kehidupan ksatria suku pedalaman. Akankah dia akan menemukan jiwa ksatria layaknya suku tersebut???
Lusi dan Kot Ajaib
6739      1122     7     
Fantasy
Mantel itu telah hilang! Ramalan yang telah di buat berabad-abad tahun lamanya akan segera terlaksana. Kerajaan Qirollik akan segera di hancurkan! Oleh siapa?! Delapan orang asing yang kuat akan segera menghancurkan kerajaan itu. Seorang remaja perempuan yang sedang berlari karena siraman air hujan yang mengguyur suatu daerah yang di lewatinya, melihat ada seorang nenek yang sedang menjual jas h...
KSATRIA DAN PERI BIRU
108      91     0     
Fantasy
Aku masih berlari. Dan masih akan terus berlari untuk meninggalkan tempat ini. Tempat ini bukan duniaku. Mereka menyebutnya Whiteland. Aku berbeda dengan para siswa. Mereka tak mengenal lelah menghadapi rintangan, selalu patuh pada perintah alam semesta. Tapi tidak denganku. Lalu bagaimana bisa aku menghadapi Rick? Seorang ksatria tangguh yang tidak terkalahkan. Seorang pria yang tiba-tiba ...
Pertualangan Titin dan Opa
2819      1129     5     
Science Fiction
Titin, seorang gadis muda jenius yang dilarang omanya untuk mendekati hal-hal berbau sains. Larangan sang oma justru membuat rasa penasarannya memuncak. Suatu malam Titin menemukan hal tak terduga....
The Eternal Love
18352      2650     18     
Romance
Hazel Star, perempuan pilihan yang pergi ke masa depan lewat perantara novel fiksi "The Eternal Love". Dia terkejut setelah tiba-tiba bangun disebuat tempat asing dan juga mendapatkan suprise anniversary dari tokoh novel yang dibacanya didunia nyata, Zaidan Abriana. Hazel juga terkejut setelah tahu bahwa saat itu dia tengah berada ditahun 2022. Tak hanya itu, disana juga Hazel memili...
Dark Fantasia
4211      1310     2     
Fantasy
Suatu hari Robert, seorang pria paruh baya yang berprofesi sebagai pengusaha besar di bidang jasa dan dagang tiba-tiba jatuh sakit, dan dalam waktu yang singkat segala apa yang telah ia kumpulkan lenyap seketika untuk biaya pengobatannya. Robert yang jatuh miskin ditinggalkan istrinya, anaknya, kolega, dan semua orang terdekatnya karena dianggap sudah tidak berguna lagi. Harta dan koneksi yang...
ETHEREAL
1026      428     1     
Fantasy
Hal yang sangat mengejutkan saat mengetahui ternyata Azaella adalah 'bagian' dari dongeng fantasi yang selama ini menemani masa kecil mereka. Karena hal itu, Azaella pun incar oleh seorang pria bermata merah yang entah dia itu manusia atau bukan. Dengan bantuan kedua sahabatnya--Jim dan Jung--Vi kabur dari istananya demi melindungi adik kesayangannya dan mencari sebuah kebenaran dibalik semua ini...