“Jika kata orang setiap pertemuan akan menyisakan luka karena perpisahan.
Maka bertemu denganmu adalah luka paling manis
Yang aku rasakan.”
-Anonim-
Hari ini jadwal Abhi padat sekali. Ia harus di sibukkan meeting sana sini. Tentu saja hal ini dikarenakan perusahaannya tengah sibuk hendak melaunching produk baru bulan depan. Rencananya, Abhi ingin melakukan variasi produk, dimana ia ingin meluncurkan produk-produk yang bisa menjangkau kalangan di berbagai usia. Tentu saja, rencananya itu bertentangan dengan fokus perusahaan sejak awal di dirikan, dimana perusahaan itu hanya fokus pada satu produk saja, namun mengingat perkembangan dunia usaha saat ini, Abhi perlu melakukan beberapa inovasi agar perusahaannya mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain dalam bidang usaha yang sama. Jadi, tak heran jika dalam bulan ini ia cukup sibuk.
Kepergian Zoya, sang kekasih ke Bali untuk pemotretan menjadikan dirinya hanya bisa fokus dengan pekerjaan. Bahkan, hingga hari sudah mulai senja ia melewatkan makan siangnya hari ini karena sibuk mengurusi tumpukan berkas di hadapannya yang harus segera ia periksa. Sesekali ia merenggangkan tangan untuk merilekskan tubuhnya, sesekali pula ia menyeruput kopi hitam yang tadi telah di siapkan oleh OB perusahaannya.
Abhi kemudian mengalihkan atensinya, menatap jam dinding yang berada di ruang kerjanya. Sebelum kemudian, ia bertanya kepada sekretarisnya terkait waktu pertemuannya dengan salah satu pemegang saham di perusahaannya.
"Jam berapa jadinya kita bertemu Pak Bumi?" Tanya Abhi kepada sekretarisnya.
"Setelah sholat Magrib Pak, beliau bilang sekalian ngundang bapak untuk makan malam di rumahnya...," Ucap sang sekretaris.
Abhi pun menganggukkan kepalanya mengiyakan. Ia kemudian kembali sibuk memeriksa berkas-berkas di atas meja-nya setelah sebelumnya meminta sekretarisnya untuk mengingatkannya lagi tentang pertemuan dengan Pak Bumi.
Ditengah kesibukannya, tetiba pemikiran itu muncul kembali. Jika hingga detik ini, ia masih tak mengerti maksud Pak Bumi tetap menjalin kerjasama dengan perusahaannya, kenapa ia tak menanyakan langsung saja kepada yang bersangkutan ketika pertemuan malam nanti? Peduli amat dengan tidak ada hak untuk dirinya bertanya setelah apa yang dilakukannya terhadap Nara, karena walau bagaimana pun ia dan Nara pernah dekat sebagai seorang sahabat dahulu, bukannya alasan itu cukup untuk menjadi alasan dari pertanyaan yang hendak Abhi ajukan kepada Pak Bumi?
Ya, ia seharusnya bertanya sejak dulu agar rasa penasarannya menghilang. Lagipula, pertemuan kali ini terkesan santai karena di balut makan malam dan bertempat di kediaman Pak Bumi. Bagi Abhi, sama seperti Nara yang menganggap Bundanya seperti Mama-nya sendiri, Abhi pun demikian ia menganggap Pak Bumi seperti ayahnya sendiri. Namun, semenjak Abhi memutuskan hubungan dengan Nara dan membatalkan perjodohan diantara mereka, Abhi merasa canggung jika berinteraksi dengan Bumi. Mungkin, karena kesalahannya pada Nara lah yang membuat Abhi bersikap demikian, karena Bumi masih bersikap seperti biasanya kendati ia tahu bahwa Abhi telah menyakiti hati putri tunggalnya itu.
๐ฎ๐ฎ๐ฎ
Setelah melaksanakan ibadah sholat magrib, Abhi langsung berangkat menuju kediaman Bumi Aji Pradana, atau kerap ia panggil dengan nama Pak Bumi. Ia mengendarai sendiri mobil Audi hitam miliknya dan memperbolehkan sopir beserta sekretaris pribadinya untuk pulang.
Ini bukan pertama kalinya bagi Abhi. Dia memang selalu menyuruh sekretaris atau sopir pribadinya pulang ke rumah jika sudah lewat jam kerja. Hal itu dilakukannya karena ia tahu bahwa mereka juga butuh waktu untuk bersama keluarga mereka. Hal itulah yang membuat Abhi memutuskan untuk membatasi jam kerja sekretarisnya. Meskipun sebenarnya di dalam kontrak kerja sekretaris, Abhi menambahkan juga mencakup pekerjaan sebagai asisten pribadinya. Dan hal itu disetujui oleh Sean, sekretarisnya.
Lain halnya dengan sang sopir, terkadang ia bahkan sampai pulang larut malam jika Abhi benar-benar sangat sibuk dan harus berpindah tempat dalam hitungan menit. Namun seperti hari ini jika tidak begitu lelah dan pertemuan bisnis terkesan santai, Abhi akan pergi sendiri tanpa di temani dua orang yang selalu menempelinya kemanapun ia pergi yaitu sekretaris dan sopirnya.
Setelah menempuh perjalanan selama satu jam dari perusahaan ke kediaman Pak Bumi, ia kini sudah sampai di halaman rumah beliau. Rasanya, sudah lama Abhi tidak berkunjung ke rumah bertingkat dengan warna babby blue itu. Terakhir kali menginjak rumah ini, lima tahun yang lalu kah? Entahlah Abhi tak mengingatnya dengan jelas kapan tepatnya.
Rumah itu nampak sederhana, namun begitu nyaman. Halaman yang luas juga bunga dan tanaman lain yang diatur rapi membuat pemandangan di taman itu tampak asri. Abhi dimanjakan sejenak oleh pemandangan itu hingga pikirannya melayang ke masa lalu.
Satu-satunya hal yang paling menyenangkan saat ia menjalin hubungan dengan putri dari pemilik rumah yang dikaguminya itu hanyalah menikmati keindahan taman bunga di rumah itu. Entah mengapa, baginya menikmati setiap apa yang ada di rumah itu menimbulkan kenyamanan dalam dirinya. Abhi mengingat cerita Nara, bahwa Mama Nara lah yang mendekor taman itu sendiri. Bahkan, bunga-bunga indah yang ditanam di taman itupun pilihan dari Sang Mama.
Abhi menghela napas sebelum melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah. Sudah lama sekali sejak ia putus dari Nara, Abhi tak pernah lagi menginjakkan kakinya di rumah itu. Segala urusan bisnis terkait Pak Bumi mereka selalu membicarakannya di luar, paling sering adalah di restaurant sembari makan siang bersama. Abhi pun awalnya sempat terkejut ketika tiba-tiba Pak Bumi meminta perubahan jadwal temu dari yang biasanya siang menjadi malam hari seperti hari ini. Apa beliau sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja?
Tok..tok..tok...
"Assalamu'alaikum...," Seru Abhi karena tak mendapati seorangpun menyambut kedatangannya padahal pintu rumah itu terbuka lebar. Namun, samar-samar ia mendengar gelak tawa dari dalam rumah.
Abhi pun akhirnya mengucap salam dan mengetuk pintu kembali kali ini dengan suara yang lebih tinggi agar orang di dalam rumah mendengar suaranya.
Usaha Abhi pun membuahkan hasil. Tampak pembantu di rumah itu menyambut kedatangannya.
"Eh..Mas Abhi sudah datang, tadi bapak memang berpesan kalau ada tamu. Ma'af agak lama mas, Bibi sibuk di dalam..," jelas Bi Ningsih pembantu di rumah Pak Bumi yang memang sudah dikenalnya.
"Iya, nggak apa-apa Bi, nggak lama juga kok Abhi nunggunya. Bapak mana Bi?" Tanya Abhi kemudian.
"Bapak di dalem Mas. Lagi main sama cucunya, maklum sudah lama nggak ketemu Bapak kangen," jelas Bi Ningsih.
Abhi mengerutkan keningnya mendengar penuturan Bi Asih. Cucu? Apa jangan-jangan...dia..anak dari...
"Mas Abhi langsung masuk aja Mas. Bapak tadi berpesan kalau Mas datang suruh masuk langsung ke ruang keluarga saja...," Jelas Bi Ningsih memecah atensi Abhi yang sedari tadi berkelana memikirkan segala kemungkinan dibenaknya.
Abhi pun akhirnya mengangguk. Ia memasuki rumah mengikuti Bi Ningsih yang berjalan lebih dulu di belakangnya. Namun, sebelum langkah kakinya menuju ruang keluarga ia mendengar suara seorang wanita.
"Bi, makan malamnya sudah siap. Papa bilang tamunya di suruh makan malam dulu sebelum membahas masalah bisnis..," ucap wanita itu sembari berjalan ke arah sang Bibi.
Ketika sampai di depan sang Bibi ia terkejut mendapati siapa yang tengah berdiri di belakang Bi Ningsih. Ia mematung menatap lelaki yang berjarak hanya beberapa meter darinya itu. Lelaki yang pernah menorehkan luka yang cukup dalam di hatinya hingga ia memilih untuk pergi menghilang. Dialah Abhi, Abhi Sakha Bayu, sahabat sekaligus cinta pertamanya.
๐ฎ๐ฎ๐ฎ
lanjutt....
Comment on chapter 8 II Selangkah Lebih Dekat