Pagi hari di Nagisano Shizuka, Yuki dan Estrella bersiap untuk membuka kedai. Aroma laut yang segar bercampur dengan harapan baru mereka. Yuki melihat Estrella dengan senyum semangat, dan mereka mulai membersihkan serta menata peralatan. Tidak lama kemudian, Hayato datang. Ketika melihat Estrella, melalui kartu nama tulisan tangan nama barista baru itu, wajahnya memerah, tersipu malu. "Selamat pagi," sapanya dengan suara sedikit gemetar. "Aku kemarin memesan secangkir kopi hitam untuk pagi ini, tapi bisakah aku dibuatkan oleh Estrella kali ini?" raut wajah Hayato mendadak penuh harap.
Estrella tersenyum gugup, tapi tidak kehilangan bersemangat untuk melakukan penyeduhan kopi pertamanya, menunggu persetujuan manajernya. Yuki mengangguk menyetujui permintaan Hayato, kemudian bersiap mengajari Estrella.
Yuki berdiri di sebelah Estrella, keduanya berada di balik bar kayu yang menghadap ke laut Okinawa, hanya terhalang oleh pintu masuk kedai yang terbuat dari kaca. "Baik, Estrella," kata Yuki dengan nada ramah, "kita akan mulai dengan membuat Kopi Hitam. Ini adalah resep dasar yang akan kita gunakan untuk membuat kopi secara manual."
Estrella memperhatikan dengan seksama, mencatat setiap detail yang dijelaskan oleh Yuki di kertas kecil. "Pertama, kita butuh 12 gram kopi," kata Yuki sambil mengambil biji kopi dari toples dan menimbangnya dengan hati-hati. "Setelah itu, kita gunakan air sebanyak 170 ml," lanjutnya, mengisi ketel dengan air bersih. "Rasio ini sederhananya adalah 1 bagian kopi untuk 14 bagian air, kunci untuk mendapatkan keseimbangan rasa yang sempurna dari Kakek Benjiro yang melegenda di kalangan pengunjung lokal."
Estrella mengangguk, merasakan semangat belajar mengalir dalam dirinya. "Giling kopi dengan ukuran medium," lanjut Yuki, memperlihatkan cara mengatur mesin penggiling. "Pastikan grind size-nya tepat agar ekstraksi kopinya optimal."
Setelah semua persiapan selesai, Yuki menunjukkan langkah selanjutnya. "Airnya harus berada tepat pada suhu 88 derajat celsius," katanya sambil memeriksa termometer pada ketel.
Estrella mengikutinya dengan seksama, "aku tahu, suhu penting untuk memastikan kopi tidak terlalu pahit atau terlalu asam!"
“Benar!” kata Yuki yang kemudian menuangkan air ke dalam filter yang berisi kopi. "Ini disebut proses blooming," jelasnya. "Langkah berikutnya adalah tuangkan air sebanyak dua kali berat kopi, sekitar 24 gram air, dan biarkan selama 30 detik sambil diaduk perlahan. Ini membantu melepaskan gas yang terperangkap dan memastikan ekstraksi yang merata."
Estrella mengikuti instruksi Yuki, tangannya yang halus memegang ketel dengan hati-hati. Setelah 30 detik, Yuki melanjutkan, "Sekarang, kita tuangkan sisa air hingga totalnya mencapai 170 ml. Lakukan ini dengan perlahan dan merata."
Mereka berdua menyaksikan air panas itu mengalir perlahan menuju cangkir, membawa aroma kopi yang sedap memenuhi ruangan. "Saat semua air sudah selesai dituang, kita sajikan kopi ini dengan lepek dan sendok kecil," kata Yuki, mengambil cangkir dan meletakkannya di atas lepek. "Tambahkan gula sachet jika diperlukan."
Estrella tersenyum saat menyelesaikan langkah terakhir. "Bagus sekali," kata Yuki dengan bangga. "Kamu melakukannya dengan sempurna, Estrella. Kini, mari kita sajikan kopi ini untuk Hayato."
Hayato yang duduk di depan bar, mengamati proses tersebut dengan penuh minat. Ketika Estrella menyerahkan cangkir kopi kepadanya, ia menyeruput perlahan dan tersenyum puas. "Ini enak sekali, Estrella. Kamu punya bakat alami!"
Estrella canggung karena tidak tahu nama Hayato sehingga terus menyebutnya “Kak”, tersadar, Hayato memperkenalkan diri, “oh iya, salahku, haha, perkenalkan! Namaku Hayato Nakao. Semua orang di kota ini kenal diriku.” Lelaki bertopi hijau itu mengulurkan tangan kanannya dan disambut dengan baik oleh Estrella.
Pagi itu, di bawah langit cerah Okinawa, Nagisano Shizuka memulai shift dengan semangat baru. Cangkir demi cangkir kopi akan tersaji dengan penuh cerita dan dedikasi, membawa kenangan manis bagi setiap pengunjung yang datang.
Yuki tersenyum kepada Estrella setelah mendapati respon baik dari Hayato, merasa bangga dengan barista barunya. "Kamu cepat belajar," katanya, "kita akan melakukan hal-hal besar di sini."
Estrella mengangguk setuju, tersenyum balik kepada Yuki. Berpikir, bahwa nampaknya ini adalah pilihan yang tidak akan ia sesali untuk berkarir di bidang makanan dan minuman. Baginya, Nagisano Shizuka yang meskipun adalah kedai kecil namun ia berpikir bisa berkembang menjadi besar.
Langit lautan lepas Okinawa memancarkan warna biru yang memikat. Cahaya matahari yang lembut menyelinap melalui jendela besar kedai, memberikan mereka kekuatan untuk memulai shift pertama bersama. Penangkap mimpi memantulkan cahaya dengan membias, Nagisano Shizuka seolah hidup kembali dengan semangat baru, siap menyambut pelanggan dengan cangkir demi cangkir kopi yang penuh rasa di bawah manajemen Yuki. Bersama Estrella, mereka berdua memulai hari dengan semangat dan penuh pengahrapan, menantikan petualangan yang menanti setiap harinya di kedai mereka.
Setelah selesai menikmati kopinya, Hayato berdiri dari bangku bar dan mengenakan kembali topi hijaunya. "Aku harus pergi mengantarkan koran," katanya sambil tersenyum kepada Yuki dan Estrella. "Semoga hari kalian berjalan lancar!" ucapan dari Hayato telah menjadi rutinitas bagi Yuki, seolah seperti jimat keberuntungan. Kini, Estrella membiasakan diri dengan itu.
"Terima kasih, Hayato. Hati-hati di jalan," balas Yuki dengan senyum. Estrella melambaikan tangan dengan semangat, mengucapkan sampai jumpa kepada Hayato yang mengayuh sepedanya menjauh.
Shift pertama Estrella berjalan cukup baik. Beberapa pelanggan datang, memesan minuman dari menu, dan menikmati suasana Nagisano Shizuka. Yuki merasa lega melihat Estrella beradaptasi dengan cepat. Dia membantu Estrella membuat beberapa menu yang lebih sulit, sambil memikirkan strategi untuk mengembangkan kedai mereka.
"Kamu melakukannya dengan sangat baik, Estrella," puji Yuki saat mereka menyelesaikan pesanan terakhir pagi itu. "Aku senang melihat perkembangan ini!"
Estrella tersenyum lebar. "Terima kasih, Yuki. Aku senang bisa belajar banyak darimu, Manajer!"
Manajer, benar, Yuki berpikir bahwa kini dia adalah manajer itu sendiri dan bertekad untuk bekerja lebih keras.
Beberapa saat kemudian, pintu kedai terbuka dan seorang pria dengan rambut hitam sebahunya dan kacamata kotak masuk. "Halo, aku dengar ada rekrutmen baru untuk barista," katanya dengan suara ramah kepada Yuki yang tengah mencuci gelas. "Perkenalkan, aku Arlend Klein, dan tertarik untuk bergabung dengan kru Nagisano Shizuka."
Yuki mengangguk, menghentikan aktivitasnya dan mempersilakan Arlend duduk di kursi depan bar, mencoba melihat potensi yang terpancar dari mata Arlend. "Baiklah, Arlend. Mari kita lihat seberapa dalam pemahamanmu tentang kopi," katanya sambil meminta tolong kepada Estrella untuk membuatkan secangkir Kopi Hitam yang baru saja ia pelajari.
Yuki mengajukan beberapa pertanyaan mendalam tentang kopi, mulai dari jenis biji hingga teknik penyeduhannya. Arlend menjawab dengan sangat baik, begitu leluasa, menunjukkan pengetahuannya yang luas dan antusiasme yang tinggi. Yuki tersenyum puas. "Kau memiliki pemahaman yang sangat baik, Arlend. Kami senang kau ingin bergabung dengan kami."
Hari itu berlalu dengan cepat. Arlend yang selesai meminum kopi hitam itu terus memperhatikan Yuki dan Estrella yang silih bergantian menyajikan kopi pesanan pelanggan, belajar dari setiap gerakan mereka, sesekali membenahkan kacamatanya. Dia juga berinisiatif untuk membantu membersihkan meja dan menjaga kebersihan kedai dengan sangat detail. Menyadari itu, Yuki merasa terkesan sekaligus meminta Arlend tidak sedetail itu di pengenalan hari pertamanya ini.
Saat senja mulai merayap di langit Okinawa, Nagisano Shizuka bersiap untuk menutup hari. Estrella dan Yuki menghela napas lega, merasa puas dengan shift pertama mereka bersama ini. "Terima kasih atas bantuannya hari ini, Arlend," kata Yuki sambil tersenyum. "Aku yakin kau akan menjadi tenaga tambahan yang berharga untuk tim kami."
“Dan aku akan menyiapkan nama pengenal untukmu, seperti milikku dan manajer!” ujar Estrella, bangga saat menunjukkan nama pengenalnya dan milik Yuki bertuliskan ‘Yuki, Manajer’ yang ia buat semalam.
"Terima kasih, Yuki, Estrella," jawab Arlend. "Aku senang bisa belajar dari kalian berdua dan tidak sabar untuk bekerja bersama kalian."
Malam itu, ketika mereka mengunci pintu kedai, langit Okinawa menyala dengan warna-warna indah senja. Nagisano Shizuka siap melangkah ke hari-hari berikutnya dengan tim baru yang penuh semangat dan antusiasme, dengan tiga kru di kedainya, Yuki begitu optimis.