My Psychopaths CEO
Bagian 3 : Cleo
By Ika SR
Cleo masih termenung di ruang kantornya meski jam dinding telah menunjukkan pukul 22:00 lebih. Pikirannya masih berkutat, mencoba menelusuri lebih dalam dan mengingat ingat-ingat bau parfume itu. Baunya sama persis dengan parfume yang biasa dikenakan oleh ibunya dulu.
"Seseorang memiliki wangi yang sama seperti ibu. Menarik." ia menampilkan sebuah senyuman licik yang menakutkan sekaligus mengangumkan karena wajahnya yang memang memepesona.
Ia memutar kursi kantornya ke arah jendela kaca di belakangnya. Suguhan pemandangan kota Jakarta yang indah terlihat dari lantai 10, tempatnya berada sekarang. Kerlap-kelip lampu memeriahkan suasana. Tapi, hatinya sepi dan kosong sejalan dengan uasana sepi di ruang kantornya, mengingat hanya ia dan beberapa orang pentinglah yang boleh memasuki lantai ini.
Seseorang memasuki ruangannya, "Pak?"
Cleo tak menyahut, tak juga menoleh.
Pria itu pun juga nampak tak menunggu respon Cleo, 10 tahun bekerja bersama bos besarnya itu membuatnya sudah paham dengan gelagat dan kebiasaan Cloe.
"Besok anda memiliki jadwal makan siang dengan Tuan Jhon, pemilik perusahaan asing dari Amerika. Mungkin lebih baik anda istirahat sekarang."
Kali ini Cloe membalikkan badan, menunjukkan raut wajahn tidak senang. Tidak ada orang yang boleh mengaturnya di dunia ini. Hanya dialah yang bisa memerintah.
Sadar akan kesalahannya, pria itu segera membungkuk 90 derajat. "Maafkan saya, Pak. Saya telah lancang."
Cleo tersenyum.
Ya, Cleo Fernandez. Pengusaha kaya berumur 27 tahun yang menjadi CEO muda dari CA Holding Company itu memang terkenal arogan. Tapi, harusnya itu sebanding dengan siapa dirinya dan pencapainnya sekarang. Di bawah kepemimpinannya, perusahaannya berkembang menjadi salah satu perusahaan terbesar di negara ini. Mengantarkannya menjadi salah satu milyuner muda yang paling banyak dinginkan kaum hawa.
"Bagaimana dengan tugas yang aku berikan padamu kemarin?"
Pria itu berhenti membungkuk, ia kembali berdiri tegak. "Saya sudah mengurusnya dengan baik, Pak."
"Jelaskan padaku detailnya?"
"Istri Sutono mau menerima ganti rugi yang ditawarkan, Pak. 1 Milyar adalah harga yang pas untuk suaminya. Dia juga telah menandatangani surat perjanjian di atas materai yang menyatakan bahwa ia melepaskan pembunuh suaminya dan menyetujuinya sebagai kasus bunuh diri."
Cleo mengangguk, "Bagaimana dengan polisi?"
"Tidak ada bukti yang tertinggal. Kasusnya telah ditutup, Pak."
Cleo tersenyum puas. Semuanya berjalan sesuai yang ia harapkan.
"Bagus!"
***
03:00
Apartemen Elite The Garden, Tengah Kota.
Cleo masih terlelap dalam tidurnya. Tapi, mimpi buruk menghantuinya. Keringatnya mengalir deras, membasahi tubuhnya yang setengah telanjang. "Argh!" ia bangun, terduduk di kasurnya sambil mengusap rambutnya yang berantakan. Bahkan setelah 15 tahun. Kenangan buruk itu terus menghampirinya dalam mimpi. Darah, jeritan, serta suara tangisan itu. Ia masih mengingat setiap detail kejadian malam itu. Anehnya, rasa sakit yang ia rasakan juga sama. Tak berkurang sedikit pun. Bahkan setelah tergerus waktu.
Rasa sakitnya menyeruak, menyulut emosinya. Ia menengok jam. Dan sayangnya sdah lebih dari pukul 2 pagi. Waktu telah menyelamtkan nyawa satu orang malam ini.
Ia memutuskan untuk mandi dan berendam. Berharap, semua beban pikirannya turut mengalir bersama air yang mengguyur tubuhnya.
Berkas, project, serta proposal menumpuk di hadapan Cleo. Sebagai seorang CEO muda yang pintar dan perfeksionis. Hal itu bukanlah masalah. Semakin banyak pekerjaan, maka akan semakin baik untuknya. "Roy? Kemari!" perintahnya pada pria yang setia menjadi asistennya. Bahkan dalam melakukan hal buruk sekali pun.
"Ya, Pak?"
"Bawakan aku dokumen tentang project kemarin!"
Dengan gerakan yang sigap dan cekatan, Roy segera mengambilkan dokumen yang diminta Cleo.
Cleo membuka berkas dokumen itu, membacanya dengan saksama dan penuh konsentrasi. Sayangnya, fokusnya itu membuat wanita mana pun menjadi salah fokus. Ia terlihat lebih maskulin. Oleh karena itu, karyawan di lantai 10 ini sebagain besar adalah pria.
"Jam berapa jadwal meeting makna siangku?"
"Pukul 12:30, Pak," ucap Roy yang masih berdiri di hadapan Cleo.
Cleo menengok jam tangan mahal miliknya. "Oke, setengah jam lagi."
"Mobil anda sudah siap, Pak."
Cleo meletakkan berkas itu, "Oke, kita berangkat sekarang. Siapkan dokumennya."
"Baik, Pak."
5 menit kemudian, Cleo beserta asisten pribadi sekaligus bodyguardnya menuju Lift.
Begitu sampai di lantai pertama. Ada sesuatu yang membuatnya tertegun. Cleo berhenti sejenak, Roy otomatis juga berhenti jarak 1 kaki.
Cleo menoleh ke belakang, ia menyambar lengan seseorang yang baru saja melewatinya.
Wanita itu sontak menoleh karena tarikan tangan Cleo yang kuat. Cleo memerhatikan wanita itu dari atas sampai bawah. Putih, tinggi, langsing. Dan pandangannya tertuju pada area lain yang membuat pria mana pun tertarik. "Lumayan," batin Cleo.
"Jadi, ini gadis yang memiliki bau parfum yang sama dengan Ibu. Gadis yang membuatku berfikir sampai tengah malam," lanjutnya dalam hati.
Gadis itu diam, kebingungan.
Cleo tersenyum menawan. "Maaf, saya salah orang. Anda begitu mirip dengan kenalan lama saya."
Gadis itu tersenyum dengan kikuk, mengangguk dan melanjutkan kembali langkahnya yang sempat tertunda.
Begitu gadis itu menjauh, Cleo membisikkan sesuatu pada Roy.
"Cari tahu tentang dirinya!"
"Baik, Pak."
Lana kembali duduk di kursinya, ia meletakkan dokumen yang sedari tadi dipegangnya. Ia mencoba mengatur nafasnya. Tadi, Magrieta menyuruhnya untuk mengambil sebuah dokumen dari divisi lain. Dan, pria itu. Pria tampan yang hampir membuatnya terjengkal di eskalator pada hari pertamanya bekerja. Pria itu tadi menggenggam tangannya. Lana mengelus tanganya kembali. Sedikit terasa sakit, cengkeraman pria itu terlalu kuat.
Jujur saja, ia merasa sangat malu. Tubuhnya gemetaran. Tak disangkanya, pria itu lebih tampan jika dilihat dari jarak dekat. Ia hanya bisa diam melonggo tadi. Rasanya antara terkejut sekaligus terpesona.
Lana tak bisa menahan senyumnya. Ini sangat memalukan. Tapi, ada sedikit rasa kecewa yang menyelip di hati kecilnya. Pria itu hanya salah mengira Lana sebagai salah satu kenalannya. "Ah, sudahlah. Aku harus fokus bekerja saja," katanya dalam hati.
18:00
Cleo sendirian di dalam ruangan kantornya. Tak lama kemudian, Roy mendekat. Pria tinggi tegap yang berada di pertengahan 30 tahun itu memberikan sebuah dokumen yang berisi catatan perekrutan karyawan baru.
Cleo menerimanya, membuka halaman demi halaman.
"Lana?"
"Ya, Pak. Nama perempuan itu dalah Lana. Dia baru bekerja selama 3 hari di perusahaan ini."
"Lumayan." Cleo meletakkan dokumen itu di meja.
"Tugasmu sudah selesai hari ini. Pulanglah!"
Roy mundur selangkah. Lalu membungkuk 45 derajat, kemudian meninggalkan Cleo sendirian.
Cleo mencium tangannya. Bau parfume gadis itu masih menempel di tangannya.
Hasrat Cleo memuncak, "Dia cukup seksi."
Ia terkekeh sejenak.